Gavin hanya bisa berdoa dalam hati, supaya mereka berdua akan selamat setelah menaiki wahana ini.
Ketika benda tersebut bergerak pelan. Gavin menelan ludah kasar, ingin memeluk Ara pun tidak bisa. Karena duduknya sendiri-sendiri. Yang bisa dia pegang ialah pegangan yang berada di depan perutnya. Untuk menjaga keselamatan.
"Aaaaaaa, Araaaa" teriak Gavin begitu wahana itu berputar kencang.
"Woaaaaa, ini seru bangetttt" Ara berteriak senang.
Gavin yang berada di belakang Ara sudah ketar-ketir. Dia mual, ingin mengeluarkan semua isi perutnya.
"Huaaa, mau turun. Nggak mau naik ini" teriak Gavin sambil merengek seperti anak kecil.
"ARAAAAA"
Gavin terus menerus berteriak ketakutan, sedangkan Ara malah senang dengan permainannya.
Sampai akhirnya, permainan itu pun selesai. Gavin turun lebih dahulu, sambil berjalan sempoyongan menuju bangku yang tersedia di dekat situ. Sedangkan Ara turun dengan wajah gembiranya.
"Hueeekk..."
"Astaga, Kak. Kenapa?" tanya Ara begitu mendengar Gavin yang muntah-muntah.
"Ini karena kamu, Ra"
"Kok aku sih, Kak?"
"Ya, emang karena kamu. Ngapain juga naikin tuh wahana?"
"Ya, kan tadi Kakak ngebolehin, jadi aku naik dong. Salahnya dimana?"
"Kamu--hueekk..."
"Aduh, sebentar ya Kak. Aku beliin minum dulu. Kakak jangan kemana-mana" ujar Ara panik sambil berjalan menuju penjual minuman.
'Emangnya aku mau kemana lagi, udah lemes gini juga' batin Gavin sambil memperhatikan Ara. Takut juga kalau nanti Ara menghilang.
Tak lama kemudian, Ara datang membawa dua buah botol air mineral dingin. Dan memberikannya kepada Gavin. Gavin menerimanya dan langsung meminumnya.
"Udah enakkan, Kak?"
Gavin mengehela napasnya sambil mengangguk pelan. Mualnya sedikit mereda.
"Aku tadi beli minyak angin juga. Nih dipake, olesin di perutnya. Supaya lebih enakkan" Ara mengambil minyak angin yang tadi dibelinya dan memberinya pada Gavin.
Tapi Gavin tidak menerimanya. Dia hanya menggeleng pelan.
"Lemes, Ra. Nggak bisa pake itu sendiri" ujar Gavin dengan lemah.
"Lah? Tadi ngebuka tutup botol buat minum nggak lemes tuh"
"Y-ya, sekarang lemes Ara" alasan Gavin sambil menyandarkan kepalanya di pundak Ara.
"Ya udah, nggak usah dipake"
"Ihh, kamu nggak peka banget sih. Maksud aku tuh, kamu yang gosokin minyaknya"
Ara terbelalak kaget. Yang benar saja, pikirnya. Masa dia harus menggosok perut Gavin. Belum apa-apa jantungnya sudah hampir copot. Selama ini, Ara tidak pernah melihat tubuh Gavin--suaminya ini secara langsung maksudnya dalam keadaan half naked, apalagi menyentuhnya.
"Jangan sembarang deh, Kak. Orang-orang ngelihat nanti. Lebih baik, nggak usah"
"Biarin aja mereka lihat. Orang kita udah sah, kok. Ayo, Ara" Gavin tetap memaksa Ara untuk menggosok perutnya. Dia ingin Ara mengelus perutnya. Memang sudah tidak waras Gavin ini.
"Nggak mau Kak, ini di tempat umum. Orang-orang nanti mikirnya kita berbuat yang nggak baik lagi disini" ujar Ara sambil memperhatikan sekitarnya. Ada yang tidak memperdulikan mereka, tapi ada juga yang sesekali melirik ke arah mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG BABY [On-Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] _____________ Dijodohkan!? Tidak pernah sedikitpun terlintas di pikiran Ara untuk menikah muda--apalagi menikah dengan kakak kelasnya sendiri yang mempunyai sifat seperti es batu. Dingin. Tapi jika sudah dijodohkan da...