"Lagi di mana, Hann?"
Hanna menarik nafas panjang sebelum menjawab, ia sudah berjanji untuk tidak terbawa emosi ketika berurusan dengan Amanda lagi. Ia lelah. Ia ingin keluar dari jerat yang ia buat sendiri.
"Di jalan," jawab Hanna dingin, matanya terus tertuju pada jalanan di depannya.
"Kenapa lama?"
"Ada urusan sama Vany. Aku izin telat. Pesan dulu aja."
"Kamu ... Duduk di sebelahku nanti. Bisa?"
Hanna tersenyum sinis. Mau apalagi wanita ini? "Kamu tahu, kan aku udah punya pacar?"
"Duduk di sebelahku, atau aku kasih tahu ke semua orang tentang kejadian kita waktu itu."
Hanna refleks menginjak rem hingga menimbulkan suara berdecit dari ban mobilnya. Ia mengumpat berulang kali di dalam hati, meremas setir mobil karena begitu kesalnya dengan Amanda. Amanda sudah tidak waras, sampai tega ia melakukan hal ini hanya untuk mendapatkan Hanna.
"Gimana? Masih bisa nolak?"
Hanna memejamkan mata, nafasnya terasa berat karena memikirkan masalahnya yang semakin rumit. Amanda benar-benar sudah di luar batas. Ia melupakan Nastiti yang sudah memberikan banyak waktu dan segalanya pada Amanda, apa dia tidak bisa melihat ketulusan Nastiti itu sampai tega berpaling dengan mudahnya ke Hanna?
Hanna menggeram, ia tak kuat menahan diri untuk tidak memukul setir itu berulang kali. "Shit! Shit! Shit!" Desisnya penuh amarah.
"Aku yakin kamu nggak akan melakukan kesalahan, Hanna. Aku tunggu kamu duduk di sisiku."
Rahang Hanna mengeras, persis seperti sekarang ketika melihat wajah Amanda yang tersenyum dan telah siap dengan kursi yang ia tarikkan untuk Hanna. Ia lirik Nanda, Nastiti dan Diswara bergantian. Ia bisa melihat raut kebingungan di wajah mereka.
Lalu Siska? Hatinya entah mengapa terasa perih saat melihat Siska juga menarikkan kursi untuknya. Netranya menatap Siska begitu lama dengan tatapan seolah mengisyaratkan maaf.
Hanna kembali menoleh pada Amanda, ia lihat Amanda mengangguk tipis dengan kursi yang sudah disiapkan untuknya. Hanna menarik nafas, ia pasang senyum di wajahnya sebaik mungkin, meski sebenarnya sahabatnya bisa melihat kalau itu terasa dipaksakan.
Hanna melangkahkan kaki mendekati Amanda dan duduk di kursi pilihan Amanda dengan tenang.
Senyum Amanda langsung mengembang, ia merasa menang tak peduli betapa liciknya cara yang ia pakai. Ia lirik Siska yang merasa kecewa dengan pilihan Hanna, membuat Amanda tersenyum tipis dan semakin merasa bangga.
"Duduk, Sis. Kenapa masih berdiri?" Tanya Hanna.
Siska merasa dipermalukan karena kejadian ini. Ia tidak dihargai sama sekali sebagai pasangan Hanna. Meski hanya pura-pura, apakah Hanna tidak bisa menghargainya sebagai manusia yang memiliki hati walau sedikit saja?
Siska tersenyum perih. "Iya."
"Wajah kamu kenapa?" Hanna merasa sangat bersalah dengan raut wajah yang Siska tunjukkan padanya.
"Masa masih ditanya lagi sih, Kak? Udah jelaslah dia sedih karena kak lebih pilih duduk di sebelah kak Amanda. Kak Siska loh pacar kakak." Diswara membela meski terkadang mereka sering berkelahi, ia juga tak teg melihat Siska diperlakukan seperti itu.
Hanna berusaha tersenyum, kali ini senyum yang sengaja ia berikan untuk menenangkan hati Siska yang ia tahu sedang sakit saat ini.
"Biasa aja yae--
KAMU SEDANG MEMBACA
The Two Hurts (GxG - COMPLETE)
Romance[Terima kasih sebelumnya karena tidak memplagiat cerita ini dalam bentuk apapun] Cerita ini lanjutan dari kisah Hanna dan Siska di judul The Two Hurts karya Awannis07. Warning : GxG Content, 18+ copyright @Juli 2020