[21] Pesan Dari Seseorang

43.2K 5.3K 317
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."

© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra

***

***

"Semua barang yang kita perlukan sudah siap? Tidak ada lagi yang tertinggal, 'kan?" tanya Hamdi mengamati barang bawaan di dalam truk yang akan membawa 7 tentara termasuk dirinya ke gunung Lakaan. Memeriksa sumber air yang mengaliri semua desa di perbatasan.

Hasan salah satu prajurit tentara yang ikut bertugas ke gunung Lakaan, menghadap Hamdi. Memberikan gesture hormat.

"Siap komandan, semua sudah siap. Kita bisa berangkat sekarang," beritahunya.

Semua tentara sudah menaiki truk, duduk rapi di bangku seraya menunggu Hamdi yang masih tidak beranjak dari tempatnya berdiri, di depan pintu masuk desa Baluka. Entah kenapa hati Hamdi terasa berat saat melihat gunung Lakaan dari kejauhan.

"Ada apa Komandan?" tanya Fikri.

Hamdi menghela napas. "Tidak tau. Entah kenapa perasaan saya tidak enak daritadi."

Ikol berjalan ke samping Hamdi. "Kalau soal Dokter Anita. Tenang saja, kami pasti menjaganya. Jangan khawatir, calon istri Komandan pasti kami jaga dengan baik," ucapnya dengan cengiran lebar.

"Mukanya jangan ditekuk gitu dong. Gantengnya kan jadi hilang. Tidak ketemu beberapa jam tidak bikin Komandan mati, 'kan? Kata orang berpisah bentar itu bisa menambah rasa cinta," timpal Fikri. Namun dia segera memberikan hormat saat mata tajam Hamdi mengarah padanya.

"Siap Komandan, desa Baluka akan kami jaga dengan baik selama Komandan tidak ada. Tenang saja."

Hamdi menghela napas panjang lagi. Bahkan dia tidak punya tenaga untuk memarahi Fikri dan Ikol karena candaan mereka. Dia berbalik dan menghadap kepala desa Tuba, Markus, Kalere beserta beberapa warga desa yang mengantar keberangkatannya. Wajah mereka masih pucat, tampak jelas rasa sakit akibat keracunan air masih membuat mereka lemas.

"Seharusnya Pak Tuba tidak usah mengantarkan saya. Pak Tuba istirahat saja di rumah." Hamdi menjabat tangan Tuba. "Dan jangan khawatir, kami akan menyelesaikan masalah air secepat mungkin, saya berharap masalah ini berasal dari gunung Lakaan, jadi warga bisa menikmati air bersih lagi."

"Maaf menyusahkan Letnan Hamdi. Letnan harus mendaki gunung Lakaan untuk kami," sesal Tuba lalu menyerahkan makanan yang terbungkus kain serbet. "Cuma ini yang bisa saya lakukan untuk Letnan, makanan untuk di perjalanan."

Hamdi terharu, lelaki tua itu hanya memiliki Kalere, istri beliau telah tiada tiga tahun lalu. Tidak bisa membayangkan dengan keadaan masih sakit. Dia menyiapkan makanan untuk Hamdi dan pasukannya.

Wahai AzarineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang