CHAPTER DELAPAN BELAS
DEBAR
Dalam kamar, Taehyun masih merasa perutnya terpilin tak nyaman. Bibirnya terasa kecut, sedangkan dia terus menutup mulutnya dengan kedua tangan. Taehyun menyesal sudah melihat jenazah tadi. Setelah ada peringatan dari prajurit bahwa ada dua jenazah lain, tanpa menunggu lama, Taehyun berhambur ke dalam kamar. Perasaannya campur aduk.
Hara? Cio?
Taehyun merasa isakannya teredam karena suasana riuh di bangunan istana. Beomgyu sepertinya sudah tiba, jadi mereka menyambut seperti biasa. Tapi, Taehyun tak mampu untuk menengok, rasanya seperti ada yang mengganjal.
Dia rindu Beomgyu. Seperti dua minggu terakhir ini, ada yang hilang. Tetapi, realitanya, melihat Beomgyu bukan hal yang Taehyun inginkan sekarang. Taehyun masih sulit percaya jika itu benar Hajun.
Air matanya tak tertampung. "Kenapa kau... jahat? Kita harusnya bersama, bukan?" Taehyun meremas tangannya yang mulai turun dari mulut. Hajun berhak akhir bahagia. Hajun berhak dapatkan akhir yang indah. Taehyun kehabisan daya, dia ingin mengutuk penulis sinting ini terus menerus. Tapi, sebagaimana para tokoh yang berperan di novel ini, Taehyun tak bisa berbuat apa pun.
Dia ini hanya boneka di dunia penulis ini.
Taehyun memukul-mukul dadanya yang sesak, kemudian mulai menunduk dalam. Air matanya berjatuhan bebas begitu saja. Sejak hari dia tiba di istana ini, dia tak menyangka harus berhadapan dengan banyak hal yang tak pernah dia dapatkan di dunia nyatanya. Tak pernah sekalipun. Dan mau fiksi atau bukan, kematian ini jelas... menyakitkan.
*
*
Buru-buru Taehyun bangkit dan menghabus air matanya. Beomgyu muncul secara mendadak, membuat Taehyun seketika menahan napasnya, tak sanggup bereaksi apa pun. Beomgyu meminta mereka meninggalkan dirinya dan Taehyun berdua.
"Hai," katanya menatap Taehyun.
Taehyun masih membeku, hanya menatap kosong. Beomgyu jelas tidak terlihat sehat. Pipinya lebih tirus, bibirnya pucat, rambutnya agak lebih panjang dari yang Taehyun ingat, dan yah, kantung mata gelap menghiasi sepasang mata Beomgyu. Sorot yang biasanya penuh dengan dendam mendalam sudah luntur, digantikan tatapan tidak terbaca.
"Yang Mulia," jawab Taehyun setelah mengumpulkan suaranya. Taehyun tak sadar betapa dia ingin menatap wajah tersebut. Dua minggu terasa seperti berbulan-bulan saat mereka tak bersama. Taehyun bahkan sering terbangun, mengecek ke dekat pintu, atau ke dekat jendela karena takut saat dia tertidur, Beomgyu ternyata pulang. Dua minggu berlangsung, barulah sosok itu benar-benar di depannya. Nyata. Begitu dekat.
"Sebaiknya kau tidak keluar sekarang. Aku akan..." Tubuh Beomgyu ambruk di depan tubuh Taehyun. Beomgyu menghela napas pelan di dekat bahu Taehyun. "Aku akan menemui mereka nanti. Rasanya sangat lelah, Tyun."
Taehyun tak menyingkir atau apa, dia membiarkan Beomgyu masih bertumpu padanya, dengan tubuh sempoyongan menempel padanya. Taehyun juga tidak berteriak marah atau tersinggung.
Hanya diam. Bagai patung.
"Ya."
Beomgyu mulai melingkarkan tangan di sekitar pinggang Taehyun dan sengaja menambah beban tubuhnya pada Taehyun, hingga Taehyun terhuyung mundur dan terjatuh di ranjang. Beomgyu tak bergeser sama sekali. Dia malah menindih tubuh Taehyun. "Ini terlalu... bertubi-tubi," katanya parau.
Taehyun mengangkat satu tangannya. Dia hendak mengusap rambut Beomgyu, menenangkan, namun tangannya hanya menggantung di udara.
"Aku turut berduka atas kematian Ibu Suri, Yang Mulia."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAI ITO | beomtae ✔
FanfictionTaehyun terhisap ke dalam novel yang dibacanya. Tidak sampai situ, Taehyun ternyata akan dibunuh oleh suami mendiang kakaknya, Raja Choi, sosok yang diam-diam merencanakan balas dendam terhadap keluarga Taehyun di novel tersebut. Taehyun terjebak d...