24. Cry

122 27 0
                                    

#salamchallengewriting
#challengemenulisbersamaredaksisalam_ped

Mereka tidak benar-benar masuk ke dalam toilet. Hanya masuk ke dalam kamar mandi dan berdiri di hadapan cermin. Beruntung kamar mandi sedang sepi, apalagi sekarang jam istirahat.

"Sasi, Uci emang suka sama Danu tapi Uci enggak mau maksa Danu suka sama Uci. Apalagi sampe Danu ngejauhin cewek yang dia suka," Uci dan Sasi menghadap ke cermin.

"Tapi Ci...,"

"Tentang Papanya Sasi itu kan udah hampir setahun yang lalu. Itu juga urusan Uci sama Papanya Sasi, bukan Uci sama Sasi."

"Kalo Uci suka sama Danu bukan berarti Sasi enggak boleh suka sama Danu. Semua orang berhak suka sama Danu, tapi ujung-ujungnya tergantung sama Danu karena dia pemilik hati."

Uci menatap Sasi melalui cermin, begitu pula yang dilakukan oleh Sasi. Perlahan Uci berjalan pelan seperti sedang bercerita.

"Danu itu orangnya suka gonta-ganti cewek kan? Kalo Danu sama Sasi, Uci bakal seneng karena apa? Karena Uci yakin Danu bakal berhenti melirik cewek lain, apalagi Sasi kan galak."

"Tapi kalo bisa kalian enggak usah pacaran, kan dosa. Temenan lebih baik, temen spesial gitu," usul Uci.

Sasi tak sanggup menahan air matanya yang ingin keluar. Saat turun, air mata itu langsung dihapus olehnya karena tak ingin Uci melihat dirinya menangis hanya karena Danu. Gadis itu sangat baik hati, siapa lagi jika bukan Uci.

Saat Uci membalikkan badannya menghadap ke Sasi, buru-buru Sasi mengelap air matanya. Terlambat, Uci sudah melihat air mata Sasi terlebih dahulu sebelum pada akhirnya dihapus.

"Setelah kejadian itu, Uci enggak berani ketemu sama Mama Papah."

"Mereka orangnya religius banget, tapi tahu enggak apa yang mereka lakuin ke Uci pas tau Uci diperkosa sama Papanya Sasi?"

"Mereka bilang Uci sama Papanya Sasi harus dicambuk seratus kali. Padahal...," Uci menahan kata-katanya karena tidak kuat ingin menangis.

"Dicambuk?" Beo Sasi.

"Iya, Mama Papa pengen Uci dicambuk sebagai hukuman. Uci udah menjelaskan semuanya, tapi mereka enggak mau dengar karena sudah terlanjur kecewa,"

"Mama sampe bilang kalo cewek udah enggak ada keperawanannya sebelum menikah, dia enggak punya harga diri lagi,"

"Mama bilang gitu," tambah Uci.

"Sasi tahu kan waktu itu Uci pernah enggak berangkat tiga hari?" Sasi mengangguk, itu sudah beberapa bulan yang lalu.

"Itu Uci enggak dibolehin berangkat katanya perempuan kaya aku enggak ada yang perlu diandalkan lagi dalam pendidikan, mending urus anak. Tapi Tuhan Maha Baik, untung aku enggak hamil anak Papa kamu, Si."

Uci mulai ingusan, perlahan butiran air mata pun turun. "Kalo misalkan aku dikasih waktu buat mengulang waktu, aku enggak akan mau mengulang waktu karena aku yakin Tuhan punya maksud sesuatu dari kejadian itu. Buktinya aku menjadi lebih sabar setelah kejadian itu, sabar menghadapi segala makian padahal sebenernya aku juga enggak mau jadi korban itu. Memangnya siapa sih yang mau jadi korban kaya gitu? Enggak ada, Si."

"Mama sama Papah kaya benci banget sama aku. Bahkan waktu itu Papah sampe mau nusuk perut aku saking kesalnya. Waktu itu perut aku membesar itu karena Mama maksain aku makan terus katanya bumil harus sering makan, bahkan aku sampe muntah. Pas ke dapur tiba-tiba Papa mendekat bawa pisau tapi untung aku langsung sadarin Papa kalo kaya gini tuh enggak baik karena nyakitin hati aku."

Rahasia Sasi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang