"Mau kuantar pulang?" Yuda menghentikan motornya tepat di depan Faya yang sedang berdiri menunggu angkot.
Wajah Faya malam itu seperti padang pasir gersang yang disulut meriam. Kedatangan Chairin juga semua tuduhan keji yang dilemparkan padanya sungguh membuat separuh tubuh Faya seperti mati. Sudah dua angkot lewat tanpa ia sadari saking lamanya ia melamun, Faya seperti kehilangan dirinya.
"Kamu tidak akan menemukan angkot lagi karena ini sudah malam. Naiklah! Aku antar kau pulang sampai rumah."
Faya masih terdiam sesaat, masih berusaha menormalkan napas dan jantungnya.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri."
"Mau pulang jalan kaki? Sudah gak ada angkot. Kamu juga sedang tidak baik-baik saja." Kini Yuda merasa khawatir.
Sorot mata kosong itu masih sangat melekat. Bagi Yuda membiarkan Faya pulang seorang diri sama saja mengizinkan ia bunuh diri.
"Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi izinkan aku sedikit membantu. Jika kamu merasa tidak enak, anggap saja aku gojek jadi nanti kamu bisa memberiku uang. Anggap saja seperti itu jika itu membuatmu lebih tenang." Yuda mulai bingung harus meyakinkan Faya dengan cara bagaimana, melihat Faya masih melamun saat dia ajak bicara itu saja sudah cukup mengkhawatirkan.
Yuda menarik napas mulai kesal.
"Lelaki brengsek macam apa yang sudah membuat hidupmu begini? Aku yakin semua tuduhan itu bohong, jadi jangan berfikir serius sampai seperti ini. Jujur aku jadi bingung harus ngejelasin bagaimana jika kamu diam saja."
"Dia akan pulang bersamaku!"
Tiba-tiba Alvin datang dan menarik tangan Faya agar mendekat padanya. Kedatangan Avin seperti petir di tengah badai besar. Yuda cukup terkejut, pun Faya yang seketika tersadar dari lamunannya.
Entah sejak kapan Alvin datang, tapi sungguh Faya tidak ingin melihat lelaki itu. Sudah cukup ia menghancurkan hati dan hidupnya.
Dengan kasar Faya melepaskan tangannya dari cengkraman Alvin. Sikap dingin yang membuat hati Alvin kembali seperti diiris-iris, namun ia masih berusaha bertahan di sana.
Sedang Faya nampak menatap Alvin dengan mata mendung, bahkan airmata yang berusaha ia tahan seketika tumpah kembali. Jujur saja, di hati Faya masih ada nama Alvin bahkan semakin memenuhi ruang-ruang kosong di sana, membuat setiap detik terasa begitu sesak. Semakin diusir rasa itu justru semakin dalam.
"Aku tidak ingin pulang bersamamu." Suara Faya goyah, dan ia pun memutuskan untuk berjalan menghampiri Yuda.
Sebuah penolakan yang membuat sekujur tubuh Alvin terasa nyeri.
"Kuanggap kau gojek, jadi tolong antar aku pulang!" Kata Faya pada Yuda dengan tatapan tajam, membuat Yuda sesaat bingung namun segera mengangguk dan menyalakan mesin motornya.
Sedang Alvin masih terdiam menatap bayang Faya yang telah menjauh, pun tangan kanannya yang sudah dua kali terlepas dari genggaman yang berusaha ia raih. Ya Tuhan, kenapa begitu sakit? Alvin merasa dadanya begitu sesak. Amat sesak sampai sulit baginya untuk bernapas.
Begitu besarkah kesalahan itu hingga Faya membencinya? Apakah sungguh menyukainya adalah kesalahan?
"Kenapa begitu sulit menyukaimu?" Alvin tertunduk meremas tangannya.
Ia memang brengsek, tidak tahu cara memperlakukan perempuan. Ia memang lelaki bodoh yang egois, tapi sungguh rasa cinta itu sudah menguasai dirinya, membuat Alvin lupa diri, membuatnya hampir gila memikirkan Faya setiap detiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai)
RomanceAlvin, dokter spesialis emergency yang jenius, tapi tidak tahu cara memperlakukan wanita dengan hangat. Dia sangat dingin, namun punya wajah dan postur tubuh yang sempurna. Dia jatuh cinta dengan penjaga loket UGD bernama Faya, sedang di saat yang s...