Hanna sengaja menunggu di parkir hotel sejam sebelum Nastiti berangkat menuju bandara. Setelah pengakuan Nastiti tadi malam, Nastiti menolak untuk menginap di rumah Hanna, biasanya Nastiti tidak akan pernah menolak, bahkan ia selalu menawarkan diri, tapi kali ini?
Damn.
Hanna bukan lagi gadis sepuluh tahun yang menganggap penolakan Nastiti dengan alasan tidak mau merepotkan adalah sebuah kesungguhan. Sesuatu telah terjadi, dan dia sadar bahwa telah menyakiti hati seseorang yang pernah sangat ia cintai.
Pengakuan tadi malam adalah sebuah kejujuran, kejujuran berbalut sandiwara untuk mengakhiri penderitaan karena merasa cinta sendiri.
Meski tidak benar sepenuhnya.
Hanna tidak akan pernah lupa dengan segala hal tentang mereka. Tentang awal mereka bertemu, tentang bagaimana Nastiti mengajaknya berteman lebih dulu, mengubah hari-harinya yang gelap menjadi bercahaya, lalu menciptakan pelangi setiap kali mendung memayunginya.
Semua ketulusan Nastiti, genggaman tangannya, senyumnya, pelukannya, tatapannya, perhatiannya, bohong kalau Hanna tidak merasakan sesuatu yang berbeda dari semua perlakuan manis itu.
Tin. Tin. Tin.
Lamunan Hanna buyar, sebuah mobil membunyikan klakson dan mengejutkannya. Ia lihat ke belakang lalu memperhatikan sekitar. Kayaknya aku nggak salah parkir deh?
Ia pun memutuskan untuk melihat ke belakang melalui kaca jendela. "Iya?"
"Tolong pindahkan mobil, ini parkir khusus tamu hotel yang menginap." Seseorang itu menunjuk papan menggantung tepat di depan Hanna.
Hanna pun melihatnya, lalu mengangguk faham dan pergi dari area parkir itu. Mobilnya perlahan ia bawa ke depan pintu utama hotel. Tepat saat mobil Hanna melewati pintu, Nastiti pun keluar. Hanna pun menginjak rem dan berhenti tepat di depan Nastiti berdiri.
Hanna membuka kaca jendela. "Ayo aku antar."
Nastiti melihat ke sekitar, wajahnya terlihat bingung harus bersikap bagaimana setelah kejadian tadi malam.
Hanna menghela nafas. Ia turun dari mobil, mengambil tas Nastiti untuk dimasukkan ke mobil, lalu Hanna membuka pintu penumpang di samping kemudi.
"Hm. Aku di belakang aja kali ya?"
Hanna berusaha tertawa. "Aku bukan supir kamu, Nas. Cepetan masuk. Liat tuh mobil belakang pada ngantri."
"Iya iya." Nastiti bergegas masuk.
Hanna pun mengangguk sambil berujar maaf pada mobil di belakangnya sebelum masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobilnya ke menuju bandara.
***
Vany berdiri di depan gerbang sekolah dengan seragam yang masih lengkap. Ia terus melirik arlojinya sambil sesekali melihat ke arah sebelah kiri. Ia sudah harus pergi dari sekolah sebelum bel sekolah berbunyi, atau semua rencananya hari ini harus berakhir sia-sia.
Vany berdecak kesal, sudah hampir empat puluh menit ia menunggu di depan gerbang, tapi seseorang yang berjanji untuk menjemputnya dua puluh menit lalu tidak kunjung datang.
Ia pun melihat ponselnya, berniat menghubungi seseorang yang ditunggunya. Saat dering pertama masuk, sebuah mobil Toyota Camry abu-abu berhenti di depannya. Telpon Vany diangkat bersamaan dengan kaca mobil yang terbuka, menampilkan wajah khas cengiran mantan pacar Bundanya.
"Iya Dek Vany, ada yang bisa dibantu?"
Vany memutar bola. Ia berdecak lalu mematikan ponsel, membuka pintu mobil belakang dan masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Two Hurts (GxG - COMPLETE)
Romantik[Terima kasih sebelumnya karena tidak memplagiat cerita ini dalam bentuk apapun] Cerita ini lanjutan dari kisah Hanna dan Siska di judul The Two Hurts karya Awannis07. Warning : GxG Content, 18+ copyright @Juli 2020