Uluran

8 6 0
                                    

            Rasa bosan mulai menyerang anggota organisasi Gerakan Perbaikan satu per satu. Kahfi masih tetap Kahfi yang bersemangat dan beridealis. Namun, ketua tanpa anggota, dia mati.

Kahfi harus membuat terobosan baru. Otaknya berpikir keras untuk itu. Bagaimanapun caranya Kahfi harus terus berjuang mengemban dakwah untuk meneruskan perjuangan Rasulullah. Dia tidak ingin ajaran-ajaran terkeren di sepanjang sejarah mati begitu saja.

Di tengah Kahfi sedang berpikir keras untuk mengeluarkan ide baru, seorang perempuan memasuki kelas dan langsung duduk berhadapan dengan Kahfi. "Saya kasihan melihat kamu, Kahf. Ya, memang, saya bukan muslim. Namun, saya sangat mengagumi Islam. Islam itu agama yang sangat epic. Jika kamu mengizinkan, saya mau membantu kamu."

Kahfi memijat kedua pelipisnya lalu memejamkan mata sejenak. "Tidak ada apa-apa, Chel. Saya akan perjuangkan semampu saya."

"Sebenarnya apa tujuan kamu mendirikan ini? Sampai kamu tergila-gila sehingga berjuang sekeras ini."

Pandangan Kahfi menerawang, ada sorot kesedihan di sana. "Islam hadir dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam di tengah zaman kebodohan. Islam membawa umat dari kegelapan menuju kehidupan terang benderang diterangi cahaya ilmu sampai Islam berjaya pada masanya. Banyak cendikiawan muslim ketika itu. Sampai akhirnya cahaya Islam mulai redup, banyak dari mereka ditipu dunia yang hanya bersifat sementara. Dan kini, zaman sekarang, kita kembali lagi ke zaman kebodohan versi baru. Orang Islam melupakan ajaran-ajaran Islam. Orang Islam merasa happy-happy tanpa merasa punya tanggung jawab atas agamanya."

Kahfi menghela napasnya lalu memijat kedua pelipisnya lagi. Dia menunduk, memejamkan kedua matanya, hingga setetes air mata keluar.

"Inilah tugas saya, Chelsea. Saya harus mengembalikan Islam ke kejayaan yang sesungguhnya," lanjutnya lalu menengadahkan kepalanya. "Saya ingin kembali menyebarkan cahaya ilmu yang dibawa nabi saya kepada umat. Itulah alasan kenapa saya ada di dunia ini."

"Saya semakin yakin untuk membantu kamu. Ketika saudara seiman kamu skeptis, justru saya sangat yakin. Percayalah, Kahf. Saya akan membantu semampu saya."

"Terima kasih."

Ada rasa yang tidak bisa dijabarkan kata berkumpul dalam dada perempuan itu. Sorot matanya memancarkan kekaguman lebih kepada pemuda di hadapannya. Kahfi yang taat, Kahfi yang santun, Kahfi yang cerdas. Semua tentang Kahfi tampak sempurna di mata Chelsea. Kahfi adalah insan akademis, pencipta, dan pengabdi. Di segala kelebihan yang dimilikinya, Kahfi merendah kepada masyarakat untuk pengabdian.

"Saya harus pergi, Chelsea. Sekali lagi, terima kasih telah percaya dengan saya." Pemuda itu bangkit lalu menyampirkan tali tas di bahu kanannya.

"Sama-sama." Chelsea ikut berdiri, bibirnya mengulum senyum. "Kapan pun kalau ada yang mau didiskusikan, saya akan selalu siap."

*

Kahfi bersyukur masih ada empat orang yang setia menemani perjuangannya dalam berdakwah, termasuk Chelsea. Kahfi tidak pernah memandang banyak atau sedikitnya anggota. Lebih baik sedikit tetapi serius daripada banyak tetapi main-main, yang penting satu visi dan dilandasi tanggung jawab penuh.

"Lo serius menerima Chelsea? Dia bukan muslim, Kahf."

Pemuda itu menghentikan aktivitas menulisnya kemudian menatap Arslan disertai kerutan di dahinya. "Memangnya kenapa jika dia non muslim?"

"Landasan kita Quran. Apakah Chelsea bisa berbaur dengan kitab yang bukan pedomannya?"

"Abu Thalib, paman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam bukan seorang muslim. Namun, dia membantu dakwahnya nabi dan nabi tidak melarangnya. Itu selaras dengan Chelsea. Saya tidak punya alasan untuk menolak seseorang yang berniat baik."

KAHFIpt.IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang