"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."
© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra
***
"Siapa orang yang pertama kali datang ke kolam penampungan?" tanya Fikri menanyai warga yang berkerumunan dan membentuk lingkaran.
Salah satu warga mengangkat tangan.
Seorang mama dari desa Fulan, kulitnya menghitam di bawah terik matahari. "Saya Bapak. Pagi sekali saya berangkat dari desa Fulan. Saya datang bersama anak saya." Mama dari desa Fulan menunjuk pemuda di bawah pohon yang menjaga kuda. Sangat miris, mereka membawa banyak jeriken tapi semuanya kosong. "Tapi saat kami ingin mengisi jeriken kami, ternyata airnya sangat kotor," ceritanya.
"Kita harus menyaring air ini terlebih dahulu, berkali-kali sampai bersih," ucap Bapak tua yang duduk berjongkok di tanah tanpa mengenakan alas kaki, dia menampung air berwarna kecoklatan di tangannya. "Kalau kita meminumnya langsung kemungkinan kita akan jatuh sakit. Apa kita harus mencari air ke tempat lain?"
"Kalau begitu kita harus menempuh perjalanan jauh lagi, kita seharian cuma disibukan mencari air dan ladang jagung kita pasti tidak terurus, kita akan gagal panen tahun ini. Lagipula kita tidak tahu air di kolam penampungan lain, apa juga memiliki kondisi yang sama, " sahut salah satu warga, terlihat sangat frustasi.
Hamdi menghela napas berat, ini masalah besar, mengingat air bersih adalah barang langka terutama di daerah terpencil seperti desa Baluka, Fulan dan Lalean. Sebenarnya para tentara dan warga sudah berusaha membuat sumur galian, mengebor tanah, namun tidak jua berhasil menemukan sumber air baru—diindikasikan tanah berbatu yang menjadi penyebab sulitnya desa-desa ini mendapatkan air bersih.
Hamdi berjalan mendekat ke kolam, membungkuk lalu menangkupkan kedua tangan untuk menampung air yang mengalir dari pipa. Air yang tertampung di tangannya berwarna coklat tanah, keruh berpasir dan berbau menyengat. Hamdi meminum air itu. Kelat, pahit dan berkapur adalah hal yang pertama kali dia rasakan. Ini sangat berbeda dengan air yang biasa mereka minum dari kolam penampungan.
"Gimana rasanya Komandan?" tanya Ikol saat Hamdi hanya diam dan mencap-cap bibirnya. "Layak atau tidak layak?"
"Bisa diminum atau tidak?" Fikri turut menanyai, mencoba mengartikan ekspresi Hamdi.
"Komandan, gimana rasanya?" desaknya lagi.
Hamdi mendengkus. "Yang pasti ini bukan sirup rasa strawberry. Bukannya sudah jelas dari warna dan aromanya? Air ini tidak layak diminum. Nalar kalian jalan tidak sih?"
Kepala desa Baluka Tuba mendekati Hamdi.
"Lalu bagaimana pendapat Letnan untuk permasalahan ini? Menurut Letnan apa yang menyebabkan air menjadi kotor?" tanya Tuba. Dia mengamati para warga desa yang berdiri di sekitar penampungan air dengan gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Azarine
Espiritual[Spiritual-Romance | Doctor Soldier Romance] Tentang Anita (Azarine) yang memiliki kehampaan dalam hidup dan meragukan keberadaan Tuhan. Anita memutuskan menjadi dokter relawan di perbatasan Indonesia-Timor Leste setelah kepergian lelaki yang dia ci...