CHAPTER EMPAT
PENJAHAT UTAMA
Makan siang itu berlangsung di satu gazebo istana. Para juru masak memamerkan hidangan bagaikan tengah berkompetisi. Taehyun termangu, apalagi belum pernah dia menyaksikan sendiri makanan berdatangan secara terus menerus sampai memenuhi meja panjang mereka. Beomgyu memperhatikan raut tertarik pemuda itu dan berdeham.
"Kau lapar, kan?" tanyanya sok peduli.
Taehyun mencebik kasar, ketika makanan terakhir tiba di meja, dia pun mulai balas memandangi Beomgyu. "Ya... sedikit, kupikir makan bersamamu tidak pernah ada di agenda kita."
"Urusan kita bukan hanya di kamarku."
Jawaban itu sukses membungkam Taehyun. Pemuda itu merasa salah tingkah dan kepanasan dalam waktu cepat. Dia jelas tahu cara membuat orang jadi malu, batin Taehyun menyahut. Bagaimanapun, obrolan itu nampak tidak serasi di sini, apalagi ada banyak dayang menemani dan jelas dapat mendengar.
Apakah gosip panas begini dibiarkan begitu saja?
Jika mereka tahu, mereka pura-pura tutup kuping dan mengunci mulut? Taehyun mulai penasaran sejak kapan Pangeran Tyun masuk-menyelinap-dapatsesipanas bersama Raja Choi ini. Sejak dahulu? Sejak Permaisuri Feng disandingkan dengan Raja Choi? Ini jelas jadi sejarah kelam.
"Mengapa melamun?" Raja Choi selesai berdoa. "Ayo ambil sumpitmu dan makan sekarang."
"Hm, ya."
Sebisa mungkin Taehyun menjaga sikapnya—makan perlahan tanpa suara, kemudian tidak menatap balik Beomgyu. Taehyun sadar betul, Beomgyu terus memaku perhatian pada wajahnya. Selama mereka makan, hanya ada kesunyian sedangkan Beomgyu makan sama tenangnya dengan sikap biasa waktu dia memandangi Taehyun. Mungkin itu satu hal yang dipejari; untuk tetap tenang. Mungkin itu satu hal yang jadi keunggulannya; memantau tanpa membuat kegaduhan.
Taehyun beres. Dia menenggak minumannya, kemudian mengusap sudut bibirnya perlahan.
"Kapan terakhir kau minum? Usiamu sudah dua puluh dua, seharusnya minum bukan jadi masalah, kan?" tantang Beomgyu sesuai Taehyun menaruh wadah gelasnya.
"Hm, entahlah."
Beomgyu tersenyum picik. "Mau minum bersamaku? Kita jarang punya duduk untuk minum, aku sangat sibuk dan kau fokus pada studimu." Dia tidak bercanda, kan? Apakah dia memang sengaja memancing-mancing Taehyun? "Ini ajakan terbuka, kau boleh menolaknya."
"Hm, kalau begitu akan aku pikirkan," sahut Taehyun enteng. Duduk bersama Beomgyu sudah buat panas dingin, apalai minum hingga kesadarannya tersingkirkan. Mungkin esok paginya, dia tidak menggunakan pakaian sama sekali karena terbujuk rayuan Beomgyu. Ah tidak-tidak! Otak Taehyun jadi makin kotor kalau menyangkut Raja Choi ini, dan jelas membayangkannya sekarang sangat buruk, terlebih setelah kabar berduka Permaisuri Ling. Taehyun harus bersikap hati-hati.
*
*
Area istana punya banyak paviliun teduh. Taehyun mengunjungi salah satu karena katanya guru utamanya ada di sana. Namanya, Tuan Shoi, dan karena Taehyun malas terus berpapasan dengan Beomgyu di istana—Demi Tuhan Terkasih! Apakah pria itu tidak punya urusan lain selain memantaunya?—Taehyun juga ingin berjalan-jalan sejenak. Perutnya sudah terisi, awan tengah bergerak teratur dan cuaca sedang bagus-bagusnya.
Bersama tiga dayang, Taehyun ditemani sampai ke depan pintu geser tersebut. "Selamat siang, Tuan Shoi," sapa Taehyun setengah membungkuk.
Pria tua itu menaruh cerutunya, kemudian tersenyum. "Pangeran Tyun! Ma—maaf, saya pikir masih ada waktu satu jam lagi sebelum kelas kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAI ITO | beomtae ✔
FanfictionTaehyun terhisap ke dalam novel yang dibacanya. Tidak sampai situ, Taehyun ternyata akan dibunuh oleh suami mendiang kakaknya, Raja Choi, sosok yang diam-diam merencanakan balas dendam terhadap keluarga Taehyun di novel tersebut. Taehyun terjebak d...