HAPPY READING GUYS!!!!!!
HOPE Y'ALL ENJOY THIS PART
LOVE LOVE😻
💥💥💥
Langit mulai menggelap diikuti petir yang bergemuruh juga awan abu yang menggumpal. Bahkan suara gemuruh petir di luar sana mengalahkan nyaringnya suara bel yang berdering di sepanjang lorong.
Kini, gadis itu tengah berada di lorong sekolah. Ia memandangi jendela yang mengarah langsung ke area parkiran terbuka. Mata Dara memicing, mendapati langit sore yang semakin lama semakin gelap. Irisnya menyorot sendu ke arah sana, memerhatikan cuaca yang mendung seolah mendukung perasaan Dara yang tengah dilanda gundah gulana.
Hari ini adalah hari ulang tahun Dara. Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini Dara menyambut hari jadinya yang ke tujuh belas dengan senyum getir penuh kekecewaan. Manik mata Dara yang selalu berbinar penuh semangat kini tampak redup, seakan-akan kehilangan cahaya.
Hari yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan kini terasa begitu suram dan hampa. Biasanya di hari istimewa ini, ia akan dikelilingi oleh teman-teman yang mengucapkan selamat dan merayakannya bersama. Namun kali ini, tak ada satu pun ucapan selamat ulang tahun ia terima dari teman-temannya.
Dara melangkah gontai menuju parkiran. Begitu sampai di sana, hawa dingin menerpa. Menyapu helai rambut Dara hingga terkibas ke belakang. Ia membuka resleting tas hendak mengambil dompet di saku tas paling kecil. Namun, begitu ia membuka resleting tas, dompet itu tak kunjung ditemukan. Dara membuka resleting lain, mencari dompet di sisi tasnya yang lain.
Lima menit ia mengorek-ngorek tas, barang yang ia cari ternyata tidak ada. Dara kehilangan dompet berisi uang bekal yang sejak tadi pagi sengaja tidak ia belikan. Ia mengacak-acak rambutnya. "Dompet gue ke mana, sih? Masa ilang gitu aja? Perasaan seharian ini gue nggak keluarin dompet sama sekali," gumam Dara.
"Apa ketinggalan, ya?" lirih Dara kembali bergumam.
Sial. Kalau ongkos pulang saja ia tidak punya, bagaimana ia bisa pulang ke rumah? Tidak mungkin ia harus mengemis tebengan juga, 'kan?
"Minta jemput Kak Diero aja, deh." Dara teringat sesuatu, hari ini Diero sedang tidak ada jadwal kuliah. Dengan kata lain, Diero menganggur di rumah. Itu sebabnya ia berniat meminta Diero menjemputnya di sekolah.
Merogoh saku rok, Dara mencoba mencari ponsel dengan soft case berwarna hitam polos. Namun, alih-alih menemukan benda pipih canggih itu, Dara justru menemukan secarik kertas bekas coretan-coretan yang ia buat selama jam pelajaran demi mengusir rasa bosan.
Ia merogoh sisi saku yang lain, tetapi ponsel miliknya tetap tidak ia temukan. Dara tak kuasa membendung rasa panik. Satu-satunya jalan untuk ia bisa pulang adalah dengan menelepon Diero dan memintanya menjemput Dara. Sekarang ponselnya menghilang, membuat gadis itu terpaksa memutar otak mencari jalan lain.
"Handphone gue ke mana, ya?" Dara berkacak pinggang, mencoba mengingat kapan terakhir kali ia melihat ponselnya.
Hingga kemudian, ia mengingat kapan terakhir kali ia memegang benda canggih itu.
"Oh iya! Tadi gue simpan di kolong bangku waktu mapel Pak Harto." Pada pergantian mata pelajaran menuju jam terakhir, Dara memainkan ponsel sekadar mengecek notifikasi chat yang masuk. Ia hendak bermain game untuk mengusir rasa bosan sembari menunggu Pak Harto datang ke kelasnya.
Namun, begitu ia membuka sebuah aplikasi game, tiba-tiba Pak Harto masuk ke kelas, membuat gadis itu refleks memasukkan ponsel ke kolong bangku. Karena Pak Harto termasuk kategori guru yang lumayan galak dan tegas, Dara tidak berani menyentuh ponsel selama pelajaran Pak Harto berlangsung. Itulah mengapa sebabnya Dara lupa hingga tak sengaja meninggalkan ponsel di kolong bangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy, Dean!
Teen FictionMereka berdua adalah sepasang sahabat dekat yang terpaksa berpisah karena suatu alasan. Perlahan menjaga jarak, mengurangi komunikasi, hingga pada akhirnya mereka berhenti berinteraksi satu sama lain. Sepasang sahabat tersebut adalah Adara Andalusi...