Maaf ya BAB ini melodrama banget 🙏
...
Seperti permintaan Faya beberapa hari sebelumnya, dengan sedikit ragu Gina mengetok pintu ruang kerja Alvin. Setelah dipersilahkan, Gina pun segera masuk dan Alvin nampak terkejut dengan kedatangan Gina yang tidak biasa, namun Alvin mencoba biasa saja sambil terus menatap layar komputer di depannya.
Dengan sedikit ragu Gina meletakkan amplop coklat titipan Faya di atas meja.
"Titipan Faya untuk dokter."
Alvin kembali terkejut dan segera meraih amplop tersebut. Melihat segepok uang dalam amplop tersebut jelas membuat hati Alvin hancur. Faya benar-benar mengembalikan uang itu, padahal tidak ada niat menghutangi sama sekali.
Wajah Alvin yang tadinya nampak biasa kini berubah mendung. Sekuat tenaga ia menahan segala bentuk bangunan yang runtuh di dalam hatinya.
"Kenapa bukan Faya yang datang ke sini?"
"Dia tidak masuk kerja hari ini." Kali ini Gina terpaksa berbohong, namun sejujurnya ia merasa kasihan dengan Alvin.
Alvin berusaha mengangguk, masih terus mencoba menormalkan suasana hatinya kembali.
"Kamu tahu alamat rumah Faya?" Kali ini Alvin memandang Gina dengan sedikit memohon.
Gina mengangguk lalu menuliskan alamat rumah Faya pada secarik kertas.
"Kalau dokter sungguh menyukainya, jangan biarkan dia pergi begitu saja." gumam Gina membuat Alvin terhenyak.
"Apa maksudmu?"
Gina hanya tersenyum lalu menyodorkan kertas berisi alamat tersebut, lalu memutuskan untuk pamit kembali bekerja.
@@@
Pagi yang mendung, karena kebetulan Alvin tugas malam ia pun memutuskan untuk datang ke rumah Faya, sesuai dengan alamat rumah yang ia dapatkan dari Ners Gina di UGD kemarin lusa. Mobil Alvin di parkir di luar gang, karena terlalu sempit jika memaksa masuk.
Rumah minimalis bercat biru yang sudah memudar itu berdiri diapit oleh dua rumah berukuran besar, pemandangan yang kontras dengan rumah di sekitarnya. Kontrakan Faya tidak memiliki halaman, pagar rumah langsung berhadapan dengan pintu rumah, hanya ada jarak sekitar dua meter antara dinding rumah dan pembatas jalan.
Pintu rumah terbuka. Dari arah luar terlihat jelas bagaimana kondisi ruang tamunya, kosong tanpa perabotan. Hanya ada dua kursi kayu dan satu meja yang masih tersisa. Alvin hanya berdiri di depan pintu, tak berani masuk atau pun mengucapkan salam.
Melihat kontrakan tersebut sudah cukup mengiris hatinya. Ia bahkan nyaris tak percaya, jika rumah yang hampir dikatakan tak layak itu, ditinggali oleh Faya seorang diri. Ia bisa membayangkan kehidupan macam apa di dalamnya. Amat kontradiktif dengan kehidupannya selama ini.
"Dokter Alvin," suara Faya tercekat.
Alvin terkesiap mengetahui Faya telah berdiri di belakangnya entah sejak kapan. Wajah terkejut Faya menunjukkan bahwa ia tidak menyukai kehadiran Alvin, terutama saat detik-detik ia ingin meninggalkan rumah itu.
"Apa yang Anda lakukan di sini?" Faya mencoba bersikap dingin.
"Kenapa uang itu kamu kembalikan?" tatapan Alvin tajam, nampak kecewa.
"Karena saya tidak ingin punya hutang padamu, dok. Jika saya tidak kembalikan, maka seumur hidup hanya akan terus merasa bersalah."
"Kenapa? Apa karena kau tidak menyukaiku?" kini suara Alvin melemah, selemah tatapannya. Tatapan yang justru membuat Faya tak sanggup untuk bersandiwara lagi, tak sanggup menutupi perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...