[04] Sepatu Merah

69.4K 7.5K 284
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."

© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.

"Letnan, dunia ini bukan hanya tentang diri Anda, berjuta-juta manusia tinggal di sini. Jadi tidak semua orang harus menuruti apa yang Anda hendaki."

•••

Jalan debu dan berbatu serta cuaca panas menjadi ciri khas dari Desa Baluka, meskipun warga desa sekarang lebih memilih tinggal di rumah beratapkan seng. Anita masih bisa menemukan rumah adat berdampingan dengan tempat tinggal mereka. Rumah dijadikan tempat menyimpan hasil panen warga, seperti jagung, kacang atau umbi-umbian sedangkan pekarangan rumah mereka luas, berisikan kandang hewan ternak.

Beberapa kali Anita berpapasan dengan kuda. Anak-anak, orang tua menunggangi kuda sembari membawa jerigen air. Masyarakat Desa Baluka sangat menghormati kuda. Hewan itu tidak bisa lepas dari kehidupan dan adat-istiadat mereka. Kuda sandelwood atau kuda sumba menjadi kuda yang paling mendominasi. Walaupun Anita yakin, si Gasa bukan kuda sandelwood. Dia memiliki tubuh tinggi besar, mirip kuda arab yang menjadi nenek moyang dari kuda sandelwood.

Kaki Anita tersandung batu saat melihat Gasa dari kejauhan, di bukit sedang merumput ditemani Mosa.

"Kalau jalan tolong berhati-hati Dokter," tegur Hamdi.

Anita melepaskan diri secepat mungkin.

"Terima kasih," ujar Anita singkat.

Hamdi melirik sepatu hak tinggi berwarna merah yang Anita kenakan. Dia mendengus.

"Perkotaan."

"Maaf?" Anita menangkap sindiran dari bibir Hamdi. "Anda bilang apa tadi?"

"Tidak, bukan apa-apa," elak Hamdi.

Lalu dia menunjuk kejauhan, ke tanah lapang di Desa Baluka, lebih tepatnya di bawah bukit di mana barak tentara berada.

"Untuk Dokter ketahui, gedung kecil beratap biru adalah tempat kerja Anda. Cukup dekat dengan rumah dinas Dokter. Kalau diperkirakan cuma butuh waktu lima menit untuk sampai di klinik, tapi karena Dokter mengenakan sepatu itu..." Hamdi menjeda perkataannya. Melirik kembali pada sepatu hak tinggi merah di kaki Anita.

"Mungkin butuh sepuluh menit untuk Anda," sambung Hamdi dengan helaan napas panjang kembali.

"Saya harap Dokter bisa mempertimbangkan untuk mengenakan sepatu itu terutama karena Desa Baluka bukan kota Jakarta. Anda lihat, kan? Jalan berbatu! Bukan aspal, bukan lantai keramik rumah sakit elit atau Mall di mana Anda selalu biasa berkeliaran."

Wahai AzarineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang