36π • LUJ

12 3 1
                                    

Bab 36
-Penyusup (bag.2)-

π

"KAMU!"

Bola mata Jingga hampir saja keluar dari tempatnya, tubuhnya bergetar seolah tersambar aliran listrik tegangan tinggi.

Sepertinya ini akhir bagi riwayat hidupnya.

"Saya ingatkan sekali lagi jangan pernah menyusup ruangan saya atau kamu tau akibatnya!"

Ah, dia ketahuan sekarang.

"I-iya pak."

Bukan. Itu bukanlah dialog milik Jingga. Sebab ada suara lain yang menerima reaksi dari peringatan pemimpin mereka; pak Herman.

Kini Jingga lebih terkejut lagi, rasanya seperti ia dipermainkan oleh keadaan yang menekan posisinya sekarang.

Jadi, bentakan itu bukanlah untuk gadis itu tujuannya? Lalu, apakah itu artinya persembunyiannya masih aman?

"Selama saya stay di Malang, pastikan jangan ada yang mendekat ke unit saya yang di sini, siapa pun termasuk kalian, mengerti?"

"Siap, pak!"

Beberapa langkah yang terdengar hampir berirama itu berlalu setelahnya dengan cepat, menunjukkan bahwa masing-masing dari mereka memang tengah diburu waktu.

Namun sebelum mereka sampai di depan lift, Jingga merangkak ke sisi meja sebelahnya supaya tak terlihat ketika rombongan berstel-an jas hitam rapi itu berbalik menutup pintu lift.

Bahkan anak buahnya nggak boleh sentuh unitnya. Nggak salah lagi, pasti ada sesuatu yang di simpen di dalam sana!

Ketika mendengar pintu lift tertutup dan memastikan bahwa benar-benar tak ada orang lagi di sana, Jingga cepat-cepat berdiri dan bergegas menuju pintu ujung sana.

Dan tepat di hadapannya, kini pintu besar dengan ukiran antik menghiasinya di tiap sisi sudut, telah memberinya beberapa pilihan untuk masuk.

Kartu akses, sidik jari, pin, atau kunci.

Satu-satunya harapan yang ia miliki hanyalah ingatan tentang kode pin yang Herman gunakan pada ruang kepala sekolah.

Ini kali pertama Jingga melakukan hal gila sejauh ini; menyusup area orang lain di luar kuasa sekolah. Itu sebabnya ia gemetar sekarang. Namun ia terpejam sesaat, menarik napas panjang kemudian menghembuskanya perlahan.

Setelah memantapkan hati, jarinya tergerak menuju tombol angka-angka di pintu sebelah kanan. Sembari merapal doa semoga ini berjalan sesuai rencananya.

Dan—

Tring!

Gotcha! Hanya dengan satu kali percobaan menebak kode pin unit, pintu itu terbuka untuknya. Dan napas panjang melegakan lolos dari pernapasannya setelah sebelumnya kesulitan bernapas normal.

Segera saja gadis itu melangkah masuk supaya tak menyia-nyiakan sedikit-banyaknya waktu. Ia berdesis pelan sambil menggeleng heran, "bisa-bisanya pake pin yang sama."

Langit Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang