....
Manusia punya rencana, tapi rencana Allah selalu lebih baik. Setiap detik Faya berusaha meyakinkan hatinya. Duduk di ruang tamu yang terasa begitu menegangkan, ruang ber-AC yang ternyata masih terasa begitu panas. Hingga detik Faya duduk di kursi itu pun Bu Yeni belum menjelaskan siapa lelaki yang ingin berta'aruf dengannya.
Tiga malam berturut-turut Faya sholat istikharah, mencoba mencari kemantapan dan keyakinan untuk melangkah. Hati milik Allah, rasa cinta akan datang jika niat menikah karena Allah.
"Tidak perlu tegang!" Hibur Bu Yeni yang baru masuk ruang tamu sambil membawa setoples kue kering. Wajah cerahnya seolah tidak memahami betapa hati Faya nyaris ingin meledak.
Faya tersenyum mengangguk.
"Siapa sih Bu lelaki yang ingin berta'aruf dengan saya? Setidaknya saya tahu namanya dan bagaimana bisa dia ingin berta'aruf yang bahkan saya saja tidak menyerahkan biodata diri padanya."
Bu Yeni tersenyum cerah sambil mengangguk paham.
"Justru karena tidak kenal, nanti ta'aruf biar saling kenal."
Duh, ya Allah. Jawaban Bu Yeni sungguh tak membantu, justru membuat Faya kian tegang dan gugup.
"Menikah itu, tidak perlu saling banyak kenal. Cukup kamu yakin dan melangkah karena Allah, itu sudah cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga seumur hidup, Fay. Sebab jika menikah karena cinta saja pasti bangunan itu akan segera hancur, cinta mudah berubah, pun fisik mudah rapuh dan tua. Hanya Allah satu-satunya alasan kenapa rumahtangga bisa bertahan." Lagi-lagi Bu Yeni hanya menjelaskan definisi pernikahan, tak sedikit pun mengungkit siapa seseorang yang akan Faya temui hari ini.
Faya meremas kedua tangannya yang tertumpu di atas lutut, terasa berkeringat dan dingin. Ia mencoba mengangguk sambil terus menata hati. Seperti pesan tante Sulis, ia hanya cukup yakin bahwa rencana Allah selalu yang terbaik, tidak perlu ikut campur menulis takdirNYA.
"Assalamu'alaikum."
Deg!! Tiba-tiba pertahanan Faya runtuh melihat siapa lelaki yang datang dan mengucap salam itu.
"Dokter Alvin." Suara Faya goyah dan seketika gemetar seluruh tubuhnya. Tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Begitu pula dengan Alvin yang nampak kaget dan goyah melihat Faya duduk di sana bersama Bu Yeni.
Mimpikah ini? Alvin bahkan tak sanggup menatap Faya, ia mengalihkan pandangan, mencoba menahan getar jantung yang kembali terasa hangat dan memaksa air matanya untuk keluar. Alvin mencoba sekuat tenaga agar kerinduan yang begitu dalam itu tidak meledak saat itu juga.
Sedang Faya justru kini tertunduk menahan air mata pula. Ya Allah, sungguhkah ini takdir yang Engkau rencanakan? Faya menangis. Bukan karena ingat perasaannya pada Alvin, tapi menangis terharu juga rindu yang tiba-tiba mencuat membuyarkan segenap hatinya.
"Duduklah, Dok!" Suami Bu Yeni mempersilahkan Alvin masuk, dan Alvin hanya mengangguk. Masih tak berani melihat Faya, takut jika tangisnya pecah.
"Sudah saling kenal kan?" Gurau Bu Yeni yang nampak bahagia melihat Faya dan Alvin yang masing-masing tak ingin saling melihat.
"Dek Faya kok nangis?" Bu Yeni memegang tangan Faya yang gemetar dingin. Sedang Faya masih tertunduk sesenggukan. Ia sungguh tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
Alvin seketika menoleh ke arah Faya, melihat gadis berjilbab yang begitu ia rindukan itu tertunduk terguncang. Dia menangis? Kenapa? Rindukan? Alvin berhasil menjaga perasaan dan air matanya, tapi tidak dengan Faya.
"Dek Faya kenapa kok nangis? Apa kaget melihat Dokter Alvin yang datang?" Lagi-lagi Bu Yeni bertanya seolah-olah tidak tahu apa-apa, padahal sesungguhnya ia tahu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...