"Aku akan menemui dokter yang menangani eommaku, sementara itu kau bisa ke ruangan eomma lebih dulu, tak apa, kan?" ucap Taeyong saat keduanya tengah berada di koridor rumah sakit.
Dita mengangguk patuh, lucu, Taeyong tersenyum lalu mengusap pelan rambut perempuan itu dan bergegas pergi ke ruangan dokter yang menangani ibunya.
Dita kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan eomma Taeyong dengan senyuman cerah, rasanya berbunga-bunga saat mendapat perlakuan manis dari kekasihnya itu.
Dita memasuki lift di mana di sana ada 3 perawat yang tengah membawa meja roda kecil berisi alat-alat yang sepertinya untuk melakukan operasi.
Dita menekan nomor lantai yang akan di tujunya lalu segera berdiri santun, tak enakan karena hanya dirinya yang seorang pengunjung di sini, meski sepertinya perawat itu juga tampak berbicara non formal dengan rekannya.
"Kau tahu, kecelakaannya benar-benar mengenaskan, korban lelakinya mengalami luka parah, aku ingat rekan kita bahkan muntah-muntah setelah melihat kondisinya," ucap salah satu perawat sambil mengusap lengannya, merasa merinding sendiri.
"Kemungkinan selamatnya sangat kecil," timpal rekan lainnya.
"Itulah kenapa kita diprioritaskan untuk korban perempuannya, seperti yang kau katakan."
"Mereka masih SMA, hanya membayangkan diriku berada di posisi itu ketika seumuran dengan mereka sanggup membuatku merasa sesak."
Dita sedikit menoleh saat mendengar ucapan perawat itu, ia jadi teringat kejadian kecelakaan di jalan yang mereka lewati tadi. Obrolan dua pria dewasa itu, bukankah korbannya juga sama-sama masih sekolah?
"Siapa nama mereka? Aku lupa?"
"Kudengar, beberapa temannya yang datang, menyebut-nyebut nama Loudi dan Jinny, aku tidak yakin itu namanya."
Deg!
Jantung Dita seolah dipaksa berhenti berdetak saat itu juga, mendengar nama yang baru saja disebutkan perawat tadi.
Tidak mungkin! Dita berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu bukan mereka, bukan Loudi dan Jinny yang ia kenal. Atau mungkin ia baru saja salah dengar?
Dita menelan ludahnya susah payah, memberanikan diri untuk bertanya. "Permisi, maaf mengganggu-"
"Ah iya, aku ingat! Hoodie yang mereka pakai juga sama dengan miliknya!" potong salah satu perawat itu, heboh sambil menunjuk Dita.
Jantung Dita seolah mencelus dari tempatnya, seakan ada benda keras nan tumpul yang menghantam dadanya kuat-kuat. Napasnya mulai memburu, air matanya tiba-tiba membuat penglihatannya buram.
Dita menggeleng dan mengusap matanya. "Maaf, nama yang kalian sebutkan tadi, apa benar mereka korban dari kecelakaan itu?" Dita bertanya seperti orang bodoh, ia harap jawaban bukan dari perawat itu, meski kini dadanya mulai bergemuruh hebat.
"Iya benar. Mereka korban kecelakaan yang kami bicarakan."
"Apa kamu mengenalnya? Seperti yang rekanku katakan, seragam korban sama dengan yang kamu pakai," tanya perawat itu hati-hati.
Dita tak menjawab, air matanya meluncur ke pipinya, perlahan namun kemudian menderas, ia mengerjapkan matanya, berusaha menghentikan, berusaha menghentikan buliran itu, namun yang ada air matanya terus keluar.
Dita mengusap air matanya. "Su-suster, bisa antarkan saya ke ruangan operasi mereka?"
"Baiklah, kami juga berniat ke sana."
Dita menunduk selama di dalam lift, sekuat apapun ia berusaha mengontrol tangisnya, air mata itu tetap keluar bahkan sampai membasahi lantai lift. Membuat para perawat tadi menatapnya iba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fan Fict : DANGEROUS IN LOVE
FanfictionDita harus merelakan dirinya menuntut ilmu di negeri ginseng Korea demi menyelamatkan pendidikannya yang dipastikan tak bisa lagi ia lanjutkan jika memaksa untuk tetap tinggal di negara asalnya. Sialnya ia kembali dipertemukan dengan sosok cowok yan...