Kata Tanpa Makna

873 67 0
                                    

Mohon maaf sebelumnya, kali ini aku mau sedikit kasih 18+ versi aku.

Reading....

*****

"Umm!!" Tanpa Sakura sadari, suaranya kian merintih. Ia menggigit bibirnya sendiri berusaha keras untuk menahan gejolak yang sudah berhasil lepas dari dalam penjaranya.

Sebuah tangan kekar dan besar mulai meraba bagian pinggang Sakura. Itu adalah tangan satu-satunya milik Sasuke. Meski besar dan kekar, tapi anehnya saat tangan itu menyentuh bagian- bagian tubuh Sakura, wanita ini merasakan kelembutan yang tidak biasa. Sesekali Sakura meringis karena merasakan ujung jari-jari Sasuke menyentuh kulit punggungnya.

"Ada apa?" Sasuke yang menyadari ringisian dari istrinya menatap wajah Sakura lekat. Ia paham saat di mana Sakura merintih nikmat dan saat Sakura merintih sakit. Dua hal itu tentu merupakan hal yang berbeda.

"Tidak. Lanjutkan saja, Sasuke...."

Sasuke mengeratkan tangannya dipinggang Sakura. Hingga suara barang jatuh sedikit membuat fokus Sakura beralih.

"Bukan apa-apa, itu hanya gulungan misi."  Seolah menjelaskan kekhawatiran Sakura, Sasuke menendang sedikit gulungan misi yang jatuh akibat pergerakan mereka berdua hingga mengerlinding didekat kaki kursi.

Sakura semakin terbuai, ia semakin sulit meredam suara memalukannya. Tangannya sibuk mencengkram rambut bagian belakang kepala Sasuke.

"Ugh...aku mencintaimu...." Erangan Sasuke terdengar.

Kalimat Sasuke barusan berhasil menarik Sakura dari gairahnya. Ia membuka matanya, perasaannya masih sama setiap kali ia mendengar Sasuke mengatakan perasaannya di saat mereka sedang berdua seperti ini. Harusnya Sakura bahagia, tidak, ia pun juga ingin seperti itu sebenarnya. Mendapatkan kata-kata yang mungkin bisa di sebut langka dari Sasuke harusnya Sakura bahagia. 

Tapi, jika hanya dalam situasi seperti ini Sasuke mangatakan cinta padanya, Sakura mulai bertanya-tanya.

Sakura berhasil hanyut lagi ke alam gairah yang diciptakan Sasuke hingga kini posisi mereka berbalik menjadi Sakura yang berada di bawahnya. Sasuke masih memejamkan mata, namun sebelum ia kembali bergerak ia membuka mata dan saat itulah Sakura disuguhkan oleh mata suaminya yang sudah berubah warna menjadi merah.

Sakura tidak terkejut, itu hal yang sudah ia tahu sejak awal mereka berhubungan. Tapi tak bisa dipungkiri, Sakura kadang-kadang takut jika saja Sasuke berbalik menyerang karena pengaruh mata itu. Ketakutan yang sedikit konyol. Namun, pemikirannya itu tertepiskan saat tangan Sasuke mulai meraba lehernya hingga turun kevbawah.

Tes...

Tanga yang tadinya meraba setiap bagian  tubuh Sakura, kini kembali terangkat dan menyentuh sudut mata bermanik hijau itu. sasuke mengernyitkan sedikit dahinya, melihat Sakura malah menangis.

"Kenapa?" tanya Sasuke singkat, seperti biasa. Kini jarak wajah mereka berjarak sekitar lima senti, hal itu membuat Sasuke dengan sangat jelas bisa melihat tangis Sakura.

Sakura tidak menjawab, tapi ia lantas merangkul leher Sasuke dn memeluknya. Di belakang, Sakura  memejamkan matanya dan sedikit menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Aku sangat, sangat mencintaimu, Sasuke."

*(bulan2000_)*

Sakura masih menikmati minuman cupnya dengan lamunan seputar kegiatan panas dengan Sasuke semalam. Ia bahagia, tapi perasannya juga mendadak kembali murung ketika mengingat ungkapan cinta Sasuke padanya semalam.

"Sekarang aku mengerti, kenapa kamu belanja sepagi ini dan....sebanyak itu, Sakura." Suara dari Ino sedikit membuat Sakura terkejut, ia segera memperbaiki raut wajahnya dan menyelipkan anak rambut di belakang telinga. "Apa hari ini,kamu sudah mengambil cuti?" 

Wanita berambut pirang dengan panjang di bawah bokong ini terillihat berbinar, kedua lengannya terlipat di meja sembari menatap sahabat sekaligus mantan rivalnya dengan mengerlingkan mata. 

Mereka berdua tidak sengaja bertemu saat Sakura pulang dari membeli bahan makanan dan Ino yang selesai menyiram tanaman bunganya di toko. Mereka memutuskan untuk mengobrol di kedai dekat dengan toko bunga milik Ino.

"Iya, Senior Shizune sudah memberikan izinku pada Nona Tsunade. Dua hari kedepan, aku akan berada di rumah." Sakura menjawabnya tanpa menatap Ino. Matanya masih fokus pada gelas minuman yang ada di tangannya.

Ino mengangguk masih denga senyum sumringah. Ia sedikit mencondongkan tubuh untuk berkata pada Sakura. "Hei, jidat. Aku penasaran bagaiman Sasuke melakukannya denganmu." Ino sedikit berbisik saat mengatakan hal ini. Sedangkan Sakura terperangah mendengar sahabat karibnya. Wanita rambut pirang itu masih menahan tawa hingga terkikik geli.

"Bicara apa kau, Ino! ini masih pagi." Sakura mengrjab mengalihkan tatapan dan berusaha menyebunyikan wajahnya yang mulai memerah.

"Lihatlah, sudut bibirmu. Aku berpikir mungin suami es mu itu sedikit kasar semalam." Ino berhasil membuat Sakura meraba sudut bibirnya dan ia baru sadar ketika ada sedikit rasa sakit yang timbul karena luka kecil di sana. Wajah Sakura kembali memerah hingga sampai ketelinganya. 

"Dia bukan es, Ino." Sakura mencoba menggiring pembicaran yang lain, namun sepertinya wanita pirang itu masih ingin melanjutkan. 

"Tidak apa-apa, sih. Kadang-kadang Sai juga seperti itu kalau dia pulang dari misi keluar desa. Sasuke mungkin gemas dengamu, jidat." Ino mengedipkan sebelah mata jelas untuk menggoda Sakura tentang hal ini. 

Sakura berusaha untuk mengalihkan tatapan untuk meredam perasaan malunya.

Padahal yang di depan Sakura adalah Ino, sahabat baiknya. Tapi tetap saja, mengenai hal-hal yang suami istri lakukan jika dibicarakan bersama, Sakura tetap merasa malu. Bahkan saat teman seangkatan seperti Temari dan Hinata yang sudah menikah, jika mereka berkumpul dan membicarakan hal ini, Sakura meremang sendiri. Atau mungkin karena hanya dirinya saja, di antara teman-temannya yang jarang di sentuh suami?

"Ah, ya ampun, Sakura. Harusnya kau tadi keluar runah pakai blazer atau baju lengan panjang." Ino sontak melemparkan syalnya ke arah Sakura dan wanita itu langsung menangkapnya, sebelum akhirnya ia menyadari ucapan Ino.

Sakura mendelik terkejut melihat bahu kanan dan kirinya. Bagaimana bisa ia juga tidak menyadari luka-luka ini? banyak sekali tanda kemerahan dan beberapa cakaran tangan.

Cakaran? Ah, Sakura ingat, itu karena jari-jari Sasuke yang ternyata dalam keadaan kuku panjang. Itu juga penyabab dirinya meringis sakit semalam.

"Aku iri denganmu, jidat! Kalian tampak masih seperti pengantin baru saja." Ino geleng-geleng kepala, senyumnya masih bertahan dibibir yang terpoles lipstik merah muda.

"Diamlah, pig. Orang-orang bisa mendengar kita nanti." Sakura meminta sahabatnya untuk menghentikan pembicaraan ini.

"Omong-omong, sampai kapan Sasuke akan berada di desa?" tanya Ino.

"Aku belum menanyakan hal itu."

"Aku harap dia akan tinggal lebih lama."

Sakura diam-diam menyetujui ucapan Ino barusan. Lebih dari apa pun, ia juga ingin Sasuke berada di rumah dalam waktu yang lama.

"Bagiamana kalau kita membuat acara reuni? sudah lama sekali, bukan? Lagipula, Sasuke juga pulang jadi semua bisa lengkap, kan?" Ino mulai terpikirkan.

"Mereka mungkin tidak punya waktu, pig!"

"Astaga, mungkin selama ini kau saja yang tidak punya waktu karena menyibukkan diri di rumah sakit. Naruto, suamiku dan Shikamaru sering terlihat minum teh bersama saat waktu laung mereka." 

"Ah, aku tidak tahu soal itu."

"Aku akan memberitahu lagi nanti. Sekarang, aku ada pekerjaan di toko." Ino bangkit dari duduknya, membayar minuman mereka lalu kembali ke meja. "Sakura, jangan memikirkan apa pun yang menyulitkan dirimu. Pria es itu sudah pulang, harusnya kau senang. nikmati harimu, ok?! aku duluan...."

Sakura terdiam. Ino benar, ia harusnya senang Sasuke sekarang ada di rumah.

*****

3 November 2021.

I LOVE YOU, SAKURA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang