Danio mencoba membuka matanya yang terasa begitu berat. Tepat ketika ia membuka kedua matanya dengan sempurna ia merasa pening yang menjalari kepalanya. Setelah dirasa peningnya sedikit berkurang, ia bangkit dari posisi tengkurapnya dan duduk serta memandangi sekitarnya.
"Ini ... bukan hutan terlarang, kan?"
Danio mengalihkan pandangan ke dekatnya, Hide Tris masih tergeletak di dekatnya. Ia pun menggoyang-goyangkan tubuh rekannya yang masih terlelap itu dengan agak kasar.
"Hide! Hide Tris!" panggilnya dengan agak kencang. Tak butuh waktu lama, laki-laki di dekat Danio itu melenguh perlahan kemudian menggosok-gosok matanya lalu duduk.
"Uhh ... sial. Apa yang terjadi?" tanyanya masih setengah sadar. Danio menghela napas sambil memandangi sekitarnya.
"Terakhir kita masuk ke portal yang sama dengan nenek sihir itu setelahnya aku tidak ingat. Bagaimana denganmu?" Danio beralih memandang Hide yang masih menutup matanya sembari memaksa otaknya untuk mengingat apa yang terjadi.
"Sama. Apa penyihir itu membuat kita tertidur? Omong-omong dimana ini?"
Danio menggeleng. "Entahlah. Tapi ada yang aneh dengan hutan ini," pemuda bersurai perak itu menunjuk langit dan Hide mengikuti arah telunjuknya lalu mulutnya mulai terbuka tak percaya.
"Sudah malam lagi? Bukankah sebelum kita masuk portal, matahari sudah hampir terbit? Apa kita pingsan selama itu?" segala pertanyaan Hide itu tergantung begitu saja karena tidak ada yang tahu berapa lama mereka pingsan.
"Kita asumsikan saja kita pingsan selama itu. Sekarang kita harus mencari jalan keluar. Ayo pemalas," Danio bangkit dan mebersihkan dedaunan dan kotoran yang menempel di bajunya lalu berjalan mendahului Hide yang masih duduk. Danio mendengar Hide berdecih lalu langkahnya terdengar mendekat. Mereka pun mulai berjalan menyusuri hutan yang jelas bukan hutan tempat mereka bertarung dengan Necromancer itu.
Danio terus memerhatikan pepohonan yang menjulang di sekitarnya seperti mencoba mengingat-ingat sesuatu. Hide juga turut memerhatikan keadaan sekitar kalau-kalau ada sesuatu yang mendekat dan mengancam mereka.
"Dari semua tempat, mengapa penyihir gila itu memilih hutan ini?" tanya Hide. Matanya mengamati suasana sekitar. Hutan gelap yang dingin dengan suara-suara hewan malam terdengar sangat jelas. Hide tidak mendapatkan petunjuk sama sekali tentang hutan apa ini karena ia merasa tidak pernah melihat hutan ini. Namun pikiran tentang mengapa Necromancer itu memilih hutan ini sebagai pelarian terus mengganggunya.
"Apa karena ia tahu tidak hanya dirinya yang masuk portal teleportasi itu? Jadi dia memilih hutan ini?" Hide masih terus bertanya-tanya.
"Sepertinya aku tidak asing dengan hutan ini ... " ujar Danio lirih namun cukup untuk telinga Hide menangkap ucapannya.
"Dimana?" sahut Hide. Danio memiringkan kepalanya, "Hutan ini mengingatkanku pada hutan di Lagnam. Mirip sekali, tapi aku tidak yakin."
"Astaga, kau harus yakin supaya kita bisa keluar. Coba ingat-ingat lagi! Necromancer itu masih berkeliaran ingat?" desak Hide lagi dan membuat Danio kesal.
"Berisik! Kemarikan kristal komunikasimu!" sahut Danio lalu mengulurkan tangannya meminta benda berkilau yang biasa mereka pakai. Hide mendengus kesal. Mereka berdua memang tidak bisa akur dalam keadaan apapun.
"Memang kemana milikmu?" balas Hide lalu mengeluarkan kristalnya dari tas kecil di pinggangnya. Danio memutar bola matanya kesal. Ia tahu Hide punya kemampuan bertarung yang handal, ia akui memang. Tapi mulutnya benar-benar sulit untuk berhenti bicara dan pengamatannya buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NECROMANCER [TAMAT]
Fantasy//BETRAYAL// Scarlea dicap sebagai Necromancer semenjak orang-orang melihat warna rambutnya. Sejak itulah ia menyendiri di kediamannya yang nyaman jauh dari pemukiman bersama orang tuanya. Sepanjang hidupnya ia bertanya-tanya tentang Necromancer dan...