CHAPTER DUA PULUH
ICE KING
Taehyun jarang memercayai dongeng. Menurutnya, itu tak cocok dengan umurnya. Tapi, sekarang, jika harus menjabarkan kisah Beomgyu mungkin akan terdengar seperti: konon di suatu negeri yang sangat jauh, hiduplah satu raja dengan hati membeku. Hati tersebut sudah lama mati, membuat sang raja tak paham dengan segala emosi manusia. Kebas. Tak dapat merasakan kesedihan, maupun segala kesenangan. Raja tersebut hidup dengan hati yang mati, terkurung dalam tulang rusuk dadanya, membeku, tak tersentuh. Tiap ada siapa pun yang berusaha menggapai jantungnya, akan langsung disingkirkan. Raja itu kesepian sepanjang hidupnya, tak merasakan apa pun, selain kekosongan. Seiring waktu, umurnya kian bertambah dan seluruh istana menjadi gunung es besar.
Tamat.
Mungkin terdengar seklise itu, tapi serius, Taehyun ingin langsung mendebat dengan Beomgyu lagi. Sayang, Taehyun langsung ditarik paksa keluar, tanpa sopan santun pula oleh penjaga itu seolah mendadak dia bukan pangeran! Akhirnya, mau tak mau, dia menyerah. Baik, Beomgyu sudah membuat langkah tegas menjauhkannya, yang justru memancing Taehyun untuk terus mendekat. Lihat saja!
*
*
Di ruang mandi khusus, Beomgyu melepaskan pakaiannya, kemudian menapaki lantai marmer dingin. Di tepi kolam, dia memasukkan satu per satu kakinya ke dalam air yang terasa hangat itu. Ada mata air khusus yang menyemburkan air hangat alami. Beomgyu merasa sedikit rileks sesaat dia berhasil duduk di dasar kolam yang tidak dalam, yang kalau dia berdiri hanya sebetisnya, dan Beomgyu merasa lega merasakan air hangat setelah beberapa waktu tak diizinkan mandi.
Ruangan itu dipenuhi uap-uap tipis, justru membuat Beomgyu mengingat terakhir kali dia di sini bersama Tyun. Tidak, dia harus berhenti memikirkan Tyun atau dia merasa kesal lagi. Semakin dewasa, Tyun makin keras kepala. Entah sifat dari mana, sikap membangkangnya pun makin menjadi.
Beomgyu jarang bersikap manis, tapi Tyun pengecualian. Namun, kesabaran pun ada batasnya. Jika Tyun terus bersikeras menentangnya, Tyun akan rasakan akibatnya. Tak peduli Beomgyu sudah bertekad akan menjaga Tyun seumur hidupnya.
"Kasihan dia. Ayah dan ibuku... tadinya akan membuangnya. Karena kau tahu, sebenarnya dia bukan bagian keluarga kami. Tyun anak haram bibiku, dia... dilentarkan begitu saja, tapi ayahku sangat menginginkan anak laki-laki sedangkan ibuku tak sanggup hamil lagi, jadi Tyun diangkat jadi adikku."
Beomgyu langsung geram mengingatnya. Haram. Telantarkan. Dua patah kata itu sudah menjadi duri dalam nadi.
Ada beberapa macam manusia yang Beomgyu benci, tapi orang tua yang kejam, menjadi satu-satunya di berada di puncak teratas. Beomgyu ingat, di hari itu, salah satu dayang tertua di istana berusaha menyeret tangannya dan meneriakinya untuk tak mendekat ke istana. "Kau akan dihabisi raja! Anak haram sana!" Kemudian, dia terbangun di desa antah berantah, seperti anak anjing kesepian dan murung. Tanpa ingatan jelas, tanpa persiapan, dan tanpa pernah tahu siapa yang akan mengulurkan tangan untuk membantu. Tyun, setidaknya masih beruntung karena Ling menyayanginya seperti adik sendiri, dan terus mencurahkan perhatian serta kasih sayang. Ling, istri tercintanya.
*
*
Sesuai berpakaian lengkap, Beomgyu langsung diarahkan ke halaman terbuka di belakang istana. Ada beberapa gazebo indah dan danau di sana. Beomgyu biasanya menyendiri di sana, tapi keadaannya agak berbeda setelah perbaikan di sana sini. Satu orang itu masih terikat, wajahnya kotor dan penuh luka.
"Kau .. yang namanya Sora?" Beomgyu menghentikan langkah. Tepat di dekat tangan Sora yang masih terikat di satu besi kuat. "Kau pasti mengenal Hajun, kan?"
Sora mendongak, nampak marah. "Apa yang kau inginkan, Bajingan?!"
Beomgyu tersenyum, kemudian agak menunduk. "Kau masih berani bersumpah serampah di sini? Serius? Katakan padaku, apakah Hajun bersamamu? Di mana keparat itu?" Sora memalingkan wajahnya, Beomgyu langsung mencengkeram dagu perempuan itu, menyentakannya. "Jawab."
Sora justru meludah di dekat wajah Beomgyu. Satu pengawal langsung memberikan sapu tangan agar Beomgyu mengelapnya. Setelah bersih, Beomgyu melemparkannya ke wajah Sora. "Aku malas bersabar di sini."
"Hajun mati karenamu!"
Beomgyu berhenti melipat lengan pakaiannya. "Uh?"
"Dia... dia terbunuh!" Sora tak sanggup menampung air matanya. Sekujur tubuh Sora sudah sakit dan terluka perih, sekarang hatinya ikut tercabik. "Kau tahu, dia satu-satunya yang aku punya. Kau justru melenyapkannya."
"Aku tak percaya."
"Dia jadi buruan semua orang! Terlebih, prajurit sialanmu itu." Sora mengingat dengan miris bagaimana rmah mereka dihancurkan tanpa ampun, padahal Sora tak terlibat di penyerangan malam itu. Sora juga ingat Hara dan Cio yang langsung dibawa, membuat peristiwa itu menjadi trauma tersendiri untuknya. "Mereka dihabisi, semuanya. Tanpa terkecuali, di depanku."
Sora tersedu-sedu. Beruntung, dia masih sempat lari sewaktu mendengar suara gemuruh, jadi dia berhasil menyelamatkan diri. Sisanya? Justru dibakar hidup-hidup, dan dilenyapkan begitu saja. Sora menundukan wajahnya, terus menangis. "Aku tak tahu iblis seperti apa dirimu ini, Yang Mulia."
"Ini bukan apa-apa."
"Kau biadab!" teriaknya, berusaha bangkit melawan pancang, namun sia-sia. Sora terisak lebih keras, berteriak kencang. "Kau terkutuk!"
Beomgyu mulai menyuruh prajuritnya menyerahkan pedangnya tersebut. Sejenak, Beomgyu mulai menimbang-nimbang, merasakan bobot pedang itu, sampai akhirnya satu sosok justru merentangkan tangan di depan Sora.
"Jangan! Kumohon!" Tyun!
Beomgyu berhenti. "Pangeran, kau.." Beomgyu langsung menoleh, dan para dayang langsung dalam posisi bersimpuh. "Ckck, astaga." Beomgyu kembali menelengkan kepala. "Pangeran, menyingkir."
"Jangan membunuhnya!" Taehyun bergeming. "Dia.. dia tak boleh dihukum."
"Oh ya?"
Taehyun gemetaran hebat, apalagi pedang itu nampak mengerikan—berkilau dan seperti menunggu waktu pas untuk menebas apa pun—tapi Taehyun tak mungkin membiarkan Sora dibunuh begitu saja. Taehyun tetap merentangkan kedua tangan, mencoba menghalangi. "Aku takkan membiarkannya!"
"Pangeran."
Taehyun menoleh kecil, tersenyum. "Aku takkan membiarkan kau terbunuh, Noona." Sora terdiam, sedangkan Taehyun menatap berang Beomgyu. "Jangan berani!"
Seolah melihat mainan baru, Beomgyu justru tersenyum. Dia tetap menggengam pedang besar itu, kemudian mulai mendekat. Taehyun kian panik, namun tak bergeser. "Mau tahu seberapa tajam ini?" Beomgyu cepat menebas satu batang kayu di dekatnya. Secepat kilas, semua terbelah. "Lihat?"
Taehyun meneguk ludahnya.
"Ini akan langsung... menebas apa pun."
"Yang Mulia.."
Beomgyu cepat mengarahkan ke dekat dada Taehyun, agak menekannya. "Mau aku menusuknya di sini, Tyun?" Taehyun menahan napas, menunduk tepat saat mata pedang itu hampir menekan lebih dalam sisi kiri, mengarah ke jantungnya. Pakaian ini tak cukup tebal, jadi mungkin satu gerakan saja, maka habislah dia.
"Yang Mulia." Taehyun tak dapat berkata-kata lagi.
"Jangan berpikir kau adalah segalanya. Aku bisa kehilangan kesabaran sekarang!" Beomgyu langsung menebas cepat, namun mengenai bagian terluka pakaian Taehyun, disusul bagian lengan pakaian Taehyun.
"YANG MULIA!"
"Menyingkir kubilang, Sialan!" teriaknya.
Taehyun tetap di tempat, memejamkan mata.
[]
**Spoiler: ending di novel "Akai-Ito" itu ada karakter yang koit, gaes. Karena Taehyun di sini, mungkin ada dua kemungkinan aja; tetap kayak di novel yang udah ditulis si "penulis" atau diubah sama Taehyun. Apa pun itu, yang pasti butuh usaha ataupun pengorbanan. Eaa.
Beomtae, ayo ngenggggg.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAI ITO | beomtae ✔
FanficTaehyun terhisap ke dalam novel yang dibacanya. Tidak sampai situ, Taehyun ternyata akan dibunuh oleh suami mendiang kakaknya, Raja Choi, sosok yang diam-diam merencanakan balas dendam terhadap keluarga Taehyun di novel tersebut. Taehyun terjebak d...