*
*
*
*
*
*
*Derap langkah kaki Sasuke dan Sakura terdengar berirama menyusuri jalan utama desa yang menuju ke Apartemen mereka.
Sakura merasa berat hati ketika harus berpisah dengan teman-teannya di acara Reuni tadi. Kekalutan hatinya membawa Sakura merasa enggan untuk pulang.
Bukan tanpa alasan, Sakura merasakan dirinya tidak tahu lagi harus melakukan apa ketika ia harus dihadapakan dengan Sasuke seperti saat ini.
Mereka berdua diam, tak membicarakan apapun. Hanya suara derap langkah kaki beradu dengan tanah jalanan yang terdengar lembut.
Udara sudah semakin dingin karena waktu juga sudah semakin malam. Di tambah dengan suasaana yang Sakura sendiri tidak bisa mendeskripsikannya lagi ketika berada di samping pria berambut reven ini.
Jarak mereka dengan apartemen masih cukup untuk menciptakan sebuah obrolan. Sakura memilih untuk membuka suara.
"Hei, Sasuke-...kun." Sakura menggigit dalam bibirnya, merasakan dadanya kembali berdebar bahkan hanya dengan memanggil nama suaminya.
Sasuke terlihat menghela napas kecil. "Hem..."
Sakura sedikit mendongak, memperhatikan sinar bulan yang tertutup kabut tipis, tangannya saling menggenggam di belakang punggungnya, senyum kecil Sakura terlihat perlahan.
"Malam ini sinar bulannya cantik, ya. Meski udaranya sedikit dingin." Sakura menghirup udara yang berhembus melewatinya, sedikit melurik Sasuke dari ujung ekor mata. Mendamba reaksi apa yang diperlihatkann suaminya ini.
Tapi, Sasuke tak menngatakan apa pun, tidak juga melakukan apapun.
Sakura tersenyum, ia berusaha untuk melepaskan rasa sakit dalam hatinya ketika angin malam kembali berhembus. Ia baru ingat, Sasuke tidak suka pembahasan ringan.
"Waktu semakin cepat berlalu saja. Sarada sudah semakin dewasa, aku bahkan tidak menduga dia sudah 10 tahun. Padahalal rasanya aku baru saja melihat tangan mungilnya menggenggam jari kelingkingku. Hari ini, dia sudah berani untuk menjalankan misi sebagai seorang Sinobi." Sakura menghembuskan napasnya sedikit kasar, entah mengapa mengingat kenangan bersama putri kecilnya, Sakura merasa senang sekaligus sedih.
"Kadang-kadang aku berpikir juga, kalau aku....tidak ingin semua cepat berubah." Sakura tersenyum, bibirnya melengkung memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih. Namun perlahan senyum itu memudar, mata bermanik hijau terang itu terkatup.
"Seperti malam ini juga, aku masih terus ingin melihat cahaya bulan yang indah, bersama Sasuke-kun."
"Sarada juga punya impian. Dan untuk mewujudkan impiannya, waktu juga harus berubah." Sasuke benar-bebar tahu caranya nerubah suasana pembicaraan jadi semakin serius.
Sakura membuka mata dan mengerjab cepat mendengar kalimat sarkas dari suaminya. Meski begitu Sakura merasa kega karena Sasuke menanggapi ucapannya.
"Aa...iya, aku tidak boleh egois, itu benar. Aku juga tidak sabar melihat Sarada mencapai impiannya. Selain melahirkannya, melihat dia mewujudkan impian adalah hal yang luar biasa untukku." Sakura menyadari hal ini.
Bahwa putrinya juga punya impian besar yang harus diwujudkan bersama dengan waktu yang kian berubah.
"Aaa, ya. Kelahirannya adalah kebahagian dan impian terbesar untukku." Sasuke lagi-lagi menanggapi ucapan Sakura. Membuat Wanita ini tersenyum senang, meski hanya tentang pembucraan Sarada pria ini mendengarkannya, tapi Sakura bahagia.
Kali ini Sakura beralih untuk mendekatkan diri dan berjalan di samping Sasuke lebih dekat. Ia menatap lekat sisi pahatan wajah Sasuke dengan senyum kecil, rambutnya yang lembut terbawa angin dan beberapa kali bergesekan dengan pipi putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU, SAKURA!
RomanceMenikah dengan Sasuke adalah takdir terindah Sakura. impiannnya sejak kecil ternyata bertemu dengan takdir. Bagi Sakura, mencintai dan memiliki ikatan pernikahan dengan Sasuke, sudah lebih dari cukup untuknya selama ini. Tanpa peduli dan tanpa ada...