18. Home Sweet Home

3.6K 300 294
                                    

Mereka bilang jatuh cinta itu indah, seperti tidak butuh apapun selain dia, cukup dia, maka hidup akan bahagia, dan tidak perlu ada lagi yang dikhawatirkan di dunia ini.

Hari-hari akan dipenuhi dengan cinta dan perhatian dari yang dikasihi. Tatapan yang menenangkan, senyuman yang menyejukkan, genggaman tangan yang menentramkan, pelukan yang menghangatkan, dan kecupan yang memabukkan.

Jangan salahkan mereka yang sedang dimabuk asmara, dunia seakan milik mereka berdua. Tak peduli pada bintang yang menatap mereka cemburu, mengabaikan bulan sebagai saksi cumbu, dengan langit sebagai selimut paling luas bagi mereka, bersenggama bak malam pertama.

Tangan yang tak henti menjelajah, mencemburui bibir yang masih setia pada pasangannya. Menyesap tak kenal henti, dengan lembut, dengan gairah tak tertahan, membuat sang kekasih susah payah menahan diri untuk tetap diam, melekuk kesana kemari sebab tak mampu menahan gejolak yang ingin menyeimbangi permainan.

Desahan yang semakin tak terkendali, ciuman yang berhasil membakar berahi, merangsang setiap saraf sensitif untuk segera disentuh lalu bertemu. Berkali-kali mereka sudah mencapainya namun masih terasa kurang, seolah tak ingin membiarkan malam berlalu begitu saja, tanpa rayu, tanpa cumbu, tanpa menyatu.

Sampai pada puncak yang entah ke berapa, mereka memilih untuk memberi jeda pada udara yang lelah mendinginkan mereka, tak terasa sampai peluh yang menggantikannya.

Siska masih begitu lelah untuk bangkit dari tubuh Hanna, ia terbaring di atasnya dengan nafas terengah-engah, begitupun Hanna yang lunglai meski merasa bahagia.

"Hebat." Ucap Hanna dengan nafas cepat.

Siska hanya tersenyum dibalik leher Hanna, ia merasa aroma tubuh Hanna semakin harum setiap kali mereka lelah setelah mencapai puncak. Entah itu ada pengaruhnya dengan hormon atau apa, yang jelas itu memancing gairah Siska untuk bertempur kembali, tapi sepertinya itu hanya akan sebatas angan,  sebab lelah sangat menguasainya.

Siska memutar badannya, dengan nafas terengah ia berbaring di sisi kanan Hanna, menatap langit-langit kamar yang menjadi saksi bisu senggama mereka.

Mata Hanna melirik Siska, dalam keadaan temaram netranya mampu menangkap bulir keringat yang terus menetes dari pipi kiri Siska. Bibirnya mengulas senyum senyum bahagia, mungkin benar yang Nastiti katakan, Hanna bukannya menolak Siska, melainkan rasa bersalah masih menguasai hati Hanna saat itu.

"Tipikal gampang baper kayak kamu, nggak mungkin nggak luluh dikejar kayak Siska gitu, Hann."

Jemari Hanna mengusap keringat yang masih memenuhi pipi Siska, membuat Siska tertarik untuk melihat wajah kekasihnya, dengan senyum ia menaikkan kedua alisnya, khas wajah menyebalkan Siska.

"Kode mau lagi?" Nada girang itu terasa meski sebenarnya raga lelah.

Hanna tersenyum lalu menggeleng. "Nggak." Ibu jarinya mengusap sisa bulir keringat.

Siska sengaja memutar tubuhnya demi bisa menatap kekasihnya. Ia bisa merasakan betapa hangatnya sentuhan Hanna di pipi. "Jadi?"

Mata Hanna sibuk memperhatikan setiap sudut wajah Siska. Alisnya, bola mata hitam yang pekat, hidung yang mungil, lalu bibirnya. Hanna sengaja mengusap bibir yang telah membuatnya tak karuan malam ini. Hanna ikut memutar tubuhnya, hingga kini bisa membalas tatapan kekasihnya.

Wajah yang tak pernah Hanna sangka kini berhasil mengambil tempat terbaik di hati Hanna dan menempati ruang kosong itu. Sekilas ia mengingat bagaimana kasarnya dengan Siska waktu itu. Meski ia sadar tidak seharusnya melakukan itu, namun hatinya menolak untuk melawan, begitu tebalnya dinding rasa bersalah yang ia bangun untuk menghancurkan dirinya sendiri.

The Two Hurts (GxG - COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang