Dara meletakkan ponsel di meja. Begitu selesai menjawab chat dari Thalia, dia kembali fokus pada kegiatannya. Cewek itu sedang sibuk mengetik untuk melanjutkan part cerita novel yang dia tulis di platform online. Dara nampak fokus pada laptop, sama sekali tidak terganggu dengan suara berisik dari televisi yang menyala. Saat ini, ia duduk di ruang tamu bersama dengan Derina, sang mama.
Sembari mengunyah keripik singkong, Dara berkata, “Mama, Thalia hari ini mau ke rumah.”
Derina terkejut. Dia hampir saja tersedak. “Kok mendadak?”
Dara mengedikkan kedua bahunya acuh. “Gak tau. Dia bilangnya juga mendadak.”
Derina berdiri. Merapikan remah-remah keripik yang berjatuhan, lalu mengibaskan bajunya yang terkena bumbu-bumbu keripik. “Waduh ... Thalia mendadak banget ngasih taunya. Mama belum siapkan makanan.”
“Gak perlu se-excited itu, Ma. Thalia dikasih makanan burung aja dia mau,” canda Dara bergurau.
“Heh, gak boleh gitu!” Derina menegur Dara. Dia beranjak dari tempatnya berdiri. Mengambil sapu, kemudian menyapukan remah-remah yang terjatuh ke lantai. Ia juga mengambil tisu untuk mengelap meja yang basah terkena air.
Dara terkekeh. “Bercanda, Ma.”
Derina menggelengkan kepala. Dia menutup toples keripik singkong lalu dilanjut dengan merapikan bantal-bantal di sofa. “Udah gih mending kamu beresin kamar dulu. Kamar kamu berantakan, 'kan? Sekalian juga mandi biar harum.”
Dara mengambil laptopnya lalu ia berdiri. “Siap, Komandan!” Dia berdiri tegap sambil menghormat ke arah Derina. Setelahnya, dia pergi menuju kamar.
Sesuai dengan perintah sang mama, Dara mulai membereskan kamarnya yang berantakan. Dimulai dengan melipat selimut yang terjatuh di lantai, sampai membereskan sampah-sampah makanan yang berserakan.
Tak lupa, setelah membereskan kamar, Dara juga mandi dan berdandan, merias wajahnya yang sedikit pucat.
Tok ... tok ...
Pintu kamarnya diketuk. Dara segera membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, ia dapat melihat Thalia yang berdiri di depan kamarnya. Ini sudah biasa. Saat Thalia berkunjung ke rumahnya, tanpa basa-basi Derina langsung mempersilakan Thalia untuk masuk ke kamar Dara.
“Wah, Nona Thalia sudah datang. Silakan masuk, Nona.” Dara berniat menghibur Thalia yang datang dengan wajah masam. Ia tampak murung dan tidak semangat.
Thalia masuk kemudian duduk di sofa kamar Dara. Ekspresi Thalia semakin muram. Thalia menangis sesenggukan. Melihat itu, Dara membeku sesaat. Dia terkejut melihat air mata Thalia tiba-tiba mengalir. Tidak biasanya Thalia menangis di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy, Dean!
Teen FictionMereka berdua adalah sepasang sahabat dekat yang terpaksa berpisah karena suatu alasan. Perlahan menjaga jarak, mengurangi komunikasi, hingga pada akhirnya mereka berhenti berinteraksi satu sama lain. Sepasang sahabat tersebut adalah Adara Andalusi...