"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."
© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
."Wahai perempuan yang meragukan keberadaan Allah. Berapa lama kamu menganggap Allah tidak ada?"
***
Untuk beberapa saat Anita Cendana terpukau pada langit perbatasan menjelang malam. Senja merah menyilaukan mata, deru angin menerpa wajah, berpadu dengan aroma segar padang sabana. Sedangkan derap langkah berlari kuda Gasa bersaudara terdengar memantul di tanah. Di suatu sore menjelang senja, siluet tubuh mereka tergambar indah di rerumputan hijau yang berubah warna keemasan. Seketika ketakutan Anita menghilang. Dia disibukan menganggumi semesta ciptaan Allah.
Namun semua itu hanya sesaat.
Perhatian Anita buyar saat Hamdi merandengi Gisa yang berlari pelan, kemudian lelaki itu memberikan senyuman pada Anita dan itu membuatnya menjadi salah tingkah.
"Kamu menyukainya, kan? Senja di Pulau Timor tidak ada tandingannya. Kamu tidak bisa menemukannya di tempat yang lain," ujar Hamdi bicara non-formal ketika hanya mereka berdua saja.
Hamdi begitu mencolok di bawah langit merah senja. Menunggangi Gasa—kuda gagah berwarna hitam—dengan seragam tentara yang dikenakan. Cukup membuat jantung Anita berdetak cepat yang tidak hubungannya dengan rasa bahagianya saat berhasil mengendalikan Gisa untuk berlari bersamanya di padang sabana. Anita mencoba bersikap setenang mungkin.
"Apa Desa Lalean masih jauh?" tanyanya.
"Desa Lalean ada di balik bukit di sebelah timur." Hamdi memberitahu seraya mengedikkan dagu, mengarah pada satu bukit besar yang banyak ditumbuhi pepohonan cendana—pohon yang tumbuh endemik di Nusa Tenggara Timur. "Kita akan memutarinya, kalau saya tidak salah memperkirakan, lima belas menit lagi kita sampai."
"Baiklah, karena sekarang cuma ada kita berdua. Bagaimana kalau kita saling mendekatkan diri?" Hamdi mengusulkan setelah keheningan sejenak menerpa di antara mereka.
"Mendekatkan diri?" ulang Anita. Wajahnya seketika merah padam. Dia memikirkan satu hal yang tidak mungkin terjadi, apalagi mereka sedang berkuda sekarang.
Hamdi mengangkat kedua pundaknya. "Yah, kamu ingat kan? Kita mengawali pertemuan kita dengan tidak menyenangkan. Mengawalinya dengan pertengkaran. Mungkin karena itu kita tidak saling mengenal, makanya kita sering bertengkar dan tidak akur," jelasnya.
Anita mencoba memahami perkataan Hamdi.
"Maksud Letnan?"
"Bagaimana kalau kita mendekatkan diri dengan saling mengenal satu sama lain? Mungkin rasa tidak suka di antara kita bisa berkurang dan kita bisa menjadi teman, gini-gini saya orangnya humoris loh." Hamdi menerangkan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Azarine
Spiritual[Spiritual-Romance | Doctor Soldier Romance] Tentang Anita (Azarine) yang memiliki kehampaan dalam hidup dan meragukan keberadaan Tuhan. Anita memutuskan menjadi dokter relawan di perbatasan Indonesia-Timor Leste setelah kepergian lelaki yang dia ci...