Chapter 10

1.1K 119 0
                                    

Jisoo pov

Saat aku menginjakkan kakiku di apartement ini, segera aku duduk di sofa kesayanganku sambil memandangi pesannya yang telah mengusik pikiranku. Sekelibat kenangan itu muncul, rasa sesak di dadaku pun muncul kembali.

Apa mau mu? Ketika saat itu aku mulai mencoba berdamai dengan keputusan kedua orang tuaku, kau malah pergi entah kemana. Mengabariku dengan beralasan sibuk syuting berulang kali. Dimana saat itu aku mulai belajar untuk menjadi sosok pendamping yang melayanimu seperti pasangan pada umumnya, tapi kau menyibukkan dirimu dengan pekerjaanmu.

Saat aku mulai lelah dengan perjuangan yang telah ku berikan, maka aku putuskan untuk pindah di apartement ini. Memutuskan untuk meneruskan pekerjaan Appa, menyibukkan diri sama sepertimu. Kulakukan seperti itu agar rasa sesak itu menghilang, sampai pada akhirnya aku menyerah dan kau pun menyerah, kita memilih jalan kita masing-masing. Memilih karir kita masing-masing.

Dengan kehadiran Gadis itu, hari-hariku mulai berwarna kembali. Walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama, sampai pada akhirnya ia menjadi kekasihku seperti sekarang.

Dan kenapa saat aku sudah mencintai gadis ini dengan sepenuh hatiku, sampai bisa melupakanmu, kini kau muncul dengan seenaknya mengajak untuk bertemu denganku. Aku tidak paham bagaimana jalan pemikiranmu itu.

Di saat pemikiranku berkecamuk seperti ini. Jennie menghubungiku, dia marah karena aku meninggalkannya saat ia tertidur. Aku mencoba untuk merayunya, memberi pengertian dan alasan yang bisa membuatnya tenang. Semarah apapun Jennie, dia tetap selalu memberikan perhatian sekecil apapun itu kepadaku. Seperti saat ini, ia mengomeliku untuk segera menyiapkan pakaian untuk tugas luar kota beberapa hari ke depan.

Aku mulai packing beberapa pakaianku, dan tak sengaja aku melihat sebuah kota bludru berwarna biru tua di dalam laci lemariku. Ketika aku membukanya, ternyata aku masih menyimpannya. Cincin pernikahanku yang sudah lama tidak ku pakai. Dengan cepat aku mengeluarkan kotak itu, dan membuangnya ke kotak sampah. Tidak peduli berapa mahalnya cincin itu.

Dengan bertemu dengan Jennie, aku memutuskan untuk menyerahkan sepenuh hatiku untuknya. Entah betapa sulitnya hubungan ini nanti, aku akan selalu berusaha memperjuangkannya.

Ku lanjutkan kembali kegiatanku yang tertunda. Setelah semua selesai, aku segera bersiap untuk bertemu dengan beberapa client yang harus aku temui.

Supir keluargaku sudah menunggu di lobi. Setelah aku tiba di lobi, segera aku memanggil staff apartement untuk membantuku membawakan koper dan bawaanku lainnya untuk dimasukkan ke mobil. Setelah semua selesai, aku segera masuk ke dalam mobil dan menyalakan Ipadku membaca dokumen agar client menyetujui kesepakatan dan bekerja sama dengan ku.

Sebelum mobil melaju memasuki jalan tol, aku meminta tolong pada supirku untuk mampir ke kedai kopi. Mobil sudah menepi di depan kedai kopi, supirku segera turun untuk membelikan kopi kesukaanku, sedangkan aku tetap di dalam mobil tetap membaca dokumen dan sesekali melihat ke arah luar jendela.

Ada beberapa segerombolan orang yang sibuk di dekat kedai kopi itu. Begitu banyak peralatan seperti syuting sebuah adegan drama. Saat aku memperhatikan hilir mudik segerombolan orang-orang itu, ku lihat pria berambuk cepak bagaikan orang yang siap memasuki wamil. Tubuhnya tegap dan tentu saja otot lengannya terlihat. Ya orang itu adalah Oppa Jung, pria yang pernah membuatku terjatuh dan dadaku sesak.

Aku memejamkan kedua mataku, dengan mengepalkan kedua jemariku. Rasa sesak itu muncul seketika ketika melihatnya. Ku atur nafasku perlahan, diiringi dengan membuka kedua kelopak mataku.

Oppa Jung melihat ke arah mobil yang ku gunakan, dan pada saat itu pula supirku sudah keluar dari kedai dan kewalahan membawa pesanan kopiku. Dengan cepat aku keluar dari mobilku, dan membantu supirku membawa satu gelas dan kertas coklat yang ia bawa.

Ketika aku sudah di dalam mobil, ku lihat lagi ke arah kerumunan itu. Pria itu berekspresi terkejut ketika aku keluar dari mobil tadi. Ia hendak mendekati mobilku, tapi dengan segera aku meminta tolong supirku untuk segera menjalankan mobilnya.

Jung Hae In, mungkin kedengarannya aku jahat. Ingin kau merasakan apa yang aku rasakan pada saat aku terpuruk.

Dimana saat itu, tiap harinya aku hanya memikirkanmu, dan tanpa kusadari air mataku mengalir keluar sendirinya. Beberapa kegiatan ku lakukan untuk berusaha melupakan tentangmu.

Dengan berpura-pura tersenyum saat bertemu teman, seolah-olah aku baik-baik saja. Padahal dibalik senyuman itu, aku menyimpan sesak di dadaku yang begitu dalam.

Mungkin aku terdengar jahat, aku ingin merasakan sakit yang kurasakan pada saat itu. Berharap kau merasakan sesak di dadamu, sama sepertiku. Dan berharap kamu hidup menjalani hari-harimu penuh dengan masa lalumu.

• bersambung •

Sweet Summer MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang