The Perfect CEO - 27

1.3K 160 55
                                    

Chloe dan Nick saling menatap setelah ciuman mereka yang intens, panas dan agak menyesakkan. Seolah jiwa mereka baru kembali dari tempat asing yang mengejutkan, tak ada sepatah kata pun yang terucap. Chloe melirik ke arah Garnetta yang sudah lenyap.

"Apa artinya ini, Chloe?" Tanya Nick.

Untuk beberapa saat Chloe tidak tahu harus menjawab apa hingga dia membuang wajah dan berkata, "Tidak ada artinya."

Mata pria itu menyipit, menatap Chloe yang menghindar dari tatapan mata tajam Nick. Amarah pria itu hilang tergantikan dengan rasa penasaran dengan apa yang Chloe lakukan padanya. Mencium bibirnya tanpa adanya tanda-tanda.

"Lupakan saja. Tadi, aku melihat Garnetta dan refleks aku melakukannya..."

"Garnetta?"

"Ya." Chloe melangkah meninggalkan Nick yang baru mengerti arti dari ciuman Chloe.

Dia mencium Nick karena ingin membuat hati Garnetta terbakar. Sama seperti saat Nick mencium Chloe di depan Andrew. Dengan alasan yang sama.

***

Chloe bergabung dengan Olivia, Jade dan El. Namun, El pamit karena urusan bisnisnya yang Chloe ragukan.

"Di mana Tuan, Nyonya?" Tanya Olivia.

"Di toilet." Jawab Chloe singkat.

Emma yang duduk di meja VVIP berjarak dua meja dari meja Chloe menatap Chloe dengan tatapan misterius. Seolah sedang memperhatikan menantunya. Chloe merasa Emma selalu memperhatikannya dan itu membuatnya tak nyaman. Emma bisa saja berpura-pura menyukai Chloe karena dia mengharapkan keuntungan dari Chloe atau dia memang menyukai Chloe sebagai menantunya. Dan Chloe tidak peduli sama sekali apakah Emma menyukainya atau tidak.

Nick duduk di meja orang tuanya sembari sesekali menatap Chloe. Chloe benar. Seharusnya, dia tidak memikirkan soal ciuman tadi dengan berlebihan. Toh, Chloe melakukannya hanya karena melihat Garnetta. Tapi, Nick tidak bisa lupa begitu saja. Nick bisa berciuman dengan wanita berbeda setiap malam dan dia dengan mudah melupakan wanita itu sebelum satu jam. Tapi, Chloe meninggalkan kesan ciuman yang lebih dari panas dan menggairahkan yang sulit dijangkau nalarnya.

Olivia melirik wajah Chloe yang dingin. Dia penasaran kenapa Chloe dan Nick malah duduk di meja yang berbeda. Bukankah, mereka baru saja menampilkan sandiwara apik. Saling menatap seolah-olah sedang dimabuk asmara, Chloe bahkan menyuapi Nick dan tangannya tak lepas dari lengan Nick. Menggandeng dan menggenggam tangan suaminya itu.

"Nyonya, Tuan terus menatap Anda." Olivia memberitahu Chloe yang tak menanggapi perkataan Olivia.

"Tuan punya mata, Olivia." Tegur Jade. "Aku ingin berkeliling ke luar. Aku benar-benar tidak cocok dengan pesta pernikahan yang resmi begini." Jade melesat pergi mencari udara di luar hotel. Dia tidak betah berlama-lama menghadiri acara pernikahan orang lain yang tak berkepentingan dengannya.

"Kenapa Chloe duduk di sana?" Tanya ayah Nick.

"Ada yang perlu dibahas dengan Olivia." Jawab Nick lancar.

"Chloe cantik sekali dengan gaun satin yang berkilau. Selera fashion-nya bagus." Puji Emma.

"Menurutku gaunnya biasa saja. Tapi karena Chloe yang mengenakannya jadi terlihat luar biasa." Peter tersenyum memandang menantunya itu.

"Dia memang cocok menjadi menantu kita, Sayang."

Nick yakin Chloe sebenarnya tidak menyukai gaun satin yang memperlihatkan lekuk tubuhnya itu. Chloe hanya berusaha menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Andrew dan Garnetta. Meskipun sempat melarang Chloe yang mengenakan gaun satin, Nick setuju dengan pendapat ibu dan ayahnya.

"Dia cucu kesayangan Thompson." Dean Willis membayangkan sahabatnya itu menggendong cucu kesayangannya.

Chloe menjadi cucu kesayangan Kakek Thompson karena dia adalah cucu pertama yang berjenis kelamin perempuan. Karena bagi Thompson, anak pertama atau cucu pertama berjenis kelamin perempuan adalah anak yang saat besar nanti akan menjadi wanita istimewa. Mereka menanggung hal-hal yang seharusnya ditanggung anak lelaki. Thompson teringat akan ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga bagi adik laki-lakinya.

"Aku harap kita semua menyayangi Chloe seperti Thompson menyayanginya." Ujar Kakek penuh harap. Dia menatap Nick seolah memberi kode pada Nick.

Haruskah Nick menyayangi wanita yang memberikannya label sebagai 'Pria Sampah'?

***

Sepanjang perjalanan pulang Nick dan Chloe tak mengatakan apa pun. Mereka hanya diam sampai mereka masuk di kamar yang sama. Nick masuk ke kamar Chloe. Selama ini mereka pisah kamar, namun Nick ingin memperjelas maksud Chloe yang menciumnya di depan Garnetta.

"Aku tidak menerima tamu masuk ke dalam kamarku." Kata Chloe sembari melipat kedua tangannya di atas perut saat Nick menutup pintu kamar Chloe.

"Kamu menciumku karena melihat Garnetta?"

"Astaga, Nick, kamu masih membahas hal yang sudah aku lupakan!" Dusta Chloe. Sama dengan Nick, dia tidak melupakan ciumannya itu. "Sudah aku bilang ciuman itu tidak ada artinya. Aku bisa mencium pria mana pun tanpa ada keinginan lain yang lebih intim kan." Perkataan Chloe menohok Nick sekaligus menyakiti perasaan Nick. Apakah di mata Chloe, Nick hanyalah pria yang ditemui di bar dan dilupakan begitu saja?

"Aku tidak bisa melupakan ciumanmu." Kata Nick tidak tahan lagi untuk mengutarakan apa yang dirasakannya.

"Itu karena kamu tidak seleluasa dulu. Mencium lebih dari satu wanita di waktu bersamaan."

"Bagaimana kalau aku tidak bisa melupakannya sampai..."

"Kamu akan melupakannya besok. Apa yang terjadi denganmu? Apakah kamu selemah itu, Nick? Sikapmu hanya menunjukkan betapa lemahnya dirimu di depanku."

Nick tampak frustrasi. "Chloe..." disadari atau tidak, Chloe seperti mengirim sinyal di otak Nick melalui ciumannya hingga pria itu kesulitan melupakan ciuman Chloe yang magnetic.

Apakah Nick mulai kecanduan Chloe? Atau mungkin dia termakan omongannya sendiri?

***

Next???
Aku tunggu sampai 55 komentar ya, ntar aku update lagiii 🤗 Aku baru aja publish cerita Boss and Secretary ya

The Perfect CEO (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang