CHAPTER EMPAT BELAS
BEHIND THE SCENE
Beomgyu tak tahu kapan tepatnya. Atau sejak kapan Tyun menjadi satu-satunya yang penting di matanya. Tetapi, seiring waktu, Beomgyu sadar, antara dia dan Tyun pasti ada "sesuatu" meski terus mengelak, ada gairah menggebu di tengah mereka. Beomgyu abaikan semua peraturan istana ataupun hal moral yang dia ketahui. Siapa yang peduli dengan moral terkutuk? Beomgyu terhanyut akan tatapan indah dan bibir merekah, mengundangnya.
"Sebuah kehormatan bisa bermalam dengan seorang raja," gumam Beomgyu teramat dekat.
"Aku tak sudi!" Masih mau memberontak, huh? Tyun memelotot berusaha garang, yang justru membuat Beomgyu tergelitik. Beomgyu makin menghimpit tubuh pemuda itu ke dekat dinding, menghapus jarak yang ada. "Minggir!"
"Ssh."
"Minggir, kubilang!" pekik Tyun berang. Tyun melebarkan matanya sesaat Beomgyu bergeming. Taehyun sadar memerintah Beomgyu itu tak ada gunanya tapi kan, serius, dia tak bisa terjebak begini! Taehyun berusaha mendorong tubuh kokoh Beomgyu yang lagi-lagi berakhir sia-sia. Taehyun menggembungkan bibirnya, wajahnya semerah tomat, dan bibir mencebik dalam. "Yang Mulia, kau akan menyesal."
Beomgyu mengangguk pelan. "Aku tak peduli. Selama aku bisa tetap bersamamu, aku akan hidup dalam penyesalan." Beomgyu tersenyum licik. "Kau dengar itu?"
"Ugh! Aku benci kau!" Taehyun menahan bibirnya agar berhenti berkata-kata, tapi yah dia kewalahan. Tekanan tubuh Beomgyu di depan tubuhnya seperti undangan terbuka. Taehyun sadar, ini tidak benar. Semuanya fiksi. Semua ini ilusi. Semua yang ada di sini akan lenyap secepat keinginan Author-nim. Jika Beomgyu hanya satu karakter yang akan hilang dalam jentikan jari, tidak seharusnya Taehyun peduli, kan?
Beomgyu berbisik, "Tatap aku, Tyun."
"Tidak."
"Ini perintah."
"Persetan denganmu!"
Beomgyu cepat merengkuh dagu Taehyun. "Tatap aku, kubilang." Suaranya seperti belati yang langsung menusuk Taehyun. Apalagi Beomgyu tak memberi ruang agar Taehyun bernapas, jadi mau tak mau dia mendongak dan balas menatap Beomgyu dengan keji. "Bagus. Kau bisa mendengarkanku sekarang."
"Kau mau apa?" tanyanya muak. "Kalau kau hanya berniat main-main denganku, aku lelah. Sangat. Kau pikir aku tahan dengan semua ini? Mengapa kau tidak siksa saja aku? Huh? Kau mau aku mati perlahan?" Taehyun sudah menahan semua umpatan, sekarang saat sosok itu berada sedekat ini, Taehyun pikir dia siap melontarkan lebih banyak uneg-uneg yang mendekam bagai bangkai busuk dalam dada. "Jadi, Yang Mulia, kumohon. Kali ini saja, izinkan aku pergi."
"Kau tidak pernah patuh, ya?"
Taehyun memicingkan mata. "Untuk orang sepertimu? Tidak."
"Kau tidak takut apa pun?"
"Tidak!"
Beomgyu mengangguk dalam. "Kau terus menguji kesabaranku." Dengan gerakan pelan, Beomgyu sudah mencabut sesuatu dari sakunya, seraya mengarahkan ke dekat kulit leher Taehyun yang terekposos. Taehyun menahan napasnya, mendadak sesaat mata pisau itu hampir menggoresnya.
"Yang.. Yang Mulia."
Beomgyu mengeryit. "Kau bilang tidak takut, hm?"
Taehyun menahan napasnya. Setiap gerakannya seakan memicu pisau itu menggiris kulitnya. Dia mulai berkeringat, gugup, tak tertahankan. Sementara Beomgyu masih menahan tubuhnya di dinding, tak bergerak.
"Kau bilang, kau tidak takut." Dia mendekatkan wajahnya seraya menatap sepasang mata Taehyun yang mulai panik. Pisau itu dingin, menempel di kulit lehernya yang rapuh, mungkin mudah robek. Namun Beomgyu senang akan pemandangan itu; saat Taehyun dalam kendalinya. Tak pernah ada perasaan yang menandingi bagaimana Taehyun mampu kaku dan gugup begitu, dan Beomgyu senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAI ITO | beomtae ✔
FanfictionTaehyun terhisap ke dalam novel yang dibacanya. Tidak sampai situ, Taehyun ternyata akan dibunuh oleh suami mendiang kakaknya, Raja Choi, sosok yang diam-diam merencanakan balas dendam terhadap keluarga Taehyun di novel tersebut. Taehyun terjebak d...