...
Ruang manager administrasi rumah sakit
Faya menyodorkan surat pengunduran diri yang telah ia buat dua hari yang lalu. Ia sudah memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah sakit demi kebaikan semua. Ia tak ingin lagi ada orang yang mengasihaninya, tak ingin peristiwa pahit kemarin terulang kembali. Juga demi menjaga perasaan Vita.
Ia telah memikirkan keputusan ini jauh-jauh hari, dan inilah yang terbaik. Menghapus semua perasaan yang ada dan kembali hidup menjadi Faya sebelumnya. Jika pun Allah punya takdir lain, biarkan takdir itu yang membuka skenario baru di kemudian hari, tapi tidak di tempat ini.
“Kamu serius ingin resign?” tanya Pak Satria agak kecewa dengan keputusan Faya yang mendadak.
“Ya, Pak. Saya sudah memikirkan hal ini jauh-jauh hari.”
“Kalau boleh tahu, apa alasanmu sebenarnya?”
Faya diam sejenak untuk berpikir. “Di kota ini saya sudah tidak memiliki keluarga, Pak. Jadi, saya ingin mengunjungi keluarga saya di luar kota.”
Pak Satria mengangguk-angguk. “Lalu untuk gambaran pekerjaan selanjutnya? Apa sudah terlintas atau mungkin sudah ada lowongan yang akan kamu masuki nantinya?”
Faya tersenyum getir. “Belum ada, Pak. Saya akan segera mencari setelah sampai di sana.”
Pak Santri terdiam sesaat, wajahnya nampak menyayangkan keputusan Faya, namun pada akhirnya hanya bisa mengangguk.
“Apa pun itu rencanamu, semoga Allah mudahkan, dan jangan lupa selesaikan semua tugasmu sebelum pergi.”
“Ya, Pak. Saya mengerti. Terima kasih banyak.”
Faya memutuskan untuk segera keluar ruangan setelah pembicaraan pentingnya dengan Pak Satria. Keluar dari ruang tersebut bukannya memberi kelegaan, melainkan sesak yang mencekik dadanya. Surat pengunduran diri telah diterima manager-nya dan ia siap angkat kaki dari rumah sakit. Namun, sesuatu yang mengganjal di hati tak juga mampu ia atasi. Alvin, sosok itu seolah menjadi penghambat langkahnya.
Faya berjalan melewati koridor menuju UGD. Sesampainya di UGD, langkahnya terhenti saat sepasang visualnya menangkap sosok Alvin yang sedang berjalan keluar ruang penanganan. Semakin dalam ia melihat sosok itu, semakin berat niatnya untuk meninggalkan rumah sakit.
“Tidak ya Allah. Aku tidak mau menjadi beban banyak orang di sini. Aku harus pergi dari tempat ini. Harus melupakan semua,” gumamnya dalam hati.
Fokus perhatiannya pada Alvin buyar saat ia menyadari bahwa Alvin melihatnya pula, bahkan menatapnya dari tempat ia berdiri. Untuk kali ini saja Faya membiarkan tatapan itu berlangsung cukup lama, cukup untuk meruntuhkan seluruh pertahanan yang berusaha ia bangun. Perasaan itu kian dalam, semakin dilepas semakin terikat. Seperti tercekik, bahkan mata Faya sudah berkaca-kaca.
Apakah Alvin akan baik-baik saja jika dia pergi? Kenapa tiba-tiba Faya merasa menjadi pengecut.
Tidak, buru-buru Faya mengalihkan pandangan dan melangkah menuju loket pendaftaran untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sedang Alvin menarik napas, dan kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya.
Andai saja aku bisa maju satu langkah, mungkin tak akan kubiarkan kau pergi dari pandanganku.
@@@
POV Faya
Sejujurnya aku tidak tahu apakah keputusan untuk pergi ini adalah yang terbaik, karena sesungguhnya aku pun ragu, tidak percaya diri bisa sepenuhnya lepas dari perasaan itu. Hanya saja, aku tidak ingin mengambil banyak resiko dalam hidupku. Aku sudah cukup lelah dengan semua kesulitanku di masa lalu, aku tidak ingin mengejar kebahagiaan dengan banyak airmata lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...