"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."
© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra
***
"Izin Komandan, apa Ikol baik-baik saja?" tanya Fikri cemas. Dia mengemudi jep menuju pulang ke Desa Baluka, menembus malam dan di tengah angin yang berderu kencang di gendang telinga.
"Ikol kan tidak mahir menunggangi kuda, Ndan. Dia pernah jatuh beberapa kali," tambahnya pada Hamdi yang duduk di kursi belakang bersama Anita.
"Lalu, apa saya yang harus menyuruh kamu membawa Gasa dan Gisa pulang?" Hamdi menawari.
"Saya juga tidak bisa berkuda."
"Berati keputusan saya benar, 'kan? Menyuruh Ikol membawa pulang Gasa bersaudara. Saya terlalu capek berkuda lagi. Tenang saja, Gasa bersaudara baik-baik saja."
"Komandan lebih mengkhawatirkan si Gasa bersaudara, tidak khawatirin si Ikol."
Fikri tidak percaya. Dia menoleh ke belakang, membuat mobil mereka melindas batu dan membuat kepala Hamdi terantuk tepian mobil.
"Nyetir yang benar! Jangan liat ke belakang terus. Depan. Kalau nabrak babi hutan gimana?" tegur Hamdi kesal. Dia menepuk pundak Fikri dengan keras. "Fokus nyetir."
"Habisnya komandan tidak punya hati," sahut Fikri.
"Siapa yang tidak punya hati? Kalau saya tidak punya hati, saya pasti tidak hidup sekarang." Hamdi memutar-balikkan perkataan Fikri yang bibirnya langsung mengerucut. "Sudah diam. Kepala saya sakit nih. Mikirin besok, Letkol Amin panggil saya ke markas."
"Salah sendiri."
"Kamu bilang apa tadi?"
Hamdi naik pitam dan hendak mencengkeram pundak Fikri, tapi Fikri berkelit. Menjauh dari tangan kekar Hamdi.
"Saya tidak ngomong apa-apa, Ndan. Sensi banget sih? Lebih baik kita jangan ribut, kasian Dokter Anita. Takutnya dia bangun."
Dagu Fikri mengedik, menunjuk pada satu orang yang tidak terusik dengan kemarahan Hamdi, pada Anita Cendana yang duduk di samping Hamdi, kepalanya bersandar di tepian mobil dan tertidur.
"Kamu yang mulai duluan," desis Hamdi. Dia kembali duduk ke kursi. "Fokus nyetir aja. Kembali ke Desa Baluka dengan tenang dan aman."
Fikri menghela napas panjang. Dia memalingkan wajah, menyetir dengan laju cepat sedangkan dua sorot lampu mobil jep menerangi padang sabana tanpa terhalangi. Hewan malam mulai terlihat. Babi-babi hutan menampakkan diri, dan dari kejauhan kuda liar beristirahat di salah satu pohon. Hamdi menengadah wajahnya ke langit malam yang dipenuhi rasi bintang. Pesona alam Pulau Timor bahkan ketika hari berganti malam pun terlihat begitu memukau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Azarine
Spiritual[Spiritual-Romance | Doctor Soldier Romance] Tentang Anita (Azarine) yang memiliki kehampaan dalam hidup dan meragukan keberadaan Tuhan. Anita memutuskan menjadi dokter relawan di perbatasan Indonesia-Timor Leste setelah kepergian lelaki yang dia ci...