Sweetheart

762 145 47
                                    

Before that i want to give a warning that this chapter and the next few chapters will be a bit mature, bcs Tama and Jennie have become lovers. There will be many scenes of them that will be a bit mature, so, i hope you are wise as readers. Thank you and happy reading
🥰❣️🦋🍓💋

_____________________________

Tama melepaskan pagutanya, ibu jarinya masih mengusap pipi Jennie lembut, deru nafas keduanya saling bersahutan, atmosfer yang tercipta di sekelilingnya cukup membuat keduanya terbakar buaian asmara yang mereka ciptakan sendiri.

"Kamu cantik banget, selalu cantik, Jennie."

Jennie diam, matanya masih terus beradu dengan netra milik Tama. Ia sendiri tidak menyangka kalau sekarang ini statusnya adalah pacar dari Julian Tamawidjaya. Siapa yang menduga kalau beberapa bulan yang lalu ia confess pada cowok yang sekarang berada di depanya ini dengan jarak yang sangat dekat, tapi tidak mendapat jawaban sama sekali. Lalu sekarang ia disini, berhadapan dengan Tama, dengan statusnya sebagai pacar.

Jennie menangkup rahang tajam milik Tama, mengusapnya lembut sama seperti apa yang Tama lakukan padanya.

Netra Tama turun pada bibir Jennie yang sedikit terbuka dan basah karna ulahnya barusan.

"I've never felt this happy before, Jennie."

"Yes?—what do y" Belum sempat Jennie menyelesaikan ucapanya, Tama sudah lebih dulu mendaratkan kembali bibirnya disana, sedikit menarik bagian bawahnya baru melepasnya.

Jennie tersenyum dengan apa yang baru saja Tama lakukan, sungguh, Jennie merasakan kupu kupu kini berterbangan di perutnya. Apakah Tama juga merasakan hal yang sama dengan yang Jennie rasakan?

"How cute." Jennie menundukan wajahnya saat Tama mengatakan hal itu, lihat, ia bahkan sekarang tidak memiliki keberanian untuk menatapa Tama.

Melihat pacarnya menunduk, Tama menarik dagu Jennie lembut. "Jangan malu, kamu cantik."

Jennie berdehem, menetralkan perasaanya. "Kamu udah ngomong aku cantik berapa kali hari ini? OH GOD! Aku kamu, like what?!?!" Jennie menggelengkan kepalanya layaknya anak kecil, hal tersebut membuat Tama menyunggingkan senyumnya.

"Nggak apa-apa, nanti kan terbiasa."

Jennie menarik nafasnya, kemudian menghembuskanya pelan, hal itu membuat Tama mengerutkan keningnya melihat tingkah lucu dari pacarnya ini. "Kenapa?"

"Enggak kok, nggak apa-apa, cuma lagi..... gugup aja."

Tama menggenggam tangan Jennie, memainkan seperti anak kecil. "Gugup kenapa?" tanya Tama sambil menatap mata Jennie.

Yang ditatap malah mengalihkan pandanganya ke sekelilingnya, kemanapun, asal jangan mata milik Tama. Jennie gak sanggup.

"Nggak tau, gugup aja."

"Kalo lagi diajak ngomong tuh liatnya kesini, jangan ke tembok." Tama menangkup kembali pipi Jennie.

"Liat mata aku, kan kita lagi ngobrol."

Jennie menghela nafasnya. "Tama, ini tuh aneh banget nggak sih?"

"Aneh apanya sih? Enggak lah, justru aku seneng. Emang kamu nggak seneng?"

𝐃𝐮𝐚 𝐩𝐮𝐥𝐮𝐡 𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐣𝐚𝐦 𝐭𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐡𝐚𝐫𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang