HAPPY READING!!!!!!!!!
🍄JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN MASUKKAN CERITA INI KE PERPUSTAKAAN PRIBADI ATAU KE READING LIST KALIAN!🍄
SIAPA YANG VOTE DAN KOMEN AKAN DAPAT KECUPAN MANJAHHH DARI MAS DEANDRA THEOBASARAAAA😘😘😘
MWAH MWAHH ( ˘ ³˘)( ˘ ³˘)
🦋🦋🦋
Kening Thalia berkerut memandangi semangkuk bakso yang masih utuh terletak di meja kantin. Sudah sekitar setengah jam bakso itu dipesan, tapi Dara belum menyentuhnya sama sekali. Sedari-tadi Dara hanya termenung memikirkan sesuatu.
Beberapa kali Thalia mengerjap pelan merasa heran melihat Dara yang lemas tidak bertenaga. Thalia menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku sembari melipat kedua lengan di dada. Kali ini pandangannya beralih menatap tangan kanan Dara yang sedang sibuk memainkan sendok makan.
Dia memutarkan ujung gagang sendok ke meja, mengitari semut yang sedang berjalan hingga membuat semut itu tidak mempunyai akses untuk maju.
Thalia mengembuskan napas panjang, menatap prihatin sang sahabat. "Makan baksonya, jangan diliatin doang."
Dara menghela napas sebelum akhirnya mengangkat wajah menatap Thalia. Gadis itu menggeleng lemas tanpa tenaga. "Gue gak nafsu makan."
Sejak kemarin sepulang dari mall, nafsu makannya menghilang. Dara sama sekali belum mengisi perut. Dia menjadi lebih diam dan tidak seceria biasanya.
"Lo kenapa?" tanya Thalia.
"Gak papa."
Dengan kedua alis yang bertautan, Thalia mengamati Dara yang kini menunduk dengan tatapan kosong. Jelas sekali gadis itu tidak sedang baik-baik saja. Perubahan sikap Dara yang tiba-tiba, membuat beribu pertanyaan muncul di benaknya.
Dia tahu, perubahan sikap Dara yang seperti ini pasti ada alasannya. Meski begitu, Thalia tidak tahu alasan apa yang membuat Dara jadi diam hari ini.
"Kalo ada masalah itu cerita, jangan cuma diem doang. Silent treatment itu gak baik, Dar." Thalia duduk tegap, mengambil alih sendok yang Dara pegang kemudian menggunakan sendok itu untuk mengaduk-aduk bakso yang sudah mulai dingin.
Tidak lupa dia mencampurkan sedikit saus sambal, kecap, dan juga perasan jeruk nipis. Setelah semua tercampur rata, Thalia mengambil garpu lalu menggulung bihun dan menyuapi Dara. Namun, Dara enggan membuka mulut. Semakin Thalia memajukan suapan bihun, semakin jauh juga Dara mundur.
"Gue gak ada masalah, Tha." Dara menggeleng tegas meminta Thalia untuk menghentikan suapan paksaan itu. Tanpa memedulikan gelengan Dara, Thalia tetap memaksa Dara untuk membuka mulut. Setidaknya, satu atau dua suapan saja harus masuk ke perutnya.
Thalia tahu Dara belum mengisi perutnya dari kemarin. Itu semua terlihat jelas dari kulitnya yang memucat.
"Udah gue suapin, masih aja gak mau mangap. Lo maunya gimana? Disuapin pake sendok sayur? Apa mau pake gayung?" Thalia menaruh mangkuk bakso ke meja. Dia menghela ringan melihat Dara yang masih saja terdiam dengan tatapan yang kosong.
Karena tak tahan melihat Dara yang sedari-tadi diam membisu, akhirnya Thalia beranjak pergi menuju stan bakso Mbak Tita. Beberapa saat setelah bernegosiasi dengan Mbak Tita, Thalia kembali sambil membawa centong sayur yang biasa digunakan Mbak Tita untuk mengambil kuah bakso.
"Nih gue udah bawa centong sayur. Ayo mangap selebar-lebarnya, biar bakso sama centong sayurnya sekaligus masuk sampe ke lambung lo." Senyuman jahil terukir di bibir Thalia. Gadis itu berusaha keras untuk membuat Dara me-notice candaannya. Dia berharap akan mendapatkan respon dari Dara. Namun, beberapa menit berlalu harapan Thalia tak kunjung terwujud.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy, Dean!
Fiksi RemajaMereka berdua adalah sepasang sahabat dekat yang terpaksa berpisah karena suatu alasan. Perlahan menjaga jarak, mengurangi komunikasi, hingga pada akhirnya mereka berhenti berinteraksi satu sama lain. Sepasang sahabat tersebut adalah Adara Andalusi...