#salamwrithingmarathon
#challengemenulisbersamaredaksisalam_pedDua hari setelah kejadian itu, semuanya berjalan normal. Tidak ada masalah apa-apa. Danu berangkat sekolah, lelaki itu tidak mengganggu Sasi seperti pemikiran Sasi.
Sasi pikir Danu akan menghadangnya dan mengancamnya agar tidak melapor hal itu pada Guru-guru.
Pagi ini, Sasi berangkat sekolah. Seorang temannya datang untuk menjemput dirinya.
"Nik, tahu enggak sih? Tadi gue liat Danu sama teman-temannya pada mabuk disitu."
"Oh ya? Terus Lo tegur si Danu?" Respon Nunik.
Mereka berdua pergi ke sekolah menggunakan motor milik Nunik dengan Nunik yang mengendarainya dan Sasi duduk di belakang.
Nunik merupakan teman SMP Sasi, mereka masih berdekatan hanya saja beda kelas yang kadang membuat hubungan mereka menjadi renggang.
"Ya kali gue berani negur tu cowok. Walaupun Lo sama Danu beda kelas, Lo tau sendiri kan sifatnya Danu itu gimana?"
Nunik mengangguk-angguk, "Ya resiko sih. Lagian Lo kenapa coba suka sama Danu, mana dari kelas sepuluh."
"Ish! Udah ah jangan di inget-inget! Mau move on gue!!" Teriak Sasi kesal. Dia juga tidak tahu mengapa dirinya bisa mengagumi Danu. Padahal tidak ada satupun di dalam diri Danu yang spesial menurut Nunik, menurut Sasi juga sama. Tapi entah kenapa dia suka sama Danu.
"Ngomongnya move on, padahal mah masih mikirin."
"Hm terserah." Balas Sasi cuek.
Mereka tidak mengobrol lagi sampai di sekolah.
"Si, buruan udah bel," ucap Nunik khawatir. Saat ia memakaikan motor, ia melihat para siswa buru-buru masuk ke kelas.
"Padahal gue bangun pagi," ucap Sasi pada Nunik.
"Bel nya kecepatan maybe."
"Dah gue ke kelas dulu!" Pamit Nunik yang langsung pergi ke kelasnya.
Sasi juga langsung pergi ke kelasnya. Langsung duduk di bangku paling depan, tetap sendirian.
Para siswa sudah duduk di kursinya masing-masing. Sepertinya benar dugaan Nunik, bel sudah berbunyi.
"Si. Gimana? Lo mau patungannya?" Puspa duduk di kursi sebelah kanan Sasi. Kursi yang kosong.
Sasi mendelik ke arah Puspa. "Ikut. Mau patungan berapa?" Tanya Sasi langsung ke inti.
"Dua puluh ribu aja deh buat Lo. Tapi gue lihat tugas matematika yang waktu itu ya?"
Wajah Sasi berubah menjadi datar. Tidak terlalu terlihat karena memang biasanya wajah Sasi itu datar.
"Yang mana?" Tanya Sasi pura-pura tidak tahu. Sebenarnya ia ingin menolak tapi gimana ya cara menolak secara halus?
"Yang Pak Johar tuh. Ya kali Lo enggak tahu, Lo kan murid paling rajin di kelas,"
Sasi menghela napasnya pelan lalu mengambil bukunya di dalam tas.
"Lihat ya?" Izin Puspa saat menerima buku itu. Sasi mengangguk pelan sebagai respon.
"Nih uangnya," Sasi mengeluarkan uang dua puluh ribu. Sebenarnya itu uang bekal nya hari ini, tapi tak apa diberikan. Sasi tidak jajan hari ini, otomatis ia akan menghemat uang. Uang di dompetnya masih aman. Sisa Lima puluh ribu rupiah.
"Oke gue ambil nih," ucap Puspa mengambil uang itu.
Sosok yang meminjam buku Sasi itu langsung berjalan ke arah mejanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Sasi (END)
Teen FictionSasi, perempuan pendiam di kelas. Sangat misterius. Dalam sejarahnya, tidak ada lelaki yang mendekati Sasi. Padahal usia gadis itu sudah bisa dibilang remaja. Biasanya para remaja akan membuat kisah remajanya sendiri. Namun kisah Sasi sangatlah polo...