BAB 30. RINDU

238 46 1
                                    

Malam ini Dita kembali memimpikan ayah dan mamahnya. Sudah seminggu sejak kepergian Lina dan Arya dari kediaman rumah Via—eomma Loudi, ke Indonesia dan entah kenapa Dita kembali merasa seperti ketika dia pertama kali datang ke Korea, adaptasinya berubah drastis. Ia tak bisa berhenti memikirkan ayah dan mamahnya itu sampai terbawa mimpi dan membuatnya menangis setelah terbangun dari mimpinya itu.

Kali ini Dita merasa tubuhnya juga kurang baik ditambah suhu dingin di luar yang meski ia berada di rumah tetap sanggup merengsek masuk. Ia sangat lemas bahkan untuk sekedar duduk, kepalanya juga rasanya ingin pecah karena terasa berdenyut-denyut.

Di saat-saat seperti ini, yang harusnya perlu Dita pikirkan adalah hal-hal positif guna menguatkan imunitas tubuhnya, namun entah kenapa justru yang datang ke otaknya selalu hal-hal negatif. Ia tak bisa menahan pikirannya untuk tidak berpikiran macam-macam, seperti tentang ayah dan mamahnya yang musti tega membiarkannya tinggal di rumah orang, ayah dan mamahnya yang mungkin merasa lega karena tidak dibebani pikiran karena keberadaan Dita di sisi mereka dan tentang eomma Loudi yang mungkin sudah muak melihat keberadaannya di sini. Semua itu datang begitu saja tanpa bisa Dita elak meski Dita tahu itu bukanlah sesuatu yang benar dan tak seharusnya dipikirkan.

Dita menangis karena tak bisa berhenti memikirkannya. Ia kembali menyalahkan Ayah dan Mamahnya yang bukannya berada di sini saat ia sakit, malah pulang, sibuk dengan pekerjaan mereka. Ia jadi teringat kata-kata Taeyong waktu itu.

"Seberapa pun kau merindukannya, kau harus menerima fakta bahwa mereka juga di luar untuk kelanjutan hidupmu, kelanjutan keluarga yang mereka bangun bersama."

"Percayalah, mereka hanya ingin kau bahagia, kau bisa hidup layak di luar, tak peduli seberapa keras mereka bekerja, mereka akan tetap melakukannya karena itu kewajiban mereka," lanjut lelaki bermarga Lee itu.

"Yah ... meskipun kadang ambisi membuat mereka buta dan melupakan apa yang sebenarnya mereka perjuangkan dari awal. Atau mungkin beberapa di antara mereka menikah hanya sebagai peralihan status dan selebihnya pekerjaan adalah segalanya."

"Tapi aku percaya orang tuamu tak akan begitu, melihat anaknya yang berhati lembut dan baik hati, pasti menuruni sifat mereka." Taeyong tersenyum lagi dengan lembut.

Bukannya merasa lebih baik mengingat nasihat lelaki itu, Dita justru semakin menangis mengingat kalimat Taeyong mengenai ambisi karir orang dewasa. Apa mungkin begitu yang terjadi pada ayah dan mamahnya. Apa orang tuanya memiliki ambisi seperti yang dimaksud Taeyong?

Bunyi ketukan pintu dari luar sejenak mengalihkan atensi Dita, ia menarik napas tiga kali lipat karena masih sesenggukan.

"Dita! Lo udah bangun?!"

Itu suara Loudi, lelaki itu kembali mengetuk-etuk pintu sambil menanyakan hal yang sama, namun karena tak kunjung mendapat balasan, lelaki itu segera memutar knop pintu, ia tampak sedikit terkejut karena pintunya tak terkunci dari dalam.

"Gue nggak mau diomelin eomma, ya, kalo turun gak ada lo di sisi gue? Eomma udah buatin bubur tuh buat lo," ucapnya di ambang pintu.

Loudi tau Dita sudah bangun karena selimut perempuan itu yang tampak bergerak, "Gue nggak ada waktu nungguin lo, ayo bangun, udah ditunggu Jinny gue," ucap Loudi lagi sedikit sewot.

Loudi mengeryitkan dahinya melihat tak ada respon apa-apa selain terdengar gumaman dari perempuan itu. Mau tak mau ia menghampiri ranjang Dita, peduli setan jika perempuan itu sedang memakai dress tidur  karena Loudi pernah tak sengaja melihatnya keluar untuk mengambil handuk yang dijemur di balkon tengah, yang dari kamar Loudi maupun Dita tak ada akses untuk ke sana.

"Dita?! Lo kenapa?!" Wajah sengak Loudi tiba-tiba berubah panik saat melihat Dita terisak tanpa suara sambil menatap langit-langit kamar.

"Hey! Lo nangis kenapa?" Loudi bergegas duduk di sisi ranjang, menatap perempuan itu khawatir sambil menggenggam tangan Dita tanpa sadar.

Fan Fict : DANGEROUS IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang