Hari ini Loudi memilih pulang melewati gang sempit samping sekolah. Hah .... Rasanya sangat melelahkan karena seharian penuh ini ia harus berjibaku dengan banyak hal di Ruang Konseling, ia juga harus mendatangi guru kesiswaan-yang mana tak pernah ramah kepadanya-untuk mengurus kepindahan Loudi dari sekolah. Sebenarnya ia agak senewen melihat ekspresi guru itu karena terlihat tersenyum cerah tadi.
"Payah, bahuku seperti ditimpa beban ratusan kilo," ucap Loudi sambil meregangkan otot-otot bahunya. Tas di punggungnya bahkan sudah seperti bukan tas lagi.
"Hei, akhirnya kita bertemu juga dengan anak ini."
"Ne, kita tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini kan, hyung?"
"Haah?" Loudi yang mulanya setengah menunduk sambil meregangkan kepalanya spontan mendongak dengan mata menyipit, demi melihat siapa yang baru saja berbicara.
"Hei, bocah sialan! Kali ini aku takan melepaskanmu!" kecam satu dari dua preman itu.
Masih dalam posisi menyipit, mendengar ucapan preman itu, mengubah ekspresi Loudi menjadi datar. Ia memang sering sekali berhadapan dengan preman sekitar sini, belasan atau mungkin puluhan, dan itu terjadi hampir setiap harinya. Jadi, wajar saja jika ia tak begitu ingat dengan orang di depannya. "Hey, kalian berdua, pergilah! Suasana esok tak akan menyenangkan buatku karena kedatangan seseorang, jadi, jangan buat mood ku semakin memburuk dengan memaksaku meladeni kalian. Lagipula aku juga tak ingat siapa pria berbadan buntal di sebelahmu itu." Jika orang berkepala botak ia rasa, ia sedikit ingat, tapi yang satunya, ia bahkan berpikir jika pria itu preman baru.
"Apa?! Berani sekali kau menyebutku pria buntal?!"
"Hei, hei! Kau tak pernah diajari sopan santun, ya? Teriakanmu itu bisa saja membangunkan bayi yang sedang tertidur, tau?!"
"Ahh! Persetan! Ayo, habisi anak ini!"
⚠️💕⚠️
"Hufft ..." Dita meniup poninya untuk kesekian kali. "Parah nih mamah, masa aku ditinggal sendirian di bandara kayak gini. Seenggaknya anterin dulu gitu, ke rumah loudi. Nggak khawatir apa anaknya ditinggal sendirian di negeri orang, malem-malem lagi." Dita pasang muka paling ngenes, tapi apalah daya, takan ada yang peduli sekarang.
"Heeeeh ...." Dita mengerang lirih sambil mengusap muka, menghembuskan napas, mengeluarkan semua beban pikirannya lalu melangkah keluar dari area bandara.
Syukurlah masih ada translate bahasa inggris di sini, jadi ia tidak akan pusing-pusing amat membaca tulisan hanggul demi keluar dari bandara. Selebihnya, ia sudah mempelajari kosakata yang ia perlukan sepanjang perjalanan nanti, seperti di dalam bus, atau menanyai alamat pada seseorang. Ya, Dita hanya berbekal itu saja untuk keselamatan jalannya menuju rumah Loudi.
"Hah, itu dia!" Dita memasang ekspresi berbinar, syukurlah ia bisa menemukan halte dengan cepat, pikirannya sempat dihantui oleh macam-macam kemungkinan buruk tadi.
Dita mendesah lega tepat di bawah temaram lampu jalan. Ia menoleh kanan-kiri demi melihat kendaraan lalu lalang, tersenyum polos mencoba menghibur diri, berharap bus akan cepat datang.
Alih-alih mendengar suara khas dari kendaraan beroda empat itu, telinganya malah memekak mendengar suara bising kendaraan yang sepertinya lebih dari satu itu. Spontan, Dita menoleh ke asal suara dan siluet gerombolan penunggang kuda besi menyapa penglihatannya membuatnya panik dan spontan mencari tempat sembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fan Fict : DANGEROUS IN LOVE
FanfictionDita harus merelakan dirinya menuntut ilmu di negeri ginseng Korea demi menyelamatkan pendidikannya yang dipastikan tak bisa lagi ia lanjutkan jika memaksa untuk tetap tinggal di negara asalnya. Sialnya ia kembali dipertemukan dengan sosok cowok yan...