...
Amsterdam Garden Resto, pukul 15.00 WIB
Vita berjalan cepat menuju meja nomor 12, tempat di mana kedua orangtuanya menunggu untuk makan bersamanya. Restoran yang berdiri di Jalan Pahlawan Trip No. 25, yang mengedepankan masakan Chinese Food itu menjadi tujuan keluarganya, mengingat ayah Vita begitu menyukai makanan China. Bagi Vita sendiri, di mana pun ia makan asalkan enjoy, maka semua jenis makanan akan terasa enak. Vita berbeda sekali dengan kakaknya Chairin yang masih pilih-pilih makanan.
“Maaf telat, soalnya tadi masih ada pasien,” kata Vita dengan napas ngos-ngosan sambil menggeret kursi, lalu duduk di sebelah Chairin yang selalu nampak cantik dan stylish.
“Selalu telat, berantakan dan terburu-buru,” gumam Chairin, lalu menyesap secangkir macchiato.
“Tidak apa-apa, Vita memang selalu menjadi yang terunik di keluarga kita,” sahut mama mereka.
Vita tersenyum malu sambil menyisir rambut sebahunya dengan jari.
“Ada beberapa alasan kenapa ayah mengumpulkan kalian di sini. Ada hal penting yang ingin ayah sampaikan terkait masa depan kalian, terutama Vita.”
Vita melotot bingung.
“Masa depan apa, Ayah?”
“Setelah lulus kuliah, kami tidak lagi melihatmu memiliki teman lelaki. Mama agak khawatir dengan hal itu, karena itu Mama dan Ayah bermaksud memperkenalkanmu dengan seseorang. Siapa tau kalau cocok, kamu dan Chairin bisa menikah bersamaan.”
Sontak jantung Vita seakan melompat, steak yang ia kunyah tertelan begitu saja, dan terasa sesak di tenggorokan.
“Maksud Ayah dijodohkan, begitu?”
“Tidak melulu dijodohkan, hanya memperkenalkan. Siapa tahu cocok, dan kami tahu seseorang yang ingin Ayah perkenalkan adalah lelaki yang baik.”
Vita menghela napas. Padahal selama ini ia tak lagi punya teman lelaki karena ingin fokus dengan study-nya.
“Ayah, bukannya aku tak mau, tapi aku ingin memilih sendiri siapa lelaki yang pas untuk menjadi suamiku nantinya.”
“Emang kamu punya teman lelaki?” Chairin menyindir.
“Bukankah jodoh itu di tangan Allah, karena itu aku gak mau lagi memperburuk keadaan dengan menambah permasalahan baru terkait lelaki yang belum tentu jodoh kita,” serang Vita tak mau kalah.
“Pasti ini hasil dari berteman dengan Faya,” sahut mamanya dengan wajah muram, seolah tak suka.
“Sudahlah! Kita kembali ke topik awal. Ayah sudah merencanakan waktu untuk mempertemukan kalian.”
“Haa ...?” mata Vita melotot dengan mulut membulat.
“Kamu pasti akan suka, Mbak sudah sekali bertemu dengannya, dan dia orang yang luar biasa, seprofesi dengan kamu,” bisik Chairin, dan Vita hanya tersenyum masam antara bingung dan ragu.
“Nanti malam jam delapan di Padi Resto Galeri,” kata ayahnya.
Vita tertunduk patuh, meskipun sebenarnya menolak.
“Terserah ayah saja,” Vita pasrah.
Ayah dan mamanya tersenyum lega. Vita memang selalu penurut meskipun sedikit berantakan dan kurang disiplin, tapi ia begitu mengutamakan keinginan orangtuanya.
@@@
Alvin duduk sendirian di meja paling pojok kantin rumah sakit. Menyantap makanan sambil membaca artikel dalam layar Tab-nya. Ia tak pernah membiarkan waktu kosong terbuang sia-sia meskipun itu sambil makan. Di meja sebelahnya duduk Faya seorang diri dengan segelas teh hangat dan sebuah buku di depannya. Sekilas, Faya melihat ke arah Alvin, ada desiran aneh dalam hati yang seketika menghangatkan seluruh tubuhnya. Namun buru-buru ia mengalihkan pandangan, dan ternyata pandangan sesaat tadi disadari oleh Alvin. Ia menoleh ke arah Faya dan mengerutkan alis. Karena tak ada reaksi berikutnya, Alvin kembali memusatkan perhatiannya pada layar Tab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...