[15] Misi Letnan Hamdi

50.8K 6K 305
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."

© Story of "Wahai Azarine" by @NailaAfra

***

***

Hampir satu jam Hamdi berdiri tegap, mengambil sikap istirahat dengan kedua lengan terlipat di belakang punggung. Dia tidak menurunkan pandangan, lurus menatap ke depan, di hadapannya Letnan Kolonel Amin, komandan Satgas Pamtas Sektor Timur duduk di belakang meja, kedua tangan tertangkup di atas meja, terkadang menghela napas berat dan memijat pelipisnya.

Hening.

Satu jam berlalu semenjak kedatangan Hamdi, Letkol Amin hanya menyuruhnya masuk, berdiri namun tidak menyuarakan apa yang sangat menganggu pikirannya. Walaupun Hamdi tahu apa yang membuat komandannya itu terus-menerus menggerutukkan gigi dengan kesal.

Keheningan dipecahkan saat office boy, Paulus masuk ke dalam kantor, dengan membawa nampan berisikan secangkir kopi dengan cucur oesao—kue basah khas kupang.

"Ini kopi panasnya Komandan," kata Paulus meletakkan secangkir kopi di atas meja Amin.

"Kok lama sekali Paul, tenggorokan saya kering nih," omelnya Amin. "Capek! Daritadi ngomel mulu."

Hamdi mengerutkan keningnya. Bingung. Karena satu jam Letkol Amin tidak mengomel sama sekali. Yang dia lakukan hanya menghela napas berat dan menggumam. Walaupun Hamdi bisa menangkap umpatan yang terlontar dari lelaki bertubuh jangkung itu.

"Ya maaf. Air panas habis. Dispenser rusak. Jadi saya masak manual aja. Pakai ceret, Ndan," jelas Paul.

Amin mengambil cangkir kopi dan langsung menegaknya. Namun satu detik kemudian, dia menyemburkan kopi pahit dari mulutnya.

Amin kelabakan dan mengambil cucur oesae untuk mendinginkan lidahnya yang terbakar.

"Kenapa Komandan?" tanya Paul bingung melihat Amin memukul-mukul meja sedangkan ekspresinya kesakitan. "Kopinya kepahitan yah? padahal sudah saya kasih 3 sendok gula."

"PANAS PAUL!" bentak Amin. Dia mengompres lidahnya dengan cucur. "LIDAH SAYA KEBAKAR NIH."

"Kan saya sudah bilang tadi! Kopi panas. Itu artinya kopinya memang panas. Komandan baper banget kayaknya nih!" seru Paul tidak merasa bersalah sama sekali. "Kangen isteri yah?"

Celetukan Paul membuat Hamdi sulit menahan senyum yang dia sesali kemudian, karena akhirnya delikan tajam Amin mengarah padanya.

"Masih bisa senyum juga kamu?" hardik Amin.

"Maaf, komandan," jawab Hamdi segera.

"Paul, kamu keluar!" usir Amin kepada Paul yang melirik Hamdi sekilas lalu keluar kantor.

Wahai AzarineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang