The Perfect CEO - 11

2.1K 166 10
                                    

"Jadi, bagaimana dengan malam ini?" Nick kembali menyeringai. "Di sini terlalu dingin kalau harus telanjang."

"Sialan!" Umpat Chloe. Dia berharap apa pun terjadi pada dirinya saat ini juga daripada harus memberikan tubuhnya pada pria yang dijulukinya 'Tuan Sampah' dan 'Pria Sampah' itu. Dua julukan yang memiliki arti sama.

Olivia berlari ke atas rooftop disusul seorang pria. Jade.

Mata Nick menyipit melihat Jade dan Olivia berlarian ke arah mereka.

"Jade, aku bilang jangan ke mari." Tegur Olivia pada Jade.

"Aku ingin melihat pengantin baru." Ujar Jade santai.

"Kamu sinting, Jade." Olivia menatap Jade dengan putus asa.

"Kenapa kalian kemari?" tanya Nick dingin dengan mata yang selalu menunjukkan kesombongannya. "Kalian mengganggu kami saja." Dia kembali mengancing beberapa kemeja yang dilepasnya seolah dia dan Chloe sama-sama menginginkan malam yang berjalan dengan tenang yang hanya diisi erangan Chloe.

Chloe bersyukur, dia baru saja mendapatkan keajaiban dengan kedatangan Olivia dan Jade. Meskipun dia pribadi kurang menyukai Jade.

"Aku hanya ingin mengawasi kalian berdua. Sebagai pengantin baru, tentunya." Jade tersenyum lebar.

Nick membenamkan kedua tangannya di saku celananya. "Maksudmu melihat aku dan Chloe bercinta?" Tanya Nick tanpa tedeng alih-alih.

"Hahaha." Jade tertawa.

"Aku sarankan kamu menonton film yang hanya dipenuhi adegan dewasa, Jade."

"Aku mendapat tugas dari Tuan Willis-kakekmu untuk mengawasi kalian. Jadi, kalau kalian macam-macam, ya, terpaksa aku harus memberitahu Tuan Besar kesayangan keluarga Dean Willis bukan?" Jade merasa menang.

Ekspresi Nick tak ubahnya seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya. "Apa maksudmu? Tidak mungkin kakekku mengirimimu untuk mengawasiku."

Jade mengangkat bahu. "Kamu bisa memastikannya sendiri dengan menelepon Tuan Besar."

"Apa kakekku menyuruhmu mengawasi aku dan Chloe selama dua puluh empat jam?" Tanya Nick tak percaya dengan apa yang dilakukan kakeknya. Jade sama bahayanya dengan bom atom yang bisa menghancurkan satu kota. Ya, kota itu adalah rumahnya dan penduduknya adalah Nick dan Chloe.

"Aku bisa menjaga rahasia kok. Aku bisa saja bilang pada Tuan Besar kalau kamu dan Chloe bahagia seperti pasangan pengantin baru pada umumnya." Jade tersenyum menantang. Tentu saja dia tahu banyak hal dari Olivia mengenai Nick dan Chloe. Perlu diingat, Jade bisa dengan mudah menebak gerak-gerik dan perasaan orang lain. Nick tahu akan hal itu. Tersebab berbahanya Jade berada di dalam rumahnya.

Nick mendesah. "Apa maumu?" Dia bertanya tanpa menatap Jade.

"Aku tidak mau apa-apa. Aku sudah dibayar kakekmu. Aku hanya bilang pada Tuan Besar, kalau kamu tidak akan tahu soal ini. Aku hanya akan bekerja sebagai penjaga Chloe. Dan sebenarnya aku mulai bekerja besok. Aku hanya ingin memberitahumu saja agar besok bisa bersiap-siap jika berhadapan denganku untuk berakting layaknya pasangan suami-istri. Karena kalau aku tidak melihat keromantisan pada diri kalian, aku terpaksa harus bilang pada Tuan Besar."

Jade mendekati Nick dan berbisik, "Ingatlah, Nick, Andrew menanti sesuatu yang bisa memutarbalikkan keadaan." Jade tersenyum. Dia melirik Chloe sebelum meninggalkan rooftop.

Nick tiba-tiba merasa panas. "Aku butuh lebih banyak wine." Katanya tanpa menatap Chloe. Dia pergi lebih dulu tanpa memiliki keinginan untuk menggoda Chloe.

Saat ini pikirannya terlalu rumit. Kakeknya membayar Jade untuk mengawasinya dan Chloe. Hal ini akan membuatnya sulit untuk berkuasa di dalam rumah dan mengendalikan Chloe.

***

"Kamu masih membayangkan adegan Nick dan Chloe?" Andrew menatap Garnetta dengan wajah sendunya.

"Bagaimana bisa aku melupakan adegan menyakitkan itu?"

"Aku rasa apa yang dilakukan Nick hanya untuk memanasiku saja. Dia mungkin tidak berniat untuk membuatmu terluka. Percayalah, yang dibencinya adalah aku." Andrew yang lebih tenang dan dewasa mencoba menenangkan Garnetta.

"Menurutmu apa yang saat ini Nick lakukan?"

"Minum. Sepertinya sih begitu."

"Lalu, Chloe?"

"Dia seorang kutu buku. Mungkin dia sedang membaca buku atau menonton serial favoritnya. Dia wanita rumahan. Jarang keluar dan nyaris tak memiliki teman."

"Dia tidak memiliki teman?" tanya Garnetta dengan dahi mengernyit.

Andrew mengambil apel dan menggigitnya. "Chloe enggan berbaur dengan banyak orang. Dia memilih melakukan apa pun sendiri. Dia memiliki teman, tapi, ya, hanya sebatas teman biasa. Bukan orang yang dekat dengannya. Teman hanya untuk bertegur sapa."

"Sepertinya sangat sulit untuk dekat dengan Chloe. Bagaimana kamu bisa menjadi kekasihnya, Ndrew?"

Andrew tersenyum membayangkan kedekatannya dengan Chloe. Dia mengingat bagaimana dia bersusah payah untuk bisa menjadi kekasih Chloe. "Aku memperjuangkannya. Dia tidak sekaku yang terlihat kalau kamu sudah mengenalnya." Andrew tersenyum. Senyum dalam lukanya.

"Apakah kamu yakin akan menikah denganku? Kamu sangat mencintai Chloe bukan?"

***

Keesokan paginya, orang tua Nick dan kakeknya menyambangi rumah Nick. Yang paling mengejutkan Nick adalah kehadiran Jade dalam rombongan keluarganya. Jade tersenyum pada Nick.

"Sepertinya, kamu sedang tegang, Nick." Dia cekikikan. Nick melirik kesal Jade.

Tuan Peter dan Nyonya Emma tampak semringah melihat menantunya yang menyambutnya dengan senyuman meskipun senyuman itu hanya setipis kulit pangsit.

"Putra kita sudah tumbuh dewasa, Peter. Dia kini menjadi suami seorang perempuan cantik dan kemudian akan menjadi seorang ayah." Nyonya Emma tersenyum membayangkan dirinya yang akan menimang cucu seakan apa yang dibayangkannya terjadi dengan begitu mudah.

Nyonya Emma menyesap teh hangat yang dibuatkan menantunya dibantu Olivia. "Tidak ada hal yang membuat kami bahagia selain memiliki seorang cucu, Chloe." Katanya menatap Chloe seakan Chloelah yang berperan besar dalam proses kehamilan nanti.

"Mom, tenang saja. Nick dan Chloe sudah membahas masalah anak kita. Kami tidak mau terlalu diburu-buru. Kami ingin menikmati kebersamaan kami berdua dulu." Alibi Nick.

"Nick benar, Emma. Mereka masih muda. Jangan terlalu diburu-buru." Kata Tuan Peter yang selalu santai dan mempercayakan semua urusan pada Nick.

"Nick, Jade akan bekerja di sini. Dia akan menjadi bodyguard Chloe." Kakek Nick memberitahu.

"Oh..." Nick mengangguk-ngangguk sembari melihat Jade yang melambaikan tangan padanya.

"Sialan!" Umpatnya dalam hati.

"Kamu tidak keberatan, Nick?" Tanya Kakek.

"Tidak. Tentu saja tidak, Kek. Jade seperti temanku sendiri dan aku percaya padanya."

"Bagus. Jade akan bekerja di sini hari ini juga."

Nick berpura-pura tersenyum pada kakeknya meskipun dalam hati dia sangat dongkol pada kakeknya. Bisa-bisanya Dean Willis menyewa Jade sebagai mata-matanya.

"Jadi, ke mana kalian akan merencanakan bulan madu?" Tanya Nyonya Emma dengan senyum yang membuat Chloe bergidik ngeri. Banyak orang yang mengagumi Emma tapi Chloe bukanlah salah satu pengagum Emma. Menurut Chloe, Emma memiliki pemikiran konservatif dengan menyuruhnya agar segera hamil. Memangnya menantunya itu pabrik pembuatan anak. Apalagi keinginan Emma untuk memiliki banyak cucu. Dia terlihat ambisius untuk menjadi penguasa harta kekayaan kakek Nick yang dijuluki Tuan Besar.

Nick dan Chloe saling berpandangan. "Mungkin bulan madu terbaik adalah pergi ke negara tropis." kata Nick pada Chloe.

"Di sini lebih baik." Kata Chloe menolak secara halus.

Untuk apa mereka pergi ke negara tropis hanya untuk bulan madu yang tak diinginkan Chloe?

"Kalian belum membicarakan masalah bulan madu ini?" Tanya Emma tak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut putra dan menantunya.

***
Mau di-update lagi?

The Perfect CEO (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang