10π • LuJ

50 13 26
                                    

Bab 10
-Kotak-

π

"Langit! Lo ngapain di sini?"

Cowok itu menggeleng, seolah menolak untuk memberikan alasan. "Itu nggak penting. Lo sendiri ngapain ngintip ruang kepsek? Bahaya! Kalo lo keciduk terus kena kartu merah gimana? Lo mau dihajar lagi sama bokap lo?"

Jingga mengibaskan tangannya dengan raut geram, mengecilkan sedikit volume suaranya. "Ssst! Berisik banget, sih lo! Bawel! Gue tuh abis mergokin. Hanna. curang!"

"Udah Jing, percuma. Lo mau ngadu ke siapa coba? Yang lo laporin itu kepsek sama anaknya. Yang ada bukan masalah kelar, tapi malah nambah masalah."

"Loh, kok lo tau kalo-" Jingga memberi tatap menyelidik, hingga beberapa saat setelahnya dia baru mengingat fakta tentang Langit yang tidak bisa dia terima hingga detik ini. "Oh iya, lo pacarnya."

"Jigong .... "

"Harusnya lo laporin gue ke Hanna, kan sekarang lo ada di pihak dia."

"Jig-"

"Oh! Gue tau! Pantesan tadi gue ditarik, pasti lo takut gue punya bukti apa-apa 'kan?"

"JINGGA!"

Gadis itu memalingkan wajahnya, tertawa sinis setelahnya. "Dan sekarang, udah mulai bentak."

Langit menghela napasnya dengan mata terpejam. "Jingga, gue cuma nggak suka lo mikir kayak gitu."

"Gue juga nggak suka lo sama Hanna,"  tandas Jingga cepat.

Mendengar balasan yang Jingga katakan membuat sesimpul senyum penuh arti tercetak di bibir cowok itu. Dia mulai menyimpulkan korelasi antar kalimat Jingga dengan nada jengkel acap kali membahas Hanna.

"Lo cemburu ya?" Langit menaik turunkan alisnya sambil menoel-noel dagu cewek yang berdiri di hadapannya kini.

"Apaan, sih!"

"Luke, ayo pulang?"

Kontan keduanya menoleh ke arah yang sama ketika suara lain datang tiba-tiba.

"Oh, pulang bareng."

Si gadis yang baru datang, mengulum senyuman manisnya. Lagi-lagi membuat kesan lembut, kesan yang berbeda ketika Jingga melihat gadis itu berhadapan dengan papanya sendiri.

Gadis itu mengangguk. "Iya, kok lo belum pulang, Jingga?" tanya Hanna, basa-basi.

"Lagi beres-beres, komunitas gue mau dilanjutin sama generasi baru-baru lagi, besok pergantian pengurus," jelas Jingga.

Hanna manggut-manggut. "Lo orang sibuk juga ya?"

"Emang. Jadinya wajar gue masuk kandidat, karena gue kerja keras buat itu. Bukan terima jadi," sindir Jingga, gadis itu mengulas senyuman yang tersirat ledekan.

Tapi reaksi lawan bicaranya tak terduga, Hanna malah tersenyum riang dengan menunjukkan giginya yang rapi, dia bertepuk tangan setelahnya.

"Iya, lo keren!" serunya sambil mengacungkan ibu jari lalu terkekeh pelan.

Langit Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang