"Temanya itu... bagaimana kalau mengubah peradaban?" usul Chika dengan suara riang.
"Jangan. Mengubah itu berarti memperbaharui, apa yang sudah ada diubah oleh kita. Saya tidak mau mengubah apa pun, lebih baik memperbaiki daripada mengubah."
"Ya udah ayo," seru Chika masih dengan suara yang melantangkan semangat.
"Ayo apa?" Kahfi memancing kekesalan Chika.
"Ayo memperbaiki peradaban."
Indahnya mempunyai partner yang sefrekuensi dan sevisi. Mereka saling terbuka, baik dalam mendengarkan saran, menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, dan tidak ceroboh dalam mengambil tindakan tanpa didiskusikan.
"Dengan cara?"
"Mengenalkan keindahan serta kesempurnaan Islam dan Indonesia," jawab Chika dengan penuh percaya diri dan sukses membuat pemuda itu kagum.
"Good girl, my wife," pujinya.
"Sekarang pilar kontennya mau apa?"
Kahfi berpikir sejenak, matanya seakan menerawang sesuatu. "Menguraikan kelompok topik, ya? Eum... aku lelah, Chika...," ujarnya disertai mata sayu. "Boleh istirahat dulu tidak?"
Melihat ekspresi Kahfi yang benar-benar lelah membuat siapa pun akan kasihan. Kahfi benar-benar mengabdikan diri untuk dakwah. Chika tentu saja semakin mengagumi sosok suaminya. Siapa yang tidak bangga mempunyai seorang suami yang begitu takut kepada Allah, yang begitu mencintai Allah, mencintai Rasulullah, mencintai Quran, dan mencintai Islam. Ketika sesuatu yang tidak tampak oleh mata dicintai sebegitu besarnya oleh Kahfi, apalagi Chika yang tampak.
Ketika Chika hendak beranjak, Kahfi mencekal pergelangan tangan istrinya. "Saya mau bicara."
"Apa?"
"Apakah kamu tidak menyesal menikah dengan saya yang serba sederhana ini? Maaf karena saya tidak—"
"Aku lebih baik memilih hidup dengan kesederhanaan, tetapi memiliki kebahagian yang tak ternilai. Daripada harus bergelimang harta, tetapi belum tentu memiliki ketenangan. Muhammad Kahfi Alfath, sejak kamu menerima masa lalu aku, menerima semua tingkah laku aku, tak pernah lelah membimbing aku di jalan kebenaran, selama itu juga aku ridho dipimpin sama kamu, Mas. Tidak ada setitik penyesalan dalam hidup aku."
"Terima kasih." Kata-kata sederhana Chika berefek besar terhadap fisiknya. Keadaan hatinya langsung sejuk ketika mendengar istrinya sudah berkata 'ridho'.
*
Sebenarnya Kahfi tidak tega membangunkan istrinya yang sudah tidur ketika Kahfi baru pulang berjamaah Isya di masjid. Namun, mengingat besok ada undangan dakwah dari Ciamis, Kahfi dan Chika harus menyelesaikan membuat dakwah untuk konten youtube malam ini.
"Eh... udah pulang." Perempuan itu segera mengambil posisi duduk seraya mengucek matanya. "Kok lama?"
"Tadi diskusi dulu sama warga tentang renovasi masjid," jawabnya sambil mengambil gelas yang berisi air di nakas. "Minum dulu," katanya kepada Chika.
Setelah mereka siap berdiskusi, Kahfi memimpin doa terlebih dahulu, memintakan kelancaran untuk membuka gerbang dakwah ala millenial. Mereka mendiskusikan tema konten, pilar konten, dan cara penyampaiannya. Dengan modal yang serba sederhana, Kahfi ingin bekerja dengan totalitas.
Chika terkekeh menanggapinya, perfectly adalah ciri khas suaminya, Chika memaklumi jika karyanya ingin sesempurna orangnya.
Kembali fokus membahas peralatan, total harga yang akan dikeluarkan, dan kapan mulai eksekusinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAHFIpt.II
Spiritual[Part 2 novel Kahfi] "Sayang, meskipun Islam tidak lagi menjadi penguasa di dunia, tetapi ajaran-ajaran Islam yang dibawa Rasulullah telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Dan hal itu merupakan mutiara bagi peradaban dunia. Kahf harus tahu, sekal...