41 - Cucu

3.2K 395 126
                                    

Halo, apa kabar?

Kangen, loh, beneran.

Semoga kalian sehat selalu, ya.

Yay, akhirnya aku update juga setelah sekian purnama. Semoga kalian masih inget sama ceritanya, ya!

Btw, alhamdulillah keriwehan hari-hari kemaren udah aku lewati dengan cukup baik, jadi, aku udah bisa kembali ke dunia oren ini ketemu kalian.

Enjoy, selamat membaca!

-----

07.30

Bian menyantap bubur ayam bersama David di ruang makan apartemen milik David itu. Pagi tadi, Bian benar-benar seperti orang mati. Susah sekali untuk dibangunkan. Bahkan, David hampir menyerah. Andai dia tidak ditelfon oleh Darel karena ponsel Bian yang sulit dihubungi, pasti David juga akan tega tidak membangunkan Abangnya itu.

"Bang, lagi kenapa, sih?" tanya David to the point.

Bian yang tengah menyendok bubur ayam pun menatap David dan lekas menggeleng. "Ngga papa," jawab Bian santai kemudian memasukkan satu sendok bubur ayam ke mulutnya.

David tersenyum kecut. "Ngga usah kaya cewe, lah, Bang. Aku tahu, kok. Ada masalah, ya, sama Mba Nara?" tanya David tepat sasaran.

"Udah, udah, makan aja," jawab Bian.

Bian pun membereskan mangkuk dan gelas yang telah selesai dia gunakan. Dia duduk sejenak untuk menunggu makanan yang sudah dia santap itu turun. Bian menggulir ponselnya dan melihat beberapa agenda hari ini. Hari ini dia akan lembur sampai pukul delapan malam.

Ah, dia lupa membuka notifikasi pesan. Sudah berderet dengan hanya satu nama pengirim. Istriku.

138 panggilan tak terjawab

Kemarin

[22.30] Mas, pulang...

[22.30] Mas Bian aku minta maaf.

[22.31] Mas...

[22.33] Mas...

[22.38] Mas Bian...

[22.41] Aku tahu aku salah, aku salah banget.

[22.47] Aku harus apa biar kamu pulang?

[22.50] Mas, aku pusing.

[22.56] Mas...

[23.28] Ya, udah, kalau kamu masih ngga mau baca pesanku. Selamat tidur, ya, Mas. Jangan begadang.

Bian hanya menghela napas melihat pesan-pesan itu. Hatinya sakit, karena seolah dibohongi. Tapi jika boleh jujur, dia juga merasa ingin pulang. Terlebih saat dia membaca pesan bahwa Nara pusing. Namun, egonya terlalu tinggi. Dia kubur dalam-dalam untuk pulang.

Bian yang tengah memainkan ponselnya pun tidak sadar kalau David sudah duduk di sebelahnya dan melirik ke pergerakan tangan Bian.

"Kalau ada masalah itu diselesaikan, Bang. Bukan malah kabur kaya gini," kata David.

Bian menoleh ke arah kirinya. "Kamu baca, ya?" tanya Bian pada adiknya itu.

David hanya tertawa. "Ya, ngga sengaja aja. Ada apa, sih? Cerita sama aku, Bang. Siapa tahu aku bisa bantu," jawab David.

Bian hanya mendelikan bahunya dan meletakkan ponsel di meja. Beberapa kali Bian terdengar menghela napas kasar. "Nara hamil," ungkap Bian yang membuat David terkejut.

"Wah, aku bakal jadi Om lagi, dong? Yes!" kata David sumringah. David memang menyukai anak kecil, sangat menyukai. Tampang boleh berandalan, tapi hatinya akan luluh jika melihat bocah-bocah kecil yang menggemaskan. "Terus kenapa malah jadi masalah besar? Bukannya kabar itu harusnya bikin bahagia?" tanya David.

Amerta - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang