Sudah sebulan Dita belajar di sekolah barunya itu di Korea. Ia juga sudah semakin mahir berbahasa meskipun ada beberapa atau mungkin banyak kosakata yang belum ia ketahui, Dita tak masalah untuk itu, toh ia juga masih belum punya teman untuk diajak ngobrol, pengecualian Loudi notabene-nya satu negara dengan Dita.
Aneh, ya? Dita dengan entengnya mengatakan ia belum mempunyai teman, padahal, sekolah yang paling penting itu punya teman dulu. Tapi, ya, mau bagaimana lagi, benar kata Taeyong waktu itu, banyak dari kalangan penggemarnya yang membenci Dita. Bahkan rasanya semua siswi di sekolahnya pun sama membencinya.
Berbanding terbalik dengan siswa yang tak sedikit mengiriminya surat dengan amplop merah muda di lokernya, ada yang menggunakan bahasa Indonesia lah, Korea lah, tapi Dita bersyukur untuk surat yang berbahasa lokal (Korea) itu, karena justru ia banyak belajar bahasa korea dari sana dengan bantuan Loudi sebagai penerjemah.
"Dita!"
Dita tersentak saat mendengar suara cempreng di dekatnya, seperti tidak asing. Benar saja, saat ia menoleh, matanya mendapati sosok siswa yang pernah berurusan dengannya dan Loudi sebulan yang lalu. "Haechan?"
"Appa kbbar? tanyanya dengan logat Korea yang kental.
Dita tak kunjung menjawab meskipun matanya masih setia pada cowok dengan wajah kekanak-kanakan itu. Membuat sang empunya pertanyaaan memberenggut yang entahlah, Dita rasa itu imut.
"Ya, Dita! Kau tak menjawab pertanyaanku?!"
"Dengan pelafalanmu yang buruk seperti itu, wajar saja Dita tak ingin menjawabnya. Menurutnya, pertanyaanmu yang diulang-ulang setiap harinya itu terdengar menjijikan," celetuk Yuta asal.
Ucapan Yuta tentu saja membuat ekspresi Dita berubah panik menatap Haechan yang sepertinya menelan bulat-bulat omong kosong Yuta.
"Apa itu benar, Dita-ssi?" ekspresi Haechan seolah menuntut namun tidak dengan jawaban yang ia tak ingin dengar.
"Tentu saja Dita tak mau jujur denganmu, dia tak ingin menyakitimu," celetuk Yuta lebih dulu dengan santainya sambil menyenderkan kepala di senderan kursi.
"Bu-bu—"
Haechan keburu ngambek dan kembali ke belakang kelas, duduk di sebelah Johnny tanpa mau menoleh ke teman sebangkunya, Yuta.
"Hei, hei, kau menyakiti hatinya, lho," tegur Doyoung tak tega.
"Hah, biar saja, lagian aku yakin Dita benaran tertekan oleh sifat Haechan, jadi aku selangkah menuju surga bila membantunya," balas Yuta masih terlihat santai.
Sementara Taeyong, lelaki itu dapat melihat Dita menghela napas kemudian kembali menulis entah apa di bukunya. Sebulan mengamati, Taeyong merasa kasihan dengannya, ia belum melihat ada siswi yang mendekati perempuan itu. Teman Dita yang ia lihat hanya Loudi dan beberapa rekan Taeyong, meskipun hanya Haechan yang terlihat getol.
Rasanya ... Taeyong ingin sekali masuk ke dunia Dita, paling tidak ia bisa membuat Dita tak merasa kesepian. Entahlah ia benar atau tidak jika berpikir perempuan itu kesepian. Tapi mungkin kesepian sudah seperti teman sendiri bagi Dita. Ia pikir begitulah sosok perempuan itu.
Taeyong menggeleng sepersekian detik. Apa yang baru saja dipikirkannya? Kenapa ia memikirkan Dita, hingga sejauh itu? Sial! Taeyong berdecak pelan.
Jujur semenjak kejadian sebulan lalu. Taeyong tak bisa melupakan tangisan Dita waktu itu. Tangisan yang membawa lelah berkepanjangan. Seolah hidup Dita baru saja hancur dan kini berusaha bangkit.
Taeyong menyobek sedikit bagian bukunya, menggumpalnya menjadi bulatan kecil, lalu melemparnya ke arah Dita.
Pluk!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fan Fict : DANGEROUS IN LOVE
FanfictionDita harus merelakan dirinya menuntut ilmu di negeri ginseng Korea demi menyelamatkan pendidikannya yang dipastikan tak bisa lagi ia lanjutkan jika memaksa untuk tetap tinggal di negara asalnya. Sialnya ia kembali dipertemukan dengan sosok cowok yan...