The Two Hurts - 30

2.7K 249 391
                                    

Tangan Siska tak lepas dari genggaman tangan Hanna sepanjang perjalanan. Begitupun Hanna yang terlihat nyaman dengan genggaman tangan itu, sesekali ia menyandarkan diri ke bahu Siska saat mobil berhenti karena lampu lalu lintas. Tertawa dan saling bertukar cerita menjadi teman paling romantis sepanjang perjalanan.

Siska tak mengira jika menjalin hubungan dengan seseorang yang jarak usianya sangat jauh bukanlah sesuatu hal yang buruk. Siska justru sering dikejutkan banyak hal. Dibalik sifat dinginnya Hanna selama ini, ternyata ada karakter menggemaskan Hanna yang tersembunyi, dan itu mampu menggelitik selera humornya.

Belum lagi pengalaman Hanna soal ups maaf sensor. Siska bisa merasakan kalau ia akan disuguhkan surga hampir di setiap malamnya.

Ntar malam mau lagi ah. Wkwkwkw.

Tapi ada satu hal yang membuat mereka sempat ribut setiap kali akan tidur.

Lampu.

Ketika merasa semua sudah cocok dan tidak akan ada hal-hal yang menyulitkan mereka setelah berhasil melewati semuanya, muncul masalah sepele yang membuat mereka harus memperdebatkan giliran siapa malam ini yang harus mengalah.

"Pokoknya nanti malam giliran aku ya, Yang," ucap Siska sambil melihat Hanna, ia lihat Hanna sibuk dengan ponselnya.

"Giliran apa, Sayang? Perasaan baru tadi malam deh," jawab Hanna tenang, pandangannya masih tertuju pada ponsel.

"Kan tadi malam kamu udah, giliran aku pokoknya."

"Kayaknya sama-sama tuntas deh."

Siska menguatkan genggaman tangannya sambil tersenyum simpul. "Kayaknya kamu yang omes sekarang."

Hanna tertawa pelan. "Apaan sih?" Ia sengaja tak melepaskan genggaman tangannya sebab merasa bersalah karena mata itu masih harus terfokus pada ponselnya.

"Lampu, Yang."

Hanna menoleh bingung dengan mulut sedikit menganga. "Lampu?"

Siska mengangguk. "Kamu kan tau aku nggak bisa tidur kalau hidup lampu, Yang." Wajahnya sengaja ia tekuk.

Hanna tertawa. "Astaga, Siska. Perkara lampu doang!?"

"Doang!? Kamu nggak ingat kita berdebat karena lampu mati atau hidup tadi malam?"

Tawa Hanna semakin keras, ia simpan ponsel di tasnya lalu semakin menggenggam erat tangan itu. Tentu ia ingat bagaimana Siska terpaksa menutup matanya dengan kaus kaki kerja milik Hanna. Rasa kesal membuatnya mengambil asal benda yang ada di lemari, dan gengsi untuk menggantinya.

"Ketawa aja terus," nada Siska terdengar kesal.

Hanna memelankan suara tawanya, ia seka sudut matanya yang berair karena tawa, lalu bersandar di pundak Siska sambil mengusap bahu kekasihnya. "Iya udah, nanti malam dan malam-malam selanjutnya, kita tidur matiin lampu ya."

Siska menoleh kaget, lalu wajahnya langsung diputar Hanna untuk menghadap ke depan. "Lihat ke depan, Sayang."

Siska tersenyum, menyempatkan mengecup tangan beraroma lembut itu. Hanna pun ikut tersenyum menerima perlakuan itu.

"Lagian kenapa suka tidur hidup lampu sih? Bukannya lebih bagus gelap ya, Yang? Maksudnya redup. Baik buat kesehatan juga, kan?"

Hanna mengangguk pelan, "Iya sih."

"Terus?"

Hanna tidak langsung menjawab, ia mengeratkan genggaman tangannya. "Semakin gelap, semua terlihat semakin jelas. Semuanya. Dan aku nggak suka hal itu karena, takut." Ia mengeratkan dekapannya pada lengan Siska.

The Two Hurts (GxG - COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang