The Perfect CEO - 6

2.8K 214 5
                                    

Kakek menyesap teh buatan Chloe. Dia tersenyum tenang pada calon istri cucunya itu. "Kakek sangat penasaran pada calon istri cucu Kakek." Katanya sembari melempar senyum pada Chloe.

Chloe terslenyum tapi pikirannya masih melayang-layang ke saat dia dan Nick berdua. Ciuman Nick masih membekas di bibirnya. Masih terasa manis sekaligus pahit dalam waktu bersamaan. Pahit karena dia seperti bukan Chloe yang sesungguhnya.

"Oh, Nick, sebenarnya kedatangan Kakek ke rumah tidak hanya untuk melihat Chloe, tapi juga untuk bertemu denganmu. Kakek ada keperluan denganmu. dan Kakek ingin kalian tidak bertemu sampai pernikahan itu terjadi."

Dahi Nick mengernyit mendengar permintaan kakeknya. "Maksudnya, Kek?"

"Kakek rasa kalian sudah terlalu dekat kalau terus terusan bersama apa kalian tidak takut kalau nanti Chloe hamil lebih dulu sebelum menikah? Oke, di sini memang tak masalah tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan tapi bukankah itu akan menambah masalah bagi keluarga kita, Nick. Bagi bisnis kita akan ada orang-orang yang berniat menjatuhkan kita dengan kehamilan Chloe nanti. Dan, Kakek tidak mau Chloe stres. Dia belum tahu bagaimana kehidupan keluarga kita." Tatapan Kakek tertuju pada Chloe.

"Kamu akan menemui orang-orang yang tidak menyukaimu karena menjadi istri Nick. Kamu juga kan menemui banyak orang yang menatapmu dengan tatapan sinis, Chloe."

Chloe menangkap poin dari perkataan Kakek. Tapi, dia tidak peduli dengan orang-orang yang akan iri padanya, menjatuhkannya atau menatapnya dengan sinis atau mungkin membunuhnya sekalipun. Hidupnya tidak berharga saat 'Pria Sampah' ini menjadi suaminya nanti.

Perbincangan itu berlangsung cukup lama meskipun respons Chloe hanya senyuman, anggukan dan ucapan singkat tanpa berarti apa-apa. Chloe merasa lega setelah Kakek Nick pergi. Terkadang Chloe merasa terintimidasi oleh tatapan Kakek Nick. Dan Kakek merasa penasaran pada istri cucunya yang menurutnya terlalu pendiam dengan wajah murungnya seakan pernikahannya dengan Nick adalah sebuah kutukan.

"Sudah aku bilang aku cucu kesayangannya dibandingkan dengan Andrew mantanmu itu." Nick tersenyum sinis padanya.

"Aku tidak peduli apakah kamu cucu kesayangan kakekmu atau cucu yang memberikannya masalah besar. Aku tidak peduli, Nick."

"Kamu mulai berganti peran menjadi Chloe yang kurang ajar lagi. Mana dirimu yang sempat menantangku tadi?"

"Bukannya kamu bilang 'if you want me, just do it'." Nick menyeringai kepada Chloe.

Chloe mencoba menetralisir dadanya yang naik turun dengan cepat. Dia melakukan sesuatu yang tak seharusnya dilakukannya. Chloe meraih dada Nick dengan kedua tangannya. Naik ke bahu Nick dan berbisik di telinganya. "If you want me, just do it."

Nick tidak percaya kalau Chloe berani mengatakan hal itu. Seperti dia menyerahkan dirinya pada pria sempurna yang biasanya menaklukan berbagai macam wanita kecuali wanita seperti Chloe. Wanita yang bahkan tidak pernah tertarik padanya. Chloe memandang Nick sebagai sampah.

Chloe merasa sinting setelah menyadari apa yang dilakukannya. Dia melihat sebelah sudut bibir Nick melengkung misterius. Mereka bersitatap cukup lama hingga Chloe memilih memalingkan tubuhnya dan berniat pergi dari hadapan Nick.

Nick meraih pergelangan tangannya. "Munafik kamu, Chloe."

Chloe menelan ludah. Dia tidak ingin menatap mata Nick ataupun senyum pria itu lagi.

"Setelah mengatakan keinginan terpendammu, kamu mau pergi begitu saja?"

Chloe tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Dia merasa bodoh. Canggung, takut dan bingung. Apakah dia harus tetap berpura-pura menjadi wanita seperti yang baru saja dia perankan.

"Lihat wajahku, Chloe!" titah Nick.

Hening.

"Kamu tidak ingin menatap wajahku?"

Chloe masih belum bisa menatap Nick. Dia meyakinkan diri untuk berani. Berani menatap pria itu dan berani menampilkan sisi lain dirinya. Sisi lain yang bukanlah dirinya. Sisi lain yang paling dibencinya sebagai orang lain.

Chloe melepaskan beberapa kancing kemejanya hingga Nick terfokus pada bagian dadanya. "Aku akan menjadi wanita nakal di depanmu, Nick. Kemarilah." Chloe mengatakannya dengan nada bergetar samar yang bahkan tidak Nick sadari.

Untuk sesaat Nick melupakan Garnetta. Tapi, dia merasa kaku. Dia menyukai pemandangan di depannya namun hatinya menolak. Kenapa dia tampak sangat lemah di depan dirinya sendiri?

"Kamu hanya diam di situ dan melihatku saja?" Tatapan mata Chloe disertai suaranya semakin membuat resah Nick.

"Katakan pada kakekmu kalau kamu ingin menikahi Garnetta bukan aku. Kamu tidak berani mengatakannya? Kamu lebih akut kehilangan hartamu dibandingkan kehilangan Garnetta. Dasar lemah!"

"Bagaimana denganmu yang tidak bisa menolak pernikahan ini?" Balas Nick. Dia mendekati Chloe.

Napas Chloe mendadak berat.

"Kita di satukan karena tidak bisa menolak takdir yang sama, Chloe." Bisik Nick di telinga Chloe. "Kamu juga tidak bisa tetap bersama Andrew sebagai sepasang kekasih kan. Begitu pun aku. Tapi, aku yakin kamu akan bertekuk lutut padaku. Apa bedanya kamu dengan wanita-wanita di luar sana."

Bisikan itu semakin kuat hingga Chloe merinding. Tapi, dia tidak ingin telihat lemah, menyerah dan takut pada Nick.

"Kamu pasti akan mencintaiku lebih dari Garnetta mencintaiku, Chloe." Bisikan itu semacam sihir yang diucapkan kedua daun bibir Nick. Sihir yang bisa jadi kenyataan—yang Chloe takutkan.     

Tapi, rasanya tidak mungkin. Sangat tidak mungkin dia mencintai Nick yang baginya tak lebih dari seorang 'Pria Sampah'.

Bibir Nick semakin mendekati telinga Chloe. Chloe bisa merasakan sentuhan lidah Nick di bibirnya. Sayangnya, Kakek kembali dan menatap adegan yang seharusnya tak dilihatnya itu.

Nick refleks menjauh dari Chloe. Dan debaran dada Chloe terasa begitu mengerikan hingga dia takut sesuatu meledak di dalam dadanya.

"Sepertinya Kakek mengganggu kalian ya. Well, Kakek hanya ingin mengambil ponsel Kakek yang tertinggal. Kalian bisa melanjutkannya setelah Kakek pergi. Tapi, ingat harus hati-hati." pesan Kakek diakhiri dengan tawa renyahnya.

***

The Perfect CEO (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang