Terserapnya adab dalam diri manusia akan melahirkan menusia beradab. Seterusnya akan melahirkan kepemimpinan yang adil dalam menempatkan segala sesuatu pada tempat yang benar, selanjutnya akan senantiasa berusaha memperbaiki setiap aspek dirinya, masyarakatnya, dan negaranya.
Kahfi sibuk melamunkan misi dakwahnya. Jiwa Kahfi terpanggil begitu saja ketika melihat dengan nyata gaya hidup di lingkungan sekolah. Panca indranya tidak pernah lepas dari aktivitas mereka yang jauh dari kata beradab. Kahfi tidak bisa menyalahkan mereka, ingatannya kembali ke masa ibunya masih ada di dunia. Jika Kahfi terdampar di suatu lingkungan buruk, Kahfi tidak boleh menyalahkan lingkungannya, justru di sanalah tugas Kahfi untuk memperbaikinya.
"Di perjalanan itu, Kahf akan mendapati berbagai pertanyaan, mulai dari pertanyaan sederhana hingga pertanyaan yang cukup pelik untuk dijawab."
Anak itu mengangguk untuk merespon ucapan kakeknya. "Uma sudah mengajarkan Kahf persiapan paling pokok untuk mengemban dakwah. Kahf akan selalu mengingat itu."
Pria itu mengelus puncak kepala cucunya. "Dakwah tidak hanya berbicara atau mentrasfer ilmu pengetahuan agama, tetapi juga bisa menumbuhkembangkan kehidupan setempat mereka menjadi lebih baik. Kakek yakin Kahf pasti bisa."
"Kahf membutuhkan doa. Doakan Kahf ya, Kek."
"Selalu, Sayang. Semangat berjuang, ya. Kita harus selalu semangat meneruskan perjuangan Rasulullah. Lakukanlah dengan cinta, lillahhitaala."
Kahfi mengangguk. Harist bergerak, menyelusupkan tangannya ke belakang kepala cucunya, satu kecupan mendarat di puncak kepala Kahfi. Harist melafalkan sebait doa.
"Setelah Kahf lulus dari SD, Kahf ingin masuk pondok, Kek. Apakah hafalan Kahf bisa membantunya?"
"Bisa," jawab Harist dengan yakin. "Quran adalah kalamullah yang agung lagi tinggi. Quran sebaik-baiknya bacaan yang mampu mengguncangkan hati bila diresapi dan dipahami. Quran adalah kekasih, selalu ingin didekatnya dan tak ingin menjauh darinya. Kekasih yang mampu memberi syafaat di akhirat kelak. Siapa pun yang menjaga Quran, maka dia akan mulia karenanya. Mau di dunia atau di akhirat, dia akan mulia." Harist jeda sejenak, menghirup oksigen terlebih dahulu. "Ada banyak lembaga pendidikan yang memuliakan seorang penghafal Quran. Mereka memberikan beasiswa kepada mereka secara penuh. Kahf bisa mengikuti itu. Hal itu berlaku juga jika mau melanjutkan ke tsanawiyyah, aliyah, bahkan kuliah."
"Semulia itu?" tanya Kahfi tidak percaya. Sang ibunda hanya memberi tahu jika menghafal Quran adalah identitas diri sebagai seorang yang mengaku bahwa dirinya muslim. Karena Quran adalah jalan hidup yang menerangi setiap setapaknya. Sang ibunda juga bilang, Rasulullah mengabarkan betapa mulianya penghafal Quran sampai Allah menaikkan derajatnya di surga.
"Ya. Semulia itu. Jadi, bilamana suatu hari nanti jasad kakek sudah tidak ada, pendidikan Kahf harus tetap berlanjut. Kejar impian-impian Kahf, berusahalah menggapai pendidikan setinggi mungkin, ingatlah jika menuntut ilmu tidak ada batas usia."
"Semua itu bisa tercapai dengan hafalan?" tanya Kahfi lagi.
"Iya. Maka dari itu, Kahf harus menjaganya sebaik mungkin, jangan sampai hilang. Ingat, jika Quran adalah jalan tercepat kita menuju sukses dunia akhirat."
*
Ternyata berdakwah tidak melulu harus mengeluarkan kata. Ketika ada sekumpulan murid yang sedang membicarakan orang lain, atau lebih dikenal dengan istilah ghibah, lalu Kahfi datang, mereka langsung diam. Alasannya klise sekali, mereka malu. Malu karena alimnya seorang Kahfi yang tidak pernah membicarakan orang lain dan selalu taat beribadah. Kahfi menanggapinya dengan tersenyum kemudian berkata, "Jika kalian tahu itu salah, kenapa kalian melakukan itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
KAHFIpt.II
Spiritual[Part 2 novel Kahfi] "Sayang, meskipun Islam tidak lagi menjadi penguasa di dunia, tetapi ajaran-ajaran Islam yang dibawa Rasulullah telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Dan hal itu merupakan mutiara bagi peradaban dunia. Kahf harus tahu, sekal...