Bab 38
-Klarifikasi-π
Mesin kuda besi itu dimatikan ketika rem telah menghambat laju motor hingga berhenti di selasar toko dengan rolling door tertutup. Sementara itu, yang dibonceng seketika merasa heran mengenai alasan mengapa mereka tak melanjutkan perjalanan.
"Kenapa berenti di sini?"
Fajar yang tak menjawab membuat pikiran negatif Jingga lebih cepat mendominasi kepalanya. "Lo nggak lagi nipu gue kan? Lo tadi niat bantu gue kan, bukan ngejebak gue terus disetor ke pak Herman?"
Dengan posisi tubuhnya yang masih berada diatas motor, baru saja hendak turun dari sana karena kecurigaannya, namun cowok itu mendahuluinya untuk turun. Kemudian menarik lengannya lalu memperhatikan sekitar punggung tangan kemudian telapak tangannya.
Jingga mengubah posisi duduknya, duduk menyamping agar dapat berhadapan langsung dengan Fajar. Ia mengerutkan dahi, tak mengerti apa yang sedang cowok itu lakukan dengan tangannya.
"Plester lo rusak," ucap Fajar yang tanpa permisi kemudian menarik plester itu perlahan dari telapak tangan Jingga yang terluka.
Tangannya terulur pada kaitan di bagian dalam depan motor yang masih dinaiki Jingga. Mengambil sebuah plastik putih yang tergantung di sana. Setelah itu mengeluarkan kapas serta alkohol untuk membersihkan luka Jingga.
"Lo ngapain, sih? Gue bisa sendiri, Jar." Jingga berusaha mengambil alih kedua benda itu dari genggaman Fajar, namun nampaknya tak semudah itu. Cowok itu menjauhkannya dari jangkauan Jingga.
Selepas itu, Fajar mulai membersihkan luka Jingga yang terbuka agar lebih steril, sebab kejadian tadi membuat ia khawatir luka itu akan infeksi. Luka yang ada karenanya, karena dia yang berusaha menghindari Jingga.
"Udah seharusnya gue yang ngobatin luka lo, lo luka gini 'kan karna gue," katanya dengan nada lembut mengenyuhkan hati siapa pun yang mendengar. "Maaf, gue ijin bersihin luka di lutut lo juga ya?"
Badannya membungkuk sedikit untuk menyejajarkan tubuh dengan lutut Jingga. Lantas mulai melakukan hal yang sama; melepas plester—membersihkan dengan alkohol.
"Lain kali jangan nekat, lo nggak ada hubungannya sama masalah ini, nggak seharusnya lo ke unitnya pak Herman."
Jingga hanya bisa menatap wajah serius Fajar yang masih berkutat dengan lukanya, hendak kembali menutup luka itu dengan plester baru.
"Tapi pouchnya ada sama lo kan? Lo simpen di mana? Tolong kasih tau gue, Jar ... " ucap gadis itu bernada memohon.
Sebuah lirikan yang entah apa artinya ia dapat dari Fajar yang baru saja menyelesaikan kegiatannya. "Gue udah nolongin lo, lo masih mau nanyain itu?"
Kepala gadis itu tertunduk lesu, entah mengapa ia tak berani membantah Fajar dan hanya berkutat sendiri dengan pikirannya. "Tapi gue harus nemuin pouch itu," cicitnya pelan dengan nada yang lemah.
Hatsyi!
Jingga mengusap hidungnya dengan punggung tangan yang menganggur di sana, menarik kembali hingus ke dalam rongga hidung agar tak lolos ke luar.
"Lo nangis?" Suara Fajar terdengar begitu panik ketika menanyakan hal yang tak Jingga duga. Ia memegang kedua bahu Jingga yang sontak membuat gadis itu mendongak dengan tatapan yang menyorot penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Untuk Jingga
Teen Fiction"Pantaskah aku meminta hidup untuk akhir yang bahagia?" π Chalondra Jingga Haspira, murid emas SMA Cakrawala. Punya segudang prestasi dengan beragam talenta disertai wajah yang cantik membuatnya di cap sempurna. Keinginan di sisa akhir sekolah untu...