BAB 29. Winter and Love

185 43 4
                                    

Jinny mengecek ponselnya, berharap ada pop up notifikasi dari seseorang yang selama 4 bulan belakangan ini tak pernah berhenti mencuri perhatiannya. Ia lalu mendesah saat tahu tak ada nama seseorang itu di layar ponsel.

Apa aku berhenti saja, ya ....

Untuk memikirkannya saja rasanya Jinny tak sanggup. Perasaannya sudah terlalu dalam pada lelaki itu. Senyumnya ... perhatiannya ... Pembawaannya yang humoris dan tak sungkan untuk bersikap sinis kepada siapapun, yang anehnya membuat Jinny semakin sulit untuk melupakannya.

Dan satu hal lagi yang mungkin cukup aneh untuk menjadi alasan kenapa dia begitu terpesona pada Loudi. Jari panjang dan lentiknya, iya, Jinny selalu terpesona setiap kali lelaki itu mendribel bola, menggenggam ponselnya, atau banyak lagi momen di mana jemari panjang lelaki itu sangat cantik di matanya. Ia berharap suatu saat bisa menautkan jemarinya pada jemari Loudi, rasanya pasti sangat, ah, rasanya ingin mati saja! Cukup cheesy, tapi memang begitulah keinginannya. Ia harap suatu saat itu akan benar-benar terjadi.

Jinny di rumah tak memiliki saudara, dia anak satu-satunya yang Eomma dan Appanya punya, tak heran jika mereka sangat menyayangi Jinny. Namun meski begitu, Jinny tak tumbuh menjadi perempuan yang manja, ia bahkan cenderung malu untuk menceritakan apa-apa yang dialaminya kepada kedua orang tuanya, sekalipun mereka menanyainya, Jinny selalu menjawab bahwa ia baik-baik saja dan semua berjalan seperti sebelumnya-meski kadang faktanya tidak.

Boleh dibilang Jinny mewarisi 50/50 dari diri Eomma dan Appanya. Wajahnya mirip eomma, postur tubuhnya pun sama-meski lebih tinggi ia beberapa cm. Tapi, tidak dengan sifatnya, ia cenderung introvert seperti Appa.

"Jinny-ahh!"

Lamunan Jinny pecah saat mendengar teriakan eommanya dari luar, sontak ia mendudukan dirinya dan menoleh ke arah pintu. "Ada apa eomma?" tanya Jinny.

"Cepatlah keluar!"

Jinny mengernyit sejenak sebelum akhirnya memilih untuk menuruti perkataan eommanya. "Ada apa eomma?" tanyanya lagi setelah membukakan pintu.

"Itu di ruang tamu, kamu lihat sendiri sana," perintah eomma yang tanpa ba bi bu berdiri di belakang Jinny dan mendorong bahu perempuan itu.

"Ish, eomma, ada apa memangnya?" tanya Jinny yang sedikit risih karena sikap eomma yang tidak biasanya. Eomma hanya bersikap seperti ini ketika Appa pulang saja, jadi ia heran.

"Sudah, ayo lihat saja!" ucap Eommanya dengan suara yang sedikit goyah seperti menahan sesuatu.

"Loh? Loudi?" gumamnya spontan membuat sang empunya nama menoleh. Benar, lelaki yang kini duduk di sofa itu Loudi.

Loudi tersenyum yang secara spontan membuat dada Jinny mencelus. Padahal baru beberapa hari tak bertemu tapi entah kenapa ia merasa sangat. Rindu.

Sebenarnya Jinny ingin langsung memeluk lelaki itu, atau paling tidak menanyainya banyak hal, mulai dari kenapa tak pernah menghubunginya, tapi ia sadar. Hubungan mereka masih kelabu.

"Kenapa?" tanya Jinny saat sadar gestur yang Loudi tunjukan padanya.

"Mmm, itu, pakaianmu," ucap Loudi pelan.

Jinny spontan merunduk. "Astaga!" Ia buru-buru naik lagi ke lantai atas saat sadar ia kini mengenakan tanktop dan celana pendek, yang kurang dari segaris menutupi perutnya.

"Tunggu, Jinhe!"

"Apa?!" ucapnya berbalik dengan wajah yang kini menampilkan semburat merah.

"Sekalian pakai baju yang cantik, mantel dan bawa syalmu, jika perlu bawa baju ganti sekalian, aku ingin mengajakmu keluar."

Fan Fict : DANGEROUS IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang