.
.
Scarlea membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya terbangun di tempat yang asing. Ia pun bangkit dari tidurnya dan sebuah suara lelaki tua sedikit mengejutkannya.
"Akhirnya kau bangun juga," Martin Gideon menyapa dengan lembut dan terdengar jelas helaan napas lega setelahnya. Seperti memang sudah menunggu gadis itu untuk segera membuka mata.
"Tuan Gideon—"
"Kakek. Sudah kubilang panggil aku Kakek," sahut Martin lalu menuangkan air ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada gadis itu dengan telate. Scarlea menerima gelas itu dengan menunduk. Ia terlalu takut menatap mata kelabu milik Martin Gideon.
"Tak perlu takut, Scarlea. Kami tidak menyalahkanmu tentang apapun," ucap pria tua itu masih dengan nada lembut dan penuh pengertian. Scarlea yang mendengar itu bukannya lega justru malah menangis sambil memegang erat gelas kaca di tangannya.
Martin Gideon mengelus perlahan punggung gadis bersurai merah itu. "Maaf aku sudah berbohong ... tentang rambutku ... " gadis itu mengaku dengan sesenggukan.
"Tak apa. Aku bisa mengerti," balas Martin masih setia menenangkannya.
"Tuan Gideon aku mendengar jika—oh Scarlea kau sudah bangun?!" Terry tiba-tiba saja masuk dan terkejut mendapati gadis bersurai merah itu tengah duduk dengan wajah sembab. Martin Gideon buru-buru mengisaratkan Terry untuk memelankan suaranya.
"Maafkan aku ... " sesal Terry lalu berangsur menuju kursi di dekat Scarlea.
"Kau tidak perlu merasa bersalah. Kau menyelamatkan Danio dan Hide," lanjut Terry sebelum gadis itu mengucapkan permintaan maaf. "Aku tidak masalah dengan rambutmu, lagipula. Kalau dilihat lagi, warnanya cukup menarik." Terry memalingkan wajahnya. Ia tidak menyangka bahwa dirinya bisa memuji seseorang hanya agar gadis itu tidak sedih. Martin yang mendengar ucapan Terry hanya mengumbar senyuman.
"Dimana mereka? Aku harus menghentikan ayah dan ibu!" Scarlea tiba-tiba saja hendak bangkit dari ranjang. Martin Gideon buru-buru menahan tangan gadis itu.
"Tunggu dulu! Kau bahkan tidak bisa menggunakan sihir!" cegah Terry yang segera berdiri menghalangi jalan.
"Tapi, Terry, kau tahu—aku merasakan hal berbahaya dari orang tuaku! Bagaimana jika mereka terluka dan.. dan—"
"Tenanglah Scarlea. Duduklah dulu," sela Martin dengan lembut. Scarlea pun menahan diri. "Aku harus menghentikan mereka, Kek. Aku tidak ingin mereka melakukan yang lebih buruk lagi ..." tambah Scarlea seraya menunduk.
"Aku tahu. Tapi sebelum itu kau harus tahu beberapa hal," balas Martin yang Scarlea pikir akan melarangnya keras namun ternyata tidak.
"Apa itu?"
"Cara mengendalikan manamu," jawab Martin dengan yakin dan tatapan tajam pada kedua manik merah Scarlea.
"Tuan Gideon, dia bisa dalam bahaya! Ada banyak Patron di sana!" sela Terry karena Martin Gideon rupanya tidak mencegah malah justru mendukung gadis itu menemui dua Necromancer berbahaya yang berhasil mengacaukan Patron.
KAMU SEDANG MEMBACA
NECROMANCER [TAMAT]
Fantasy//BETRAYAL// Scarlea dicap sebagai Necromancer semenjak orang-orang melihat warna rambutnya. Sejak itulah ia menyendiri di kediamannya yang nyaman jauh dari pemukiman bersama orang tuanya. Sepanjang hidupnya ia bertanya-tanya tentang Necromancer dan...