MED 6 - HUJAN ✓

44 4 0
                                    


SELAMAT MENIKMATI MED PART 6

(≧▽≦)

🌧️🌧️🌧️

Dara turun dari bus lalu berteduh di halte depan sekolah. Pagi ini, hujan deras mengguyur kota Jakarta. Dara menepuk roknya yang sedikit basah terkena cipratan air hujan setelah turun dari bus. Ia menatap langit yang semakin gelap diselimuti awan abu yang menggumpal. “Hujannya makin deras, gue pake payung aja deh.”

Dara membuka resleting tas, berniat mengambil payung yang ia bawa. Namun, sudah sekitar lima menit ia mengorek-ngorek isi tas, payung yang ia cari belum ia temukan. “Loh? Payung gue mana, ya? Perasaan tadi udah gue masukin ke tas”

Sekian detik kemudian, ia menepuk jidat. “Arrghh ... ketinggalan kayaknya!”

Sadar tidak bisa berbuat apa-apa, Dara pun memutuskan untuk duduk di bangku halte, menunggu hujan reda agar ia bisa masuk ke gerbang sekolah tanpa terguyur hujan.

Sepuluh menit menunggu, hujan tak kunjung mereda. Rintikan hujan yang deras mengguyur atap halte dengan kencang sehingga menimbulkan suara yang sangat keras. Dara mengelus kedua lengannya yang terasa dingin.  “Gue gak akan mati kedinginan, kan?”

Kali ini, Dara membungkuk. Ia berusaha menghangatkan kakinya yang terasa dingin diterpa angin lewat. “Astaga, gue takut mati kedinginan. Gue belum berbuat baik, gue juga belum jadi anak soleha. Kerjaan gue ngumpat, omongan gue kasar. Kalo gue mati sebelum sempat bertaubat-”

Belum sempat Dara menyelesaikan ocehannya, tiba-tiba sebuah jaket berwarna hitam menyelimuti punggung dan lengan Dara. “Lo nggak akan mati kedinginan, Dar.”

Suara halus tersebut berhasil membuat Dara menoleh. “E-Ervan?”

Ervan--pria yang memberi Dara jaket--tersenyum. Ia mengelus puncak kepala Dara sambil merapikan jaket yang hampir melorot. Kini ia merogoh isi tas, mencari sesuatu di sana. Namun, sudah berkali-kali membolak-balik tas, Ervan tak kunjung menemukan barang yang ia cari. “Gue lupa nggak bawa payung.”

Dara tertegun. Ia menunduk, mengingat satu memori kecil di masa lalu.

Flashback ....

“Yah, hujan ...” Dara menatap sendu langit gelap yang meneteskan air hujan. Ervan berdiri di samping Dara, ikut memandangi langit yang mendung. “Gue nggak bawa payung.”

Dara mengangguk. “Gue juga,” sautnya sembari mengelus kedua lengan.

Sadar kekasihnya sedang kedinginan, Ervan pun melepas jaket yang dikenakannya. “Dingin, ya?”

Dara mengangguk lagi. Ervan tersenyum tipis kemudian menyelimuti Dara dengan jaket miliknya. “Pake ini.”

“Loh? Lo nggak kedinginan?” tanya Dara pada Ervan.

“Enggak. Gue gerah.”

Mendengus takpercaya, Dara mencubit pelan perut Ervan. “Keliatan banget bohongnya.”

Ervan terkekeh. “Kalo jujur, gak jadi keren di depan mbak pacar.”

“Dih?” Dara mendesis sebal  Ia kembali menatap langit yang semakin gelap. “Hujannya makin deras, gimana caranya kita pulang?”

“Hmm ...” Ervan mendeham. “kita hujan-hujanan aja, gimana?”

“Jangan dong. Nanti sakit.”

“Tenang, gue kan kuat.”

“Lo doang?”

“Iya, ayo hujan-hujanan!”

My Enemy, Dean!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang