Bissmillah, Ta'aruf

401 36 4
                                    


...

Tawaran ta'aruf dari Bu Yeni benar-benar memenuhi kepala Faya, membuat hari-harinya seperti berjalan lambat. Ia terus memikirkan tawaran itu, ia juga sudah sholat dan minta petunjuk Allah, hanya saja ia masih takut melangkah karena bayangan Alvin masih menghantuinya.

Jika ia berta'aruf dengan lelaki lain, apa jadinya saat lelaki itu tahu ternyata Faya masih terbelenggu dengan masa lalu, masih menyukai lelaki lain. Tentu pasti dia akan sakit hati. Sungguh Faya tidak ingin hal itu terjadi.

"Kenapa pagi-pagi sudah melamun?" Suara tante Sulis membuyarkan lamunan Faya yang sedang menyapu lantai toko.

"Astaghfirullah, maafkan saya tante. Jadi melamun." Faya tersenyum malu.

"Apa kamu sedang memikirkan tawaran ta'aruf dari Bu Yeni?" Tanya tante Sulis sambil menata kue di etalase.

Faya menarik napas, lalu mendekati tante Sulis.

"Bu Yeni bilang kalau tante yang menginginkan proses ini. Apa itu benar?" Faya agak ragu bertanya begitu, takut tante Sulis tidak enak hati.

"Iya, memang tante yang bilang begitu ke Bu Yeni. Soalnya kamu sudah cukup umur, kamu juga rajin dan baik. Menurut tante akan sangat baik jika kamu segera menikah, lagian tante lihat kamu juga tidak punya teman lelaki."

Faya terdiam, dilema lagi.

"Menikah itu ibadah, Fay. Tidak boleh ditunda-tunda, jika ada lelaki baik yang datang sebaiknya tidak boleh menolak. Karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, bagaimana pula Allah menulis takdir kita. Manusia cuma bisa ikhtiar, tapi ikhtiar yang didasarkan karena keyakinan pada Allah, tidak akan pernah kecewa."

Kini mata Faya berkaca-kaca. Entah kenapa kalimat tante Sulis dan semua kebaikan beliau mengingatkan Faya akan ibunya.

"Dengan menikah kamu tidak akan kesepian, kamu juga bisa berjuang bersama suamimu nanti dalam ibadah maupun urusan dunia. Insya Allah menikah akan menyelamatkan kita dari fitnah dunia. Kamu harus memikirkan itu, menyiapkan hati untuk masa depanmu."

Faya hanya mengangguk, namun menahan air mata yang ingin tumpah. Ia sudah tidak punya siapa-siapa, kini tante Sulis lah keluarganya, pengganti ibunya, dan ia harus menurut apa kata beliau.

"Jadi gimana? Siapkan untuk ta'aruf?" Tante Sulis bertanya dengan senyum mengembang.

"Tapi saya takut mengecewakan, te. Saya takut belum bisa sepenuhnya menerima dia, atau ternyata saya tidak sesuai harapannya."

Tante Sulis tertawa ringan, mencoba menghibur Faya yang berwajah sendu.

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau bakal ngecewain dia? Kan kamu belum bertemu?"

Faya terkesiap, dan seketika wajahnya memerah malu.

"Kamu terlalu banyak berspekulasi, terlalu banyak berfikir yang belum tentu terjadi, dan pikiran-pikiran semacam itu yang menghambat langkahmu, Fay. Pikiranmu sendiri yang membuat kamu takut, dan jujur itu hal buruk yang harus kamu hilangkan. Kamu tuh harus berpikir positif, harus yakin dan terus melangkah maju. Tidak usah tengok kanan kiri, karena jika kamu masih menengok kanan kiri apalagi belakang, maka kamu tidak akan pernah sampai tujuan."

Air mata yang Faya bendung akhirnya tumpah, dan seketika tante Sulis pun memeluknya.

"Kamu harus yakin perempuan baik hanya untuk lelaki baik. Terlepas bagaimana pun dulu ayahmu memperlakukan ibumu, tapi kamu harus yakin Allah pasti memberi takdir terbaik untuk hambaNya. Banyak lelaki baik di luar sana, dan kamu harus membuka hati untuk itu. Siapa pun jodohmu nanti, tante yakin dia adalah pilihan Allah, yang terbaik dari Yang Maha Baik."

Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang