"Ketika seorang lelaki menyukai wanita, ia akan mengejar dan berusaha sepenuhnya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan ia bisa buta terhadap apa pun yang menghalangi jalannya"
Buku ditutup dengan satu tarikan napas berat dari Vita. Ia berusaha keras untuk tidak percaya dengan isi buku itu, apa pun teori di luar sana ia hanya akan meyakini hatinya. Ia tidak akan menyerah sebelum benar-benar yakin bahwa hati Alvin tidak tergoyahkan. Alvin juga tidak mengatakan sedang menyukai siapa, maka tidak ada alasan untuk mundur.
Jika pun sosok itu adalah Faya, Vita bahkan tetap teguh untuk berjuang. Ia hanya ingin berusaha meraih apa yang ia inginkan, tidak ada berbagi perasaan sekali pun ia seorang sahabat yang sangat ia sayangi.
"Maafkan aku Fay, untuk kali ini saja aku ingin menjadi diriku sendiri."
@@@
Hari libur yang tidak menghasilkan uang. Faya benci hari libur di saat tuntutan hutang masih terus menghantuinya. Ia tidak mungkin bisa tidur nyenyak dan makan enak jika masih punya setumpuk hutang yang harus segera dilunasi.
"Aku sudah sehat, aku harus kembali mencari uang. Hutang pengobatan ibu masih separuh, mana bisa aku duduk istirahat seperti ini di rumah. Aku akan minta lembur kerja di resto." Putus Faya sambil mencari nomor telepon manager resto tempat ia kerja part time.
Setelah berhasil menghubungi manager, Faya lekas berbenah dan melesat pergi keluar rumah.
Seperti keinginan Faya sebelumnya, pada akhirnya dua hari jatah libur yang diberikan rumah sakit ia gunakan untuk lembur kerja di resto. Ia baru akan bernapas tenang dan bisa istirahat setelah semua hutang lunas.
"Tidak ada cara terbaik bagi orang miskin untuk cari uang selain menjual waktu dan tenaga." Gumamnya sambil meletakkan setumpuk piring dan gelas dalam nampan.
"Kamu memang mesin berwujud manusia." Sahut Yuda yang sedang jaga di kasir.
Faya setengah tertawa mendengarnya sambil terus bekerja seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya.
"Karena ini malam kamis, jadi kita tutup jam sepuluh ya. Selesaikan semua sebelum jam itu!" Tambah Yuda membuat tawa Faya seketika hilang, yang tersisa tinggal anggukan dan desahan lelah.
"Lihat dirimu! Aku baru memujimu seperti mesin, setelah kukatakan kita segera tutup toko wajahmu jadi masam begitu."
"Ya, kamu memang paling bisa menjatuhkan kebahagiaan orang." Sindir Faya.
Yuda tertawa terbahak.
Obrolan ringan disertai tawa tersebut ternyata membuat suasana hati Alvin panas. Tanpa Faya sadari Alvin berdiri di luar resto, memandang mereka dari jendela kaca besar.
Seperti yang Alvin duga, Faya pasti tetap akan bekerja sekalipun mendapat jatah libur dari rumah sakit. Ada rasa kesal dan kecewa karena gadis itu tidak menuruti keinginannya untuk istirahat di rumah, hanya saja Alvin juga tahu Faya melakukan itu untuk menutupi semua hutang pengobatan ibunya dulu.
Satu desahan menahan kesal. Ia sudah sampai di sini, mana bisa hanya berdiri melihat. Entah kapan terakhir ia melihat Faya, rasanya rindu sekali. Ingin setiap hari melihat wajah gadis itu meskipun hanya dari balik kaca. Tapi kali ini ia akan masuk, Pura-pura saja makan meskipun jam resto sudah hampir tutup.
"Maaf resto sudah tutup, Pak." Suara Yuda yang dengan santainya sambil menghitung uang receh di meja kasir.
Alvin cukup terkejut malu, namun ia memilih tersenyum mengangguk. Toh tujuan dia datang sebenarnya bukan untuk makan.
Faya yang sedang mengelap meja nampak kaget dengan kedatangan Alvin. Ada gemuruh yang seketika membuat tubuhnya menegang. Apalagi Alvin nampak tersenyum melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...