9.Pengakuan

3.1K 52 0
                                    


Adara berusaha mengejar Adrez yang sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Apakah Adrez mendengar semua pembicaraan mereka? Ia takut Adrez akan salah paham.

Tadinya lama menunggu Adara, Adrez memang sengaja menyusul Adara, karna teman-temannya sudah pulang lebih dulu. Ketika mencari keberadaan istrinya ia melihat Dina, hendak bertanya dimana istrinya. Adrez mengurungkan niatnya karna Dina sudah keburu masuk ke dalam kamar.

Saat ingin melangkah menjauh dari depan kamar itu Adrez mendengar nama orang yang dia cari disebut. Seakan terhipnotis untuk menyuruhnya tetap bertahan, ia bersandar di dinding pintu dengan tangan yang di silangkan di dadanya, terdengar jelas kalimat "Aku tau kok Adara mantan kamu kan Aldo" masuk di indra pendengarannya.

Sampai di parkiran dengan amarah yang memuncak, ia masuk ke dalam mobil. Mobilnya tidak bergerak ia tidak bodoh untuk meninggalkan istrinya pulang sendirian.

Adara ikut masuk ke dalam mobil, seperkian detik mobil melaju kencang. Hening! Tak ada yang membuka suara, Adara tau Adrez marah padanya ingin menjelaskan namun Adara bingung harus memulai dari mana, sedangkan Adrez hanya diam dari tadi tanpa berniat menanyakan sesuatu yang perlu Adara jawab.

"Sayang"panggil Adara pelan

Melihat keterdiaman suaminya Adara menghembuskan napas pelan "Kamu marah?" Seketika sadar ia mengulum bibirnya merututi kebodohan dengan pertanyaan di lontarkannya itu

Ia masih berusaha "Aku bakal jelasin, ak—"

"Gak perlu"sanggah Adrez lebih dulu. "Cukup aku jadi orang bodoh yang gak tau apa-apa!"

Adara menggeleng cepat "Aku udah gak ada hubungan apa-apa lagi sama dia"

"Aku tau, aku denger semuanya!"

"Terus, kenapa kamu diemin aku?"tanya Adara, jika Adrez memang mendengar semuanya ia sedikit lega tapi mengapa suaminya itu terlihat sangat marah bahkan urat-urat di tangannya sedikit menonjol.

Adrez melirik Adara dengan sorot mata tajam lalu manik matanya kembali fokus ke jalan. Karna tidak mendapatkan jawaban dari suaminya Adara enggan kembali bertanya, ia memilih ikut diam sepanjang perjalanan.

Sesampai di halaman rumah Adara turun lebih dulu dan memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya meninggalkan Adrez yang tengah memarkir mobil di garasi.

Di dalam kamar mandi Adara berpikir keras sembari mendumel-dumel tak jelas. Setelah puas berkutat dengan isi kepalanya yang tak ada jawaban, Adara memutuskan keluar untuk menanyakan langsung dengan orang yang bersangkutan.

Saat keluar dari kamar mandi matanya menelisik segala sudut kamarnya yang tidak ada kehadiran sosok yang di cari, namun sesuatu menyeruak masuk ke dalam penciumannya netra matanya mengarah pada balkon yang mengepulkan asap.

Ia berjalan ke arah balkon. Adara sempat tersentak sebentar namun kakinya kembali mendekat, mendapati suaminya yang sedang duduk berkutat dengan rokok yang mengapit di kedua jarinya.

"Adrez!"

Hilang sudah kecemasannya karna Adrez yang tiba-tiba mendiaminya berganti dengan keterkejutan di dirinya. Adrez yang mengetahui kehadiran Adara tetap meluruskan pandangannya.

"Sejak kapan kamu ngerokok?"

Selama 4 tahun pacaran Adara tidak pernah melihat suaminya itu merokok setaunya Adrez itu bukan perokok, mungkin kalo minum-minum Adara tau, itu pun tidak sering kecuali memang karna ada masalah. Dan untuk pertama kalinya suaminya menggunakan benda itu di depan matanya pula.

"Aku tanya, sejak kapan?!" Adara menaikkan satu nada suaranya

Adara jengah melihat suaminya yang tidak memperdulikan kehadiran dengan santainya mengesap rokok lalu mengepulnya ke udara. Ia berdiri di hadapan Adrez dengan merebut paksa benda itu.

A Life After The MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang